Tak Diijinkan Memaksakan Diri

Pipa

Oleh : Rakai Pamanahan

TERHITUNG sudah sekitar setahun proyek Engineering Procurement and Contruction (EPC) dikerjakan operator Blok Cepu, Mobil Cepu Ltd (MCL), melalui para kontraktornya. Sepanjang itu pula geliat sosial, dan ekonomi menghegemoni warga sekitar ladang migas Blok Cepu.  

Proyek tersebut memang vital untuk persyaratan puncak produksi sumur minyak Banyuurip, di ladang migas Blok Cepu. Produksi puncak sebanyak 165.000 barel per hari tersebut, tak bakal tercapai manakala proyek EPC yang dipecah menjadi lima bagian itu tak tuntas.   

Terlepas sudah sejauh mana proyek tersebut berjalan, yang pasti EPC telah menjadi realitas pengharapan warga sekitar. Warga terlanjur berharap bisa terlibat aktif di dalam pekerjaan di proyek bernilai triliunan rupiyah tersebut. Apalagi mereka telah mengetahui jika disetiap proyek milik anak perusahaan Exxon Mobile itu selalu melibatkan masyarakat sekitar.

Lain dari itu, Pemkab Bojonegoro, satu-satunya pemerintah daerah di wilayah Blok Cepu (Kabupaten Bojonegoro, Tuban, dan Kabupaten Blora), telah melansir Perda 23/2011 tentang Konten Lokal. Perda ini pula yang menjadikan warga merasa terlindungi kepentingannya. Termasuk mendapatkan prioritas dilibatkan dalam proyek karena merasa sebagai warga dari desa terdampak.

EPC memang telah menjadi bagian penting bagi warga. Apalagi munculnya proyek menjelang Blok Cepu dimuntahkan minyaknya, diikuti kelahiran perusahaan tingkat lokal. Baik itu sekelas CV, yayasan, maupun PT milik warga desa sekitar.

Baca Juga :   Menolak Kutukan Migas

Mereka telah mengantisipasi untuk bisa ikut mereguk harumnya proyek ladang migas. Sekalipun untuk tahap awal menjadi sub dari subkon para mainkon proyek EPC. Kini mereka telah memiliki pengalaman, bahkan setelah terlibat sebagai bagian dari proyek, para CV dan PT lokal tersebut makin paham tentang pekerjaan yang harus dilakukan.

Kini sebagai warga dari desa terdampak mereka berharap lebih. Jika sebelumnya hanya sebagai pekerja yang ngesub dari subkon, kini mereka inin menjadi subkon langsung dari mainkon. Rasanya hal itu sangat wajar, karena pengalaman telah mereka raih.

Pada bagian lain warga desa sekitar mulai merasakan adanya kelas dalam pekerjaan. Jika memang tak mumpuni dalam persaingan, mereka menyadari dipastikan bakal tumbang. Apalagi untuk ranah sumber daya manusia (SDM), untuk bursa kerja di proyek EPC.

Kalau memang tak memiliki skill, dipastikan mereka tetap mendapatkan pekerjaan meski hanya sebagai kuli bangunan. Jika beruntung mereka bisa menjadi satpam, helper atau flagman, yang tugasnya di lapangan membantu pelaksanaan proyek. Tanpa bisa mengambil keputusan apapun, laiknya tenaga profesional yang saat proyek EPC berjalan banyak diisi tenaga dari luar daerah.

Kondisi itu bisa terjadi karena warga tak memiliki kesiapan. Pihak operator Blok Cepu maupun pemerintah tak menyiapkan warga untuk kepentingan tersebut. Mungkin perusahaan sekelas MCL berorientasi jika proyek kontruksi tak berlangsung terus menerus, sehingga program Corporate Social Responsibility (CSR) tak dikonsentrasikan ke sana.

Baca Juga :   Menguji Nyali Calon Bupati Mengubah Perjanjian PI

Sedangkan pihak pemerintah daerah, juga terkesan kurang responsif terkait penyiapan tenaga kerja. Terbukti banyak warga Bojonegoro, Blora, maupun Tuban yang terlibat kerja di proyek EPC tak lebih dari pekerja kasar. Sungguh sebuah ironi yang tak terbantah.

Pada kondisi demikian, para kontraktor EPC, maupun operator blok migas, meminta warga legawa untuk menerima kenyataan pahit tersebut. Apalagi program CSR yang digulirkan sifatnya tak instan, sehingga pada gilirannya nanti, bakal menjadikan warga memiliki kemandirian dari sisi sosial maupun ekonomi.

Terlepas dari fenomena tersebut, realitas di lapangan menyebut, warga belum sepenuhnya bisa terlibat di proyek tersebut. Apalagi untuk posisi strategis dalam ranah proyek kontruksi tersebut. Demikian pula dengan para CV dan PT lokal, juga tak semuanya terlibat dalam pekerjaan disana. 

Kondisi itu yang patut dijadikan kajian, agar ke depan pengalaman pahit warga terdampak tak kembali terulang. Apalagi dari lima paket proyek EPC itu belum semuanya memulai pekerjaan. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *