Nekad Merantau Berbekal Ijasah SMP

SuaraBanyuurip.comTotok Martono

Kecelakaan di PT Freeport Indonesia, menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban. Tak terkecuali keluarga Nursio, warga Lamongan, Jawa Timur.

Kenangan semasa hidup Nursio, salah satu korban kecelakaan PT Freeport Indonesia yang terjadi di Grasberg, Tembagapura, Mimika, Papua, menjadi hal yang tak terlupakan bagi keluarga maupun tetangganya. Selama hidupnya, korban yang pernah tinggal di Desa Moropeleng, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan itu dikenal keluarga dan para tetangga dengan sosoknya yang alim dan ramah. Tak mengherankan bila mereka merasa kehilangan dengan kepergian Nursio yang begitu mendadak.

“Kalau pas pulang kerumah, Mas Nursio senangnya cangkruk ngopi sama para tetangga. Pribadinya tetap sederhana meski telah menjadi orang sukses,”  kata adik korban, Kacung Febrianto kepada suarabanyuurip.com, Senin (29/9/2014).

“Selain itu setiap datang waktunya sholat, dia tidak pernah melewatkan untuk sholat berjamaah di masjid desa,” lanjutnya.

Di ketahui sebelum tragedi berdarah itu terjadi. Nursio sudah 25 tahun tinggal di Timika. Ia nekad berangkat merantau ke Papua karena ingin mencari kehidupan yang lebih baik.

Semasa dikampungnya dulu, pria yang beristrikan Sanimah itu kehidupannya cukup miskin. Hampir semua pekerjaan kasar pernah di jalaninya dari menjadi kuli bangunan dan penarik becak.

“Meski hidup susah tapi Nursio tidak pernah mengeluh. Orangnya suka bekerja keras,” sambung salah satu teman kuli bangunan Nursio, Muhammad Ilyas.

Sejak Nursio berangkat merauntau ke Papua, Ilyas mengaku tidak pernah mendengar kabarnya lagi.  “Ternyata dia bisa menjadi sukses setelah merantau di Timika. Meski demikian dirinya tidak pernah lupa asal usul. Setiap pulang kampung selalu mendatangi teman-teman lamanya,” ujar Ilyas yang kini menjadi tukang bangunan.

Baca Juga :   Geliat Warung Pangkon di Pasar Agrobis Babat

Selama bekerja di perantauan, Nursio  yang hanya tamatan SMP itu berhasil membangun rumah yang dulu ditempatinya. Bangunan rumah yang semula gedhek telah dibangun tembok berkeramik dan berpagar besi. Karena tidak ada yang menempati rumah bercat biru itu dikontrakkan.

“Kalau mau ndandani rumah mas Nursio biasanya mentransfer uangnya. Di pasrahkan saya untuk menangani proses pembangunannya,” sambung Kacung lagi.

Selain membangun rumah, bapak dua anak itu juga telah mengantarkan anak sulungnya, Imam menjadi anggota TNI di Timika. Anak bungsunya, Alfian, saat ini juga tengah menjalani pendidikan setelah diterima masuk TNI.

Nursio terakhir pulang ke Desa Moropelang sekira 1,5 tahun lalu. Meski jarang pulang dirinya selalu mengontak saudara dan keluarganya di desa. Rencanannya dia baru akan pulang lebaran Idul Fitri tahun 2015 depan.

Salah satu keponakan korban bernama Iskak yang juga bekerja di Timika menambahkan, Nursio di Timika tinggal di Desa Pasar Baru, Kecamatan Timika, Kabupaten Timika. Nursio pulang kerumah seminggu sekali.

“ Tempatnya bekerja di daerah pegununggan dan sulit transportasi karena itu karyawan tinggal di mess perusahaan dan pulang satu dua minggu sekali,” papar Iskak.

Baca Juga :   Sejarah Baru, Bangkitnya Kerajaan Djipang

Ada kendaraan khusus yang disediakan perusahaan untuk mengantar jemput karyawan yang pulang kerumah. “Bis perusahaan transit di terminal. Jarak rumah Pak Lek Nursio  dengan terminal sekitar 5 kilometer,” ujar Iskak, menjelaskan.

Selama di Timika, Iskak menilai Nursio dikenal dengan pribadinya yang supel sekaligus taat beribadah sehingga bisa menyatu dengan warga setempat.

Seperti diketahui,  jenazah Nursio tiba di Desa Moropeleng dan di makamkan Minggu (28/9/2014) malam kemarin. Isak tangis mengiringi kedatangan jenasah  tiba di rumah duka menjelang Isya pukul 18.30 WIB.  Para keluarga dan tetangga berebut menurunkan peti  jenasah dari ambulans dan membawa masuk kerumahnya.

Para keluarga dan tetangga yang sudah dua hari menunggu kedatangan jenasah Nursio bergantian melakukan tahlil di dekat peti jenasah Nursio. Sementara ratusan  pelayat memenuhi teras depan dan jalan desa.

Kabar meninggalnya Nursio diterima keluarga sejak hari Sabtu (27/9/2014) pukul 13.00 WIB dari PT Freepot. Berita duka itu langsung membuat keluarga dirumah menjadi shock. Apalagi pagi sebelumnya, keluarga di Moropeleng sempat melihat tayangan berita kecelakaan kerja di PT Frepot yang menewaskan 4 orang tenaga kerja.

Di pulangkannya jenasah Nursio ke kampung halamannya merupakan kebijakan PT Preepot. Semua biaya transportasi dari pesawat hingga ambulans ditanggung perusahaan.(totok martono)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *