Direktur Nilai Pasien Melanggar Pesan Bidan

Direktur RSUD Tuban Saiful Hadi

SuaraBanyuurip.comAli Imron

Tuban – Tragedi meninggalnya seorang ibu setelah melahirkan asal Desa/Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur bernama Siti Rodiyah (22) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. R Koesma Tuban, hari Minggu (14/1/2018) kemarin semakin meruncing.

Direktur RSUD Tuban, Saiful Hadi, justru mempertanyakan mengapa jika perlu sesuatu pasien tidak memberitahu perawat yang jaga.

“Kalau ndak bisa mencet bel bisa panggil perawat pasti kedengaran,” ujar Dokter Saiful Hadi, saat memberikan keterangan resminya kepada belasan wartawan di Aula RSUD Tuban, Senin (15/1/2018).

Saiful sapaan karibnya menceritakan, awalnya pasien menjalani operasi cesar,   dan selesai pukul 10:30 WIB. Bayi laki-laki korban selamat dan kesadaran ibunya cukup bagus, sehingga dibawa ke ruang Flamboyan untuk observasi.

Korban waktu itu dibaringkan di tempat tidur perawatan. Bidan (bukan perawat) yang menjaganya juga telah mengedukasi pasien, agar tidak bergerak. Sekaligus memencet tombol atau berteriak ketika membutuhkan sesuatu.

“SOP kami memang tidak memperbolehkan keluarga masuk,” imbuhnya.

Sekitar jam 11.30 Wib, petugas mendengar teriakan pasien minta tolong. Bidan kemudian masuk ke ruangan  melihat pasien sudah berada 1,5 meter dari tempat tidur sambil memegang infus.

Baca Juga :   Bapenda Bojonegoro Seret Oknum Perangkat Desa ke Ranah Hukum

“Kami menduga pasien itu turun sendiri dari tempat tidur dan berjalan 1,5 meter tidak kuat baru jatuh,” beber mantan Kadinkes Tuban itu.

Bidan dibantu suami pasien langsung mengangkat pasien kembali ke tempat tidur. Saat ditanya bidan, pasien berdalih ingin ditunggui keluarganya. Padahal SOP-nya 12 jam baru boleh ditunggui keluarga dan belajar bergerak. Otomatis pasien telah melanggar aturan di ruang observasi.

“Pasien memaksa turun hanya beberapa jam setelah operasi karena ingin ditunggui keluarga,” klaim Saiful.

Pasien kemudian kembali dibaringkan ke tempat tidur. Antara jam 12.30 WIB, pasien merasa gelisah dan dilakukan pemeriksaan. Ternyata hemoglobin pasien terus menurun hingga 6, dan jika tidak dioperasi kedua nyawa pasien tidak tertolong. Ternyata setelah diperiksa ada gumpalan darah di rahim pasien.

Operasi kedua kembali dilakukan oleh Dokter Slamet, untuk mengeluarkan gumpalan darah dan memotong rahim pasien karena ada kelainan. Apabila tidak dioperasi, pasien akan semakin kehilangan banyak darah.

Saiful menegaskan, dua operasi besar boleh dilakukan hanya dalam kurun waktu beberapa jam. Selama itu emergency dan mengancam nyawa pasien.

Baca Juga :   Polres Blora Akan Cek Oknum Polisi Diduga Terlibat Ilegal Loging

“Tentu setelah kami mendapat persetujuan keluarga,” tambahnya.

Sekalipun sudah dioperasi, nyawa pasien tetap tidak tertolong. Jenazah kemudian dibawa ke rumah duka oleh keluarga, bersama bayinya.

Keterangan dari suami Rodiyah, Antok, mengaku istrinya terjatuh dan mengesot di atas lantai menuju pintu ruang observasi. Dia sangat kaget, kenapa tidak ada perawat atau bidan yang mengetahui jatuhnya istri tercintanya.

“Tau-tau sudah di lantai dengan  kondisi berdarah-darah,” sergahnya.

Saudara korban, Sucipto, tetap meminta pihak RSUD bertanggung jawab atas keteledoran perawat/bidan yang bertugas. Kalau aturannya keluarga tidak boleh menjaga pasien, perawat harus bisa menjamin keselamatannya.

“Bagaimana kok bisa jatuh tanpa sepengetahuan petugas,” pungkasnya.(Aim)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *