SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro – Buah pisang ulin yang melimpah karena pohonnya banyak di tanam warga di kampungnya, mendorong Vicky Eka Prasetya, pemuda asal Desa/Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, mengembangkan agroindustri sejak tahun 2020.
Vicky, demikian ia karib disapa, tercatat berstatus mahasiswa yang baru menempuh semester dua di Fakultas Ekonomi Universitas Bojonegoro (Unigoro).
Dalam seleksi Duta Pemuda Pelopor Kabupaten Bojonegoro 2024, ia terpilih menjadi finalis bidang pangan. Ini adalah ajang bergengsi yang mengadu kreativitas, inovasi, kecerdasan, kemandirian, dan gotong royong secara kongkret.
Latar belakang gagasan Vicky untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di Desa Kalitidu sudah muncul sejak lama ketika masih duduk di kelas IX SMP, idenya yaitu dengan cara mengolah pisang ulin.
“Kalau dulu setiap lahan hanya ditanami satu atau dua pohon saja, sekarang sudah ada kebun pisang ulin seluas empat hektar dan terus berbuah setiap hari,” katanya kepada Suarabanyuurip.com, Sabtu (27/04/2024).
Selama ini pisang-pisang ulin hanya dipasarkan sebagai buah setelah matang. Namun dia tak hanya nilai ekonomi pisang yang buahnya kecil-kecil ini hanya berkutat di situ saja, melainkan agar hasil bumi dari kampung halamannya memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Untuk itu dia lantas bereksperimen membuat keripik dan kerupuk dari kulit pisang ulin. Terlebih saat pandemi Covid-19 merebak, harga pisang ulin jadi anjlok di pasaran. Hingga saking murahnya, pisang satu tandan pernah dihargai hanya senilai Rp10.000.
“Akhirnya saya belajar berkali-kali bikin resep olahan pisang ulin, seperti keripik, tiga bulan baru berhasil buat dengan resep yang pas,” ungkapnya.
Waktu uji coba yang cukup lama itu disebabkan kendala, karena untuk menghilangkan getah di pisang ulin muda tidaklah mudah. Memerlukan proses cuci berkali-kali, sebab jika tidak rasanya akan sepat.
Ini berbeda pada saat belajar membuat kerupuk yang dirasa cukup cepat, hanya tiga minggu. Bahannya menggunakan kulit pisang yang sudah matang, dicuci, diblender, dan direbus, lalu dicampur adonan khusus dan bumbu.
“Rasanya gurih dan ada aroma pisang yang khas,” bebernya.
Setelah menemukan resep yang tepat, Vicky kemudian mengajak delapan warga di desanya untuk memproduksi keripik dan kerupuk kulit pisang ulin yang bermerek “Maju Roso”. Mahasiswa prodi manajemen ritel Unigoro ini yang babat alas untuk memasarkan produk-produk tersebut.
Para warga kebagian yang membantu produksi, sementara Vikcy yang mencarikan pasar. Pemasarannya di pasar-pasar Bojonegoro, di supermarket besar seperti Bravo, toko pusat oleh-oleh Khas Bojonegoro, galeri Bojonegoro, dan bazar.
“Ternyata nilai jual pisang ulin bertambah empat kali lipat setelah diolah,” tutur pengelola BUMDes Kalitidu ini.
Pemuda yang baru berusia 19 tahun ini tidak khawatir kehabisan bahan baku. Sebab pisang ulin di desanya berbuah setiap hari. Padahal untuk metode penanaman masih menggunakan cara tradisional. Pepohonan pisang ulin itu tanpa dikelompokkan sendiri-sendiri seperti pembibitan, peremajaan, masa buah, dan panen.
“Satu pohon berbuah, satu pohon lainnya masih jantung pisang, jadi bergilir terus nggak pernah habis,” tegasnya.
Kini, Vicky sedang mempersiapkan diri untuk melaju di ajang Duta Pemuda Pelopor tingkat Provinsi Jawa Timur 2024. Gagasan-gagasan baru tentang pengembangan agroindustri pisang ulin di Desa Kalitidu telah dia kantongi yang akan dipresentasikan kepada dewan juri.
Dia ingin kebun pisang ulin dapat dilengkapi sistem pengairan yang melewati setiap pohon. Kemudian lahan kosong di sekitar kebun akan dimanfaatkan untuk edukasi para pengunjung tentang pisang ulin.
Lalu untuk efisiensi saat panen, pemuda santun ini hendak membuat semacam flying fox untuk mengangkut pisang dari kebun ke jalan raya.
“Selama ini kan, pisang diambil manual dan dipikul sampai jalan raya,” tandas pemuda yang juga tergabung dalam Forum IKM Jawa Timur.(fin)