SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro — Perwakilan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (SKK Migas Jabanusa) mengklaim wilayahnya mencapai produksi minyak 24 persen dari total keseluruhan produksi minyak nasional. Hal ini menegaskan peran strategis SKK Migas di wilayah ini dalam menopang produksi minyak di Indonesia.
Kepala Perwakilan SKK Migas Jabanusa, Anggono Mahendrawan, mengumumkan capaian produksi minyak, kondensat, dan gas di wilayahnya dalam agenda Lokarya Media Jatim-Jateng di Semarang, Jateng, Selasa – Rabu (7-8/10/2025).
“Untuk minyak tercapai produksi sekira 180 ribu barrel oil per day (BOPD). Itu sekitar 24 persen dari produksi minyak nasional (Produksi minyak nasional saat ini 244 ribu BOPD),” katanya dikutip Suarabanyuurip.com, Kamis (9/10/2025).
Kemudian untuk gas tercapai sekira 675 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) atau Juta Standar Kaki Kubik per Hari. Produksi ini merupakan 10 persen dari total 1.040 MMSCFD produksi gas nasional.
“Kami ingin menegaskan peran strategis SKK Migas Jabanusa dalam menopang terkait produksi minyak nasional,” tegasnya.
Sementara itu, sasaran obyektif komunikasi dalam industri hulu migas, dikatakan, adalah mendorong pemerintah untuk memresentasikan kebijakan-kebijakan baru di industri ini, khususnya yang akan memacu ketahanan energi, pertumbuhan ekonomi, dan pengembangan masyarakat.
Ia juga menyebut, bahwa strategi komunikasi dengan memposisikan industri hulu migas sebagai partner strategis dari pemerintah dalam mencapai agenda ketahanan energi sesuai dengan asta cita Presiden Prabowo.
Sedangkan, media massa pada kegiatan hulu migas, adalah mitra strategis dalam menjembatani komunikasi antara industri hulu migas, pemerintah, dan publik.
“Kualitas dan konsistensi pemberitaan yang postif dapat membangun kepercayaan publik, sehingga diharapkan iklim investasi menjadi progresif,” ungkapnya.
Anggono pun membeberkan, neraca perdagangan minyak Indonesia masih defisit. Ini karena konsumsi minyak di dalam negeri lebih tinggi daripada produksi, dan hal ini mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Gas bumi, kata Anggono, masih menjadi unggulan Indonesia dan akan terus dibutuhkan sebagai energi transisi. Meskipun proporsi minyak dalam bauran energi menurun tetapi secara volume kebutuhan terus meningkat.
“Rencana ke depan adalah memenuhi kebutuhan energi minyak sambil terus mendukung transisi energi,” tandasnya.(fin)