M Miyadi adalah politisi sarat pengalaman di Tuban, Jawa Timur. Berlatar belakang sebagai aktifis dari PMII, dan organ Nahdlatul Ulama (NU), Ketua DPC PKB Tuban (2021-2026) ini merupakan politisi matang. Suami Hj Sri Salamah berputra tiga yang lahir di Bojonegoro sempat menjabat Ketua DPRD Tuban dua periode (2014-2024). Performanya sederhana dan ramah. Cara berkomunikasinya lembut namun tegas menjadikannya mampu membawa 50 legislator di Tuban lebih produktif.
Sebagai Ketua Dewan ia akui tak mudah, lantaran harus membawa anggota dari latar belakang partai dan fatsun politik beragam. Belum lagi kapasitas mereka tak homogin sehingga perlu sentuhan tersendiri. Termasuk pula ketika mendampingi mitra ekskutif dua Bupati Tuban, Fathul Huda dan Aditya Halindra Faridzky, dengan kebijakan dan fokus pembangunan berbeda.
Sebagai Ketua Dewan Miyadi memang berbeda. Selama ada di kantor ia tak pernah menolak tamu, karena orang datang ke kantornya mayoritas adalah membawa pengaduan. Pun aksi unjuk rasa aktifis mahasiswa dan masyatakat, selalu ditemui di kantor maupun di pelataran Dewan. sisi inilah yang menjadikan dirinya sangat membumi di masyarakat Tuban.
Berikut hasil interview SuaraBanyuurip.com dengan, H M Miyadi Sag MM, yang tertuang dalam format wawancara. Naskah ini tak lebih dari sebentuk refleksi kepemimpinannya selama 10 tahun sebagai Ketua DPRD Tuban.
Prioritas program pembangunan apa saja yang Anda tawarkan pada periode pertama (2014-2019) dan kedua (2014-2019)?
Sesuai Visi Misi Bupati Tuban Fathul Huda di tahun 2016-2021 yakni, Kabupaten Tuban yang lebih religius, bersih, maju dan sejahtera. Melalui tugas pokok dan fungsi DPRD membentuk Perda, Anggaran (APBD), dan Pengawasan, kami mendukung Visi Misi tersebut. Diantaranya mendukung Pendidikan Karakter Anak melalui pembentukan Perda Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pendidikan Akhlak Mulia. Melalui regulasi itu diharapkan generasi di Tuban bisa tmbuh sesuai dengan harapan, serta mewujudkan Tuban menjadi Tuban Bumi Wali yang sampai saat ini masih melekat kuat di tengah masyarakat.
Sedangkan pada periode Bupati Aditya Halindra Faridzki, dengan Visi Misi yang berbeda, “Membangun Serta mewujudkan Tuban Sejahtera, Berkeadilan, Berbudaya, Berdaya Saing dan Berbasis Lingkungan Melalui “Mbangun Deso Noto Kutho”. Kami juga terus mendukung program-program pembangunan yang dilanjutkan oleh Bupati saat ini melalui tiga tugas pokok dan fungsi kami di DPRD.
Program pembangunan yang baik adalah bersifat sustainable (keberlanjutan). Menurut Anda program pembangunan apa saja yang berkelanjutan sepanjang pemerintahan dua bupati tersebut yang dikawal DPRD?
Pembangunan infrastruktur yang terus dilaksanakan oleh Bupati Halindra, terutama di jalan lingkar selatan (Ring Road) hingga saat ini pembangunan jalan masih terus dilaksanakan. Kemudian Kebijakan dalam bentuk bantuan kepada lembaga keagamaan juga masih dilaksanakan, hibah ke Lembaga serta pemberian insentif kepada guru TPQ walau harus didorong karena pemberian insentif yang sering molor.
Terkait tiga tugas fungsi Dewan (legislasi, budgeting dan controlling) program dan kebijakan politik apa saja yang menjadi prioritas dari DPRD dibawah pimpinan Anda selama dua periode?
Prioritas dalam kepemimpinan kami adalah legislasi, yakni membuat peraturan daerah (Perda). Mengingat fungsi Perda merupakan instrument kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah, dan tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan undang-undang. Selain itu fungsi dari Perda sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah.
Fungsi budgeting tetap kita laksanakan semaksimal mungkin, melalui Badan Anggaran untuk bekerjasama dengan Eksekutif dalam menyusun APBD. Sedangkan untuk fungsi controlling, tentunya kami sudah ada komisi-komisi yang sudah terbagi menjadi empat (4) komisi yang masing-masing mempunyai tugas dan fungsi pengawasan dalam bidang masing-masing. Pembangunan yang dilakukan pemerintah selalu direncanakan dengan matang bersama DPRD, lantaran dibiayai APBD yang harus dipayungi Perda produk Dewan.
Sepanjang dua periode sebagai Ketua DPRD, berapa Perda dan meliputi bidang apa saja yang telah dibuat bersama ekskutif, dari jumlah itu berapa Perda hasil inisiatif dari DPRD?
Untuk Perda inisiatif yang telah dibuat selama dua Periode kepemimpinan kami, ada 38 Perda yang telah disahkan. Sedangkan bidangnya, salah satunya yakni di tahun 2016 kami menetapkan Perda tentang Ketenagakerjaan, di tahun 2018 menetapkan Perda tentang perlindungan anak. (lihat grafis Perda Inisiatif DPRD 2014-2024)
Sesuai data statistic dari BPS sampai akhir tahun 2023 Kabupaten Tuban masih menduduki rangking 5 daerah miskin di Jawa Timur. Menurut Anda apa saja yang menjadi penyebabnya, dan bagaimana idealnya program pembangunan agar angka kemiskinan bisa ditekan?
Salah satunya yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) karena hal itu sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Masih banyak anak-anak di Tuban putus sekolah, dan tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi. Sejalan dengan faktor tersebut, prioritas program yang paling ideal adalah meningkatkan SDM masyarakat. Misalnya, di Bojonegoro sudah ada program satu desa 10 sarjana. Hal itu merupakan program ideal karena nantinya juga akan berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat.
Harapannya Pemkab Tuban juga bisa menganggarkan untuk program seperti itu sesuai kemampuan anggaran. Misalnya, bisa “satu desa satu sarjana”, kami rasa hal itu akan sangat membantu masyarakat. Mengingat di Tuban juga akan ada perusahaan raksasa, Pertamina Rosneft (NGGR), para pemuda harus disiapkan, sehingga nantinya tidak diisi oleh orang-orang dari luar Tuban.
Selain peningkatan SDM, hal lain yakni mendorong UMKM untuk terus meningkatkan produktifitas. Di tahun 2020 kami telah membentuk Perda Nomor 11 Tahun 2020 tentang pemberdayaan dan Pengembangan Usaha Mikro, sehingga para pelaku UMKM bisa membuat produk-produknya masuk di pasar modern, sperti Alfamart, Indomaret, Samudra, Bravo, dan lainnya yang ada di seluruh Tuban. Menurut masyarakat dari kebijakan tersebut juga sangat membantu perekonomian keluarga.
Hampir setiap tahun terjadi Silpa dari APBD hal itu bisa diindikasikan pelaksanaan program pembangunan dari Pemkab Tuban tidak berjalan maksimal. Terhadap hal tersebut bagaimana menurut pendapat Anda, dan apa saja solusi yang bisa ditawarkan Dewan terhadap permasalahan tersebut?
Terjadinya SILPA karena adanya permasalah dalam manajeman pemerintahan, yang meliputi aspek perencanaan, koordinasi, dan implementasi. Solusinya, melakukan perencanaan yang matang sebelum menentukan program pembangunan, sehingga programnya bisa berjalan dengan lancar. Selain itu koordinasi ekskutif dengan DPRD harus ditingkatkan dalam menentukan kebijakan program yang akan dilaksanakan.
Regulasi mengatur anggota DPRD melakukan studi banding atau kunjungan kerja (Kunker) ke luar daerah, tercatat volume Kunker Anggota DPRD Tuban ke luar daerah sangat tinggi. Mengapa program Kunker tersebut dilakukan dengan intensitas tinggi, apa latar belakang dari seringnya Kunker ke luar daerah tersebut?
Latar belakangnya kegiatan tersebut, di setiap daerah memiliki kebijakan yang berbeda setiap tahunnya, sehingga kami juga perlu berkonsultasi dan berkoordinasi dengan anggota DPRD dari daerah lain yang bisa kami implementasikan di daerah kami. Mengingat kami juga harus menentukan kebijakan- kebijakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan kebijakan kami juga perlu berkomunikasi dengan DPRD dari wilayah lain.
Terkait Kunker DPRD ke luar daerah tersebut, apa saja nilai manfaat bagi pemerintah kabupaten dan masyarakat dari rangkaian Kunker tersebut?
Tentunya ada banyak manfaat, kita bisa meniru/mencontoh program-program pembangunan atau kebijakan-kebijakan yang telah dibuat daerah lain untuk kita imlpementasikan di Tuban. Kita juga mempertimbangkan SDM baik dari OPD atau DPRD sendiri tidak sama, hal ini yang nantinya bisa kita konsultasikan dan koordinasikan bagaimana meningkatkan kualitas SDM itu sendiri.
Perubahan UU Pemerintah Daerah (UU Otonomi Daerah) telah mencabut kewenangan pemberian Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah pusat dan provinsi. Perubahan ini menyebabkan praktik penambangan tak bisa dikontrol lagi oleh Pemerintah Kabupaten, akibatnya praktik penambangan batu galian illegal marak di wilayah Tuban dan menyebabkan kerusakan lingkungan. Menurut Anda bagaimana menyikapi persoalan praktik tambang liar dan tanpa terjadi reklamasi di lahan pasca tambang tersebut?
Dari DPRD melalui Komisi I sudah berusahan semaksimal mungkin melakukan pengawasan terhadap praktik tambang liar yang ada di Tuban.
Masuknya industry di Tuban ternyata tak membawa kesejahteraan bagi masyarakat secara luas, terbukti angka penduduk miskin di Tuban tahun 2023 sebanyak 14,91 persen. Menyikapi fakta tersebut, bagaimana sikap Dewan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten?
Seperti yang sudah kami katakan tadi, diantara solusinya adalah peningkatan SDM pemuda yang ada di Tuban. Yakni, Pemkab memberikan beasiswa bagi para pemuda yang berprestasi untuk diberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perusahaan industri yang ada. Sehingga para pemuda ini tidak hanya menjadi penonton dan pekerja bawahan saja, namun bisa menempati posisi-posisi strategis.
Sepanjang 10 tahun memimpin DPRD Tuban Anda telah mengawal dan kebijakan politik Dewan terlibat berbagai perubahan di Bumi Wali Tuban. Menurut catatan Anda (Dewan) permasalahan apa saja yang sering muncul dirasakan masyarakat hingga diadukan ke Dewan, dan bagaimana Dewan menyikapinya?
Yang paling utama dan sering terjadi yakni aksi unjuk rasa dari buruh, mengingat di daerah ini ada beberapa industri yang besar. Tentu saja anggota DPRD tidak tinggal diam, kami akan membantu menjembatani antara buruh dengan perusahaan tersebut, sehingga ditemukan jalan keluar terbaik. Yang lainnya adalah aduan masyarakat terkait tanggung jawab sosial dari perusahaan, sehingga di tahun 2021 kami juga membentuk Perda inisiatif DPRD tentang tanggung jawab social dan lingkungan perusahaan (Perda No 21 Tahun 2021).
Hanya semasa kepemimpinan Anda di DPRD, lembaga Dewan tak lagi angker di mata publik, dan kebijakan Anda mengesankan fasilitas DPRD sebagai “rumah singgah” warga masyarakat. Bahkan beberapa ruang di DPRD Tuban menjadi tempat kegiatan seperti seminar, workshop, maupun kegiatan stakeholder masyarakat lainnya. Apa yang menjadi pertimbangan Anda membuka fasilitas Dewan untuk masyarakat tersebut?
DPRD adalah wakil rakyat, menjadi kewajiban saya selaku Pimpinan mengambil kebijakan, dan membuka ruang untuk rakyat agar masuk, melihat, dan memakai fasilitas yang ada di Kantor DPRD Tuban. Karena gedung ini juga merupakan “Rumah Rakyat” sehingga tidak hanya pejabat pemerintahan saja yang bisa menikmati fasilitas yang ada, rakyat juga mempunyai hak yang sama. Mulai periode kedua ini, saya membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat atau organisasi dapat menempati gedung ini selama tidak ada agenda kedewanan atau rapat. Sudah banyak yang menempati gedung ini untuk kegiatan-kegiatan yang sangat bermanfaat. Selain itu sudah banyak kunjungan dari lembaga pendidikan untuk mengenalkan kepada siswanya tentang Lembaga Legislatif, mulai dari TK hingga SMA yang ada di Kabupaten Tuban.
Sepanjang dua periode memimpin DPRD Tuban, tentunya telah banyak mengetahui sikap dan aspirasi masyarakat terhadap kebijakan dari pemerintah daerah. Menurut Anda bagaimana sikap masyarakat yang ideal agar bisa terlibat dalam pengambilan keputusan politik di tingkat kabupaten?
Sikap masyarakat yang ideal adalah yang juga aktif, turut serta dalam memberikan kritik dan saran pada pemerintah daerah dalam menjalankan kepemimpinan, karena dengan hal itu akan dapat membantu pemerintah dalam mewujudkan pembangunan dalam segala bidang.
Terhadap fakta-fakta social, politik, dan ekonomi di Kabupaten Tuban tersebut, apa harapan dan keinginan Anda kepada Pimpinan DPRD, dan Bupati/Wabup Tuban ke depan?
Harapan bagi Pimpinan DPRD yakni dapat melanjutkan program-program prioritas DPRD yang sudah ada saat ini, serta tetap memberikan ruang bagi masyarakat untuk bisa mengakses/berkegiatan di kantor DPRD. Menerima aspirasi masyarakat serta memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi.
Harapan untuk Bupati dan Wakil Bupati mendatang, yakni melanjutkan program prioritas yang telah dilaksanakan. Pembangunan tidak hanya dalam bidang infrastruktur saja, namun harus dalam segala bidang. Lebih utama adalah peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) karena merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup masyarakat atau penduduk. Pembangunan harus mengutamakan mereka sebagai pusat perhatian, apa saja yang dibutuhkan masyarakat. (tbu)