Imlek Ajang Kenalkan Budaya Sejak Dini

SuaraBanyuurip.com - Ali Imron

Tuban –  Sedikitnya sekira 1.000 siswa TK dan PAUD se-Kabupaten Tuban, Jawa Timur, antusias ikuti lomba mewarnai barongsai, dan lampion di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwan Shing Bio (KSB) Tuban. Momentum tersebut digelar dalam rangka mengenalkan budaya Tionghoa, bersamaan perayaan Imlek tahun monyet api 2567.

“Kita harapkan generasi Tuban sejak dini lebih mengenali budaya,” kata Ketua panitia Imlek TITD KSB Tuban, Liu Pramono, kepada Suarabanyuurip.com, ketika ditemui usai lomba berlangsung, Senin (08/02/2016).

Salah satu caranya dengan mengenalkan seni tari tradisional Barongsai, dan makna adanya lampion dalam perayaan Imlek. Terbukti, seluruh peserta semangat mewarnai sesuai ekpresi dan seleranya.

“Panitia menyiapkan media lukis Barongsai dan lampion,” jelasnya.

Lomba yang digelar sekira pukul 10:00 WIB tersebut, berlangsung lancar walaupun kondisinya penuh sesak. Baik pengunjung lokal, maupun umat Tri Dharma yang hendak menjalankan ibadah.

“Sebelumnya panitia hibur atraksi Barongsai dahulu,” tambahnya.

Diketahui, Barongsai mulai dikenal pada masa dinasti selatan utara, sekira tahun 420 sampai 589 Masehi. Masuk di Nusantara sekira abad ke 17, bersamaan dengan migrasi masyarakat China ke Indonesia.

Baca Juga :   Cawabup Mitroatin Nyoblos Diantar SW Yudha

Tak lama berkembang sekira tahun 1965 terhenti, penyebabnya situasi politik saat itu tidak memungkinkan seni Barongsai dimainkan.

“Ketika itu hanya dapat dijumpai di Semarang,” ungkapnya.

Selain itu seni Barongsai atau dikenal tarian singa dibagi dua, meliputi singa utara, dan selatan. Keduanya memiliki perbedaaan dari tarian, maupun perwujudan fisiknya.

Terkait perwujudan singa selatan, memiliki corak sisik yang lebih mencolok dengan jumlah kaki  kisaran dua sampai empat. Selain itu, kepala singa selatan terpasang tanduk, serupa binatang Kilin.

“Banyak perbedaan antara singa selatan dan utara,” ujarnya.

Perwujudan singa utara lebih menonjolkan sisi naturalnya, dan unggul gerakan yang lebih agresif, serta lincah. Gerakan barongsai utara juga lebih dinamis karena memiliki empat kaki.

Sedangkan, singa selatan identik dengan gerakan kepala yang kuat, dan energik beriringan dengan tabuhan gong dan tambur.

Sementara, Gunawan Putra Irawan, selaku Ketua umum TITD KSB Tuban berharap, adanya pertunjukan seni tari Barongsai mampu memikat perhatian generasi muda Tuban. Harapannya kedepan mau belajar, dan mewarisi budaya etnis Tionghoa tersebut.

Baca Juga :   Dua Desa di Bojonegoro Masuk 6 Nominator Jatim Lomba Video Kreatif

Ketika disinggung terkait warna merah lampion sebagai simbol harapan, agar selalu diberi rejeki berlimpah di tahun yang akan datang. Keberadaan lampion warna merah tidak dapat dipisahkan dari perayaan Imlek, sekaligus menandai peralihan tahun dalam penanggalan Tionghoa.

Diketahui, lampion disinyalir muncul sekira abad ke 3 Masehi, dan populer di daratan China pada dinasti Xi Han. Bersamaan pula dikenalnya teknik pembuatan kertas pada masa itu.

Ketika itu, lampion banyak bahan yang digunakan untuk membuat lampion, diantaranya, kertas, kulit binatang, dan kain putih. Selain itu, mulai diidentikan dengan pergantian tahun ketika era dinasti Ming.

“Kami minta Barongsai maupun lampion, tidak dimaknai sekedar seni pertunjukan semata,” pungkasnya. (Aim)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *