Kasus Balita Stunting di Cepu Tinggi

Kepala UPT Puskesmas Kapuan

SuaraBanyuurip.com – Ahmad Sampurno

Blora – Balita penderita Stunting atau pertumbuhan anak tidak maksimal akibat kurang gizi kronis di wilayah Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, diketahui cukup tinggi. Rata-rata diderita oleh Balita dibawah usia lima tahun.

Dari 17 desa/kelurahan, terdapat 50 Balita tersebar di empat desa yang menderita stunting. Diantaranya Desa Kapuan terdapat 8 penderita, Desa Cabean terdapat 27 penderita, Desa Getas 12 penderita dan Desa Sumberpitu terdapat 3 penderita.

Jumlah tersebut hasil pendataan yang dilakukan kementerian kesehatan pada tahun 2013 lalu melalui kegitan Riskesdes (Riset Kesehatan Desa, oleh pihak independen. 

“Informasinya sejak dua atau tiga bulan yang lalu tahu kasus stunting di wilayah kami,” ujar Kepala UPT Puskesmas Kapuan, dr Bowo Luhur Santoso, saat ditemui Suarabanyuurip.com di ruang kerjanya, Rabu (12/9/2018).

Menurutnya, kasus balita stunting itu bukan menjadi ancaman di wilayah Cepu. Justru, dirinya merasa heran saat wilayah Cepu, khususnya di wilayah kerja Puskesmas Kapuan. 

Untuk dikatahui, terdapat tiga unit puskesmas yang tersebar di wilayah Kecamatan Cepu. UPT Puskesmas Cepu,  UPT Puskesmas Kapuan dan UPT Puskesmas Ngroto. 

Baca Juga :   Sebut Bojonegoro Darurat HIV/AIDS

“Dengan ditetapkan empat wilayah di Cepu sebagai desa stunting, sempat membuat pemerintah terbelalak. Kok bisa ya? padahal Cepu sebagai lumbung pangan dan kondisi perekonomian juga cukup bagus,” terang Bowo.

Padahal, setiap bulan sebelumnya sudah kita lakukan pendampingan balita melalui posyandu untuk mengetahui tumbuh kembang mereka . Bahkan yang lebih ekstrem sebelum orang tua balita menikah. Dengan adanya kasus stunting tersebut, pihaknya intensif melakukan intervensi sebagai langkah penanggulangan.

“Diantanya dengan menambah jumah PMT (Pemberian makanan Tambahan) kepada balita , Obat Cacing serta memberikan tablet zinc,” ujar pria ramah ini. 

Lebih lanjut dijelaskan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi adanya kasus balita stunting disamping faktor ekonomi. Yakni pola asuh, sosial budaya dan faktor pendidikan. Karena ditinggal orang tua bekerja, sehingga balita diasuh oleh neneknya yang kurang memperhatikan tumbuh kembang anak.

“Selain itu, sosial budaya di masyarakat yang cenderung banyak larangan bagi ibu hamil,” terangnya.

Namun demikian, dalam menanggulangi hal itu terlalu berat jika dibebankan kepada pihak kesehatan. Stakeholder lain juga harus berperan bersama untuk melakukan penanggulangan. Karena bukan hanya dari sisi kesehatan saja, tapi juga ada masalah ekonomi pendidikan dan sosial di masyarakat. 

Baca Juga :   ISPA Ancam Warga Sekitar Blok Tuban

Bowo menambahkan, bahwa Kabupaten Blora sebenarnya masuk 10 kabupaten tertinggi di Jawa Tengah terkait kasus stunting. Dari informasi dihimpun, sebanyak 51 persen balita di Blora menderita stunting.

“Di Blora ada tiga kecamatan. Kecamatan Cepu, Kecamatan Jiken dan Kecamatan Tunjungan,” ujarnya.

Namun dirinya tidak tahu persis berapa jumlah penderita keseluruhan di masing-masing kecamatan tersebut.

Menanggapi kasus stunting, Camat Cepu, Djoko Sulistiyono, mengaku, akan segera melakukan koordinasi dengan pimpinan masing-masing puskesmas yang ada di Cepu. Selain itu juga akan meminta kepada pihak desa supaya memperhatikan masalah tersebut.

“Terutama dalam kesehatan balita, dengan memberikan dukungan dari Dana Desa (DD),” kata dia.

Keberadaan posyandu di desa juga perlu diperhatikan dengan memberikan fasilitas gedung posyandu. “Supaya tidak lagi menumpang di rumah perangkat desa,” ujarnya.

“Untuk program desa tahun 2019 mendatang, kita akan arahkan untuk memperhatikan posyandu dan pendidikan anak usia dini,” pungkasnya.(ams)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *