SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari
Surabaya – Penasehat Hukum (PH) Bambang Soedjatmiko (BS), Pinto Utomo keberatan terhadap Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), karena dinilai kabur atau obscuur libel. BS didakwa melakukan tindak pidana korupsi Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) 8 desa di Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Keberatan Pinto Utomo tersebut dituangkan dalam nota keberatan atau eksepsi dalam perkara pidana No. : 66/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Sby atas Surat Dakwaan JPU No. Reg.Perkara : PDS-03/M.5.16.4/Ft.1/07/2023. Surat dakwaan itu telah dibacakan pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya pada 31 Juli 2023.
Dalam eksepsinya, Pinto Utomo menyatakan, JPU mendalilkan bahwa Terdakwa sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan para saksi yaitu Kepala Desa (Kades) Cendono Purno Sulastyo, Kades Kebonagung Abu Ali, Kades Kendung Pujiono, Kades Kuncen Mohammad Syaifudin, Kades Dengok Supriyanto, Kades Prangi Sahid (sudah meninggal), Kades Purworejo Sakri, dan Kades Tebon, Wasito.
“Namun anehnya, nama-nama Kades tersebut tidak ada satupun yang ditetapkan sebagai Terdakwa dalam perkara ini,” kata Pinto Utomo dalam eksepsinya di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (07/08/2023).
Terlebih lagi, menurut Pinto, dalam dakwaanya JPU mendalilkan bahwa dalam proses pengadaan barang dan jasa tahap I di 8 desa yang telah disebutkan, Terdakwa ditunjuk langsung tanpa perjanjian atau kontrak kerja oleh para Kades dari 8 desa tersebut tanpa melalui proses lelang.
Hal itu, oleh PH Terdakwa BS tentu dinilai bertentangan dengan aturan yang berlaku. Yakni Pasal 1 ayat 1 Perpres No.12 Tahun 2021 tentang Perubahan Perpres No.16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Peraturan LKPP No.12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa, Peraturan Bupati Bojonegoro No.11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.
Kemudian bertentangan pula dengan Petunjuk Teknis Kegiatan Bantuan Keuangan Desa Khusus yang bersumber dari APBD Kabupaten Bojonegoro yang diterbitkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang (DPU Bima PR) setempat.
Demikian juga dengan prosedur pengajuan pembayaran tidak dilakukan sesuai ketentuan, di mana Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dibuat tanpa prosedur pengajuan oleh PPKD (Pelaksanaan Pengelola Keuangan Desa) bidang terkait ketika barang atau jasa diterima sebagai panjar kegiatan. Namun dilakukan pada awal kegiatan dengan nilai keseluruhan sesuai dengan RAB dan pembayaran kepada Terdakwa dilakukan sendiri oleh masing-masing Kades dengan cara tunai.
JPU dalam suratnya juga mendakwa BS dianggap tidak pernah memasukkan penawaran selaku pelaksana pekerjaan. Padahal, dikatakan Pinto, faktanya justru Terdakwa BS tidak pernah diminta memasukkan penawaran dari 8 desa itu. Sehingga BS tidak memasukkan penawaran barang/jasa dan langsung melakukan pekerjaan pembangunan jalan desa sebagaimana arahan dan permintaan ke 8 Kades.
“Tetapi kenapa justru Terdakwa BS yang dipersalahkan dalam perkara ini dan didudukkan sebagai Terdakwa satu-satunya. Sementara ke 8 Kades hanya berstatus sebagai saksi dan tidak didudukkan sebagai Terdakwa sebagaimana Terdakwa BS,” ujar Pinto mempertanyakan.
Padahal, lanjut pengacara ramah ini, berdasarkan uraian dalam dakwaan JPU terlihat jelas bahwa 8 orang Kades tersebut memiliki “Peran Aktif” dalam proses pengadaan barang/jasa untuk pelaksanaan pembangunan jalan desa di 8 desa masing-masing. Mulai dari memberikan semacam “lampu hijau” kepada Terdakwa untuk menjadi pelaksananya sampai pada penunjukan langsung tanpa proses lelang.
“Namun, lagi-lagi anehnya 8 Kades tersebut tidak diproses hukum secara bersama-sama dengan Terdakwa,” imbuh Pinto.
Selain itu, kata dia, JPU menyebutkan ada uang sisa anggaran yang telah dikembalikan ke kas desa, masing-masing ke Desa Dengok Rp130 juta, Desa Prangi Rp200,7 juta, Desa Purworejo sebesar Rp100,025 juta, dan ke Kas Desa Tebon Rp297,3 juta. Tetapi, dakwan JPU tidak memperhitungkan adanya uang sisa anggaran itu.
“Disamping itu, dakwaan JPU tidak pula menyebutkan dengan jelas nominal serta keberadaan sisa anggaran yang lainnya. Maka berdasar seluruh uraian tadi, terbukti Surat Dakwaan JPU tidak disusun dengan cermat dan tidak jelas. Sehingga sudah sepatutnya dinyatakan batal demi hukum,” tegasnya.
Persidangan Tipikor ini menghadirkan Terdakwa BS bertatap muka secara langsung dihadapan Majelis Hakim, terdiri Ketua, Hj. Halima Uma Ternate, S.H., M.H., bersama Anggota Emma Ellyani, S.H., M.H., dan Manambus Pasaribu, S.H., M.H.
Adapun JPU dipimpin oleh Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Bojonegoro, Aditia Sulaiman, S.H., bersama Tarjono, S.H. Sidang ditutup untuk dilanjutkan pada Senin 17 Agustus 2023 di pekan depan.(fin)