Bojonegoro Miskin Berkelanjutan, Kecuali…

helmy

SuaraBanyuurip.com - 

Oleh : Helmy Elisabeth

BOJONEGORO bersiap-siap jatuh miskin! Rasanya tidak mustahil kondisi itu terjadi kecuali Bojonegoro bertekad untuk berbenah diri. Berkaca pada tahun 2008 lalu, kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bojonegoro hanya sebesar Rp 800 milyar, dengan penduduk miskin 23 persen, dan pertumbuhan ekonomi 5,89 persen.

Kondisi itu kemudian berubah drastis ketika migas mulai menghasilkan. Yang paling terasa adalah meningkatnya APBD dimana pada tahun 2016 menyentuh angka Rp3,8 trilyun, pertumbuhan ekonomi dengan migas naik signifikan yaitu 19,48 persen. Kemudian multiplier efek dari keberadaan migas tercatat adanya pertumbuhan di sektor jasa sebagaimana hasil riset dari World Bank. 

Namun sebenarnya mimpi masyarakat Bojonegoro untuk menjadi sejahtera  tidak akan terwujud hanya dengan mengandalkan migas! Pada tahun 2011, pertumbuhan ekonomi Bojonegoro dengan migas menjadi yang tertinggi di Jatim yaitu 9,19 persen, tetapi di tahun 2012 Bojonegoro menjadi yang terendah yaitu 5,68 persen. Apa artinya??? Keberadaan migas sangat fluktuatif. Di tahun 2016 ini saja pemkab harus menelan pil pahit karena faktor adanya pengurangan pendapatan dari migas (dana bagi hasil ) sebesar hampir Rp500 milyar. 

Pertanyaan mendasarnya adalah apakah Bojonegoro masih punya harapan? Apakah mimpi rakyat Bojonegoro utk hidup sejahtera masih dapat terwujud? Apakah migas tidak bisa mewujudkan mimpi rakyat Bojonegoro?

Migas sebenarnya hanya bagian kecil dari sumber daya yang dimiliki oleh Bojonegoro. Tapi seolah menyihir kita dan lupa bahwa masih banyak sektor lain yang memiliki potensi untuk dioptimalkan. Kalau hanya mengandalkan migas saja maka pertumbuhan ekonomi pasti akan turun karena sektor ini sangat tergantung dari potensi alam untuk menyediakan sumber migas yang tentu ini sangat terbatas. Apabila strategi belanja pemkab hanya bersifat konsumtif, dan masyarakat Bojonegoro hanya mengandalkan sektor pertanian hulu saja maka ekonomi Bojonegoro tidak akan mengalami akselerasi. Selama migas masih menghasilkan pemerintah harus cerdas dalam membelanjakan uangnya. Karena itu kebijakan pembangunan makro pemkab bojonegoro diarahkan pada beberapa hal.

Baca Juga :   Perlukah Menulis Bodjonegoro Tempo Doeloe Jilid 2?

Pertama, pembangunan infrastruktur yang benar-benar berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Kedua, pembangunan sumber daya manusia (SDM) melalui dana alokasi khusus (DAK) pendidikan, dan pelatihan tenaga kerja. Ketiga, kemandirian fiskal salah satunya melalui penyertaan modal ke sektor jasa keuangan seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), bank usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Inilah upaya agar pendapatan migas dapat dirasakan oleh masyarakat Bojonegoro. 

Strategi di atas diperkuat dengan optimalisasi sektor lainnya. Sehingga pertumbuhan ekonomi tdk hanya bertumpu migas melainkan seluruh potensi bertumbuh dan berkembang bersama. Oleh karena itu kebijakan ekonomi makro akan masuk kepada sektor-sektor pertanian hulu hilir, industri pengolahan dan manufaktur, industri/ekonomi kreatif, pariwisata, jasa kesehatan dan pendidikan. Untuk sektor jasa kesehatan dan pendidikan maka Pemkab Bojonegoro telah mempersiapkan pondasinya berupa penyediaan sarana prasarana. Kedepan sektor ini diharapkan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Bojonegoro.

Selain itu, pemkab juga sedang getol-getolnya menarik investor untuk berinvestasi di Bojonegoro. Melalui kebijakan insentif investasi mulai dari insentif pajak daerah dan retribusi daerah sampai kepada Upah Umum Perdesaan  sebesar Rp1.005.000. Strategi ini  untuk memupuk sebanyak banyaknya aktivitas ekonomi di seluruh wilayah Bojonegoro sehingga meningkatkan daya beli dan daya saing.

Baca Juga :   Optimalisasi Manfaat City Gas

Pemkab Bojonegoro tentu tidak dapat mengupayakan sendiri hal-hal diatas, melainkan harus bersinergi dengan pihak lain yaitu akademisi, pengusaha dan masyarakat melalui strategi kolaborasi ABGC yaitu Akademisi, Bisnis, Government (pemerintah) dan Community (komunitas) atau empat sekawan.

Strategi-strategi di atas adalah model dan cara Bojonegoro untuk mengolaborasi semua potensi yang ada dimana pembangunan tidak hanya diawali dari pinggiran atau desa tetapi semua wilayah dengan karateristik potensinya masing-masing agar saling mendukung dan melengkapi  dengan melibatkan empat sekawan sebagai pelaku aktif pembangunan. Tujuan utama adalah agar produktivitas terus tumbuh di Bojonegoro. Masyarakatnya atau manusianya produktif, pemerintahannya produktif, NGO-nya produktif, pengusaha dan akademisi serta seluruh potensi produktif.

Kalau Bojonegoro tidak ingin jatuh miskin maka jangan hanya ribut merebut peluang di sektor migas, tetapi berebutlah untuk menciptakan mangkok-mangkok baru sebagai sumber ekonomi baru untuk mewujudnyatakan mimpi menjadi sejahtera berkelanjutan.

Penulis adalah Kepala Bagian Perekonomian Bojonegoro

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *