Kreativitas Budidaya Sayuran Tingkatkan Ekonomi Keluarga

21033

SuaraBanyuurip.comArifin Jauhari

Bojonegoro – Memiliki lahan terbatas tak lantas menyurutkan niat Teguh Prasetya, warga Desa Sendangrejo, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, untuk bisa mendapatkan sumber penghasilan keluarga. Dengan berbudidaya berbagai tanaman sayuran dipekarangan yang tak begitu luas, mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya.

Pria berusia 28 tahun ini mengaku, belajar bertani sayur-sayuran sejak tahun 2013, dengan teknik tanam hidropronik. Itupun dilakukan dengan otodidak tanpa ada yang mendampingi.

“Saya dulu mengikuti grup di media social membahas cara tanam hidroponik. Pertama saya tanam cabai hias. Sebagai penyaluran hobby bercocok tanam,” kata Teguh, kepada Suarabanyuurip.com, Senin (28/9/2020).

Dua tahun kemudian, lanjut Teguh, baru beralih ke tanaman sayur. Mulai selada, bawang pre (daun bawang), seledri, tomat, sawi, pokcoy, hingga bayam merah dengan cara tanam tanpa media tanah.

“Modal awal untuk beli bibit sayuran dan alat tempat budidaya dulu hanya Rp300.000. Bahkan untuk meminit anggaran, saya pakai paralon bekas instalasi budidaya ikan tombro untuk modul,” tuturnya.

Pria ramah ini menjelaskan, perjalanan usaha budidaya sayur yang digelutinya bukan berarti tanpa sandungan. Pernah pula merasakan kegagalan. Karena praktek tanam yang dilakukan hanya sebatas meniru teman-temannya.

“Saya praktekan otodidak tanpa dampingan langsung. Dulunya juga sering gagal, tapi alhamdulilah lama-lama berhasil juga sampai sekarang hasilnya bisa saya rasakan,”  ucapnya.

Deck Roof atau ruang terbuka di lantai atas rumahnya yang berukuran 9×9 M2 (meter persegi) sekarang dijadikan taman hidroponik. Dengan mampu menampung hingga 40 pipa modul yang terbuat dari paralon. Masing-masing terdiri dari 10 deret, tiap blok berukuran 6×1,5 meter yang terletak di lantai.

Baca Juga :   Di Komisi VI DPR RI, Mendag: Stok Migor Kemasan Cukup, Pemerintah Subsidi Migor Curah

“Ada dua blok, dan dua blok terdiri dua kali sepuluh berjajar ke atas berukuran sama,” ucapnya.

Pada modul inilah terletak lubang-lubang sebagai titik untuk menempatkan media rockwoll. Bentuknya mirip dengan busa kuning yang biasa terlihat pada jok kendaraan. Rockwool ini terbuat dari kapas, mudah sobek dan sangat bagus menyerap air. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air diambilkan dari sungai yang tak jauh dari rumahnya.

“Agar air tetap mengalir lancar saat listrik padam, saya siapkan genset. Alhamdulillah untuk kebutuhan air praktis hampir tak ada kendala, Mas,” tambahnya.

Teguh mengaku, saat ini produk tanaman yang paling banyak tersedia, yaitu selada dan seledri. Semuanya ada kurang lebih 1.200 titik, 600 titik untuk tiap jenisnya. Karena dua jenis ini merupakan yang paling tinggi permintaan pasar saat ini.

“Untuk tiap titik selada harganya Rp.3000, sedang seledri Rp.5000, karena masa panennya lebih lama,” ujar pemuda berperawakan sedang.

Pemuda yang pernah menjadi narasumber di Lapas Bojonegoro ini menuturkan, sebagian besar hasil panennya dijual via online untuk depot dan rumah makan di kota, dan sisanya dijual di Pasar Sendangrejo, dan warga sekitar tempat tinggalnya, yakni di Dusun Balong RT.20, RW 02, Desa Sendangrejo.

Untuk memenuhi permintaan pasar, ia tidak selalu bisa setiap hari. Karena ada siklus panen tiap jenisnya, dan butuh menyesuaikan waktu masing-masing tanaman sayuran.

“Saya menyemai tiap minggunya. Untuk selada memiliki masa panen 45 hari, jenis sawi-sawiaan lebih cepat antara 28-30 hari. Sedangkan seledri paling lama, yaitu butuh waktu tiga bulan baru panen,” katanya.

Baca Juga :   Libatkan PEPC, Laba Bank Sampah Gagasan Mukhlas Tembus Rp60 Juta

Menurut Jejaka lulusan SMKN 2 Bojonegoro tahun 2010 ini, dirinya kewalahan memenuhi permintaan pasar. Hal ini dimungkinkan karena masih minimnya pembudidaya sayuran teknik hidroponik di Bojonegoro.

“Pangsa pasarnya sangat terbuka lebar,” tandasnya.

Ditambahkan budidaya sayur-sayuran yang dilakukan saat ini telah menjadi tempat bagi warga masyarakat yang ingin belajar. Diantaranya dari para pemuda desa sekitar, seperti Ngablak, Ngulanan, Sumodikaran, Sumberarum, hingga para mahasiswa beberapa perguruan tinggi swasta, dan beberapa santri Ponspes dari kecamatan tetangga.

“Selain mendapatkan hasil untuk meningkatkan ekonomi keluarga, alhamdulillah juga bisa berbagi ilmu terhadap saudara-saudara kita, dan semoga bermanfaat,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Sendangrejo, Moch. Musta’in, menyatakan, mendukung dan sangat mengapresiasi dengan kreatifitas warga desanya tersebut.

“Beberapa kali saya juga memberikan pengarahan dan informasi perihal bantuan UMKM yang bisa diajukan oleh Teguh,” kata Musta’in ditemui terpisah.

Musta’in berharap, dari lima ribu penduduk Sendangrejo yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, terus bermunculan Teguh-Teguh lainnya. Sehingga mampu meningkatkan perekonomian Desa Sendangrejo. Kebetulan pertanian di Sendangrejo, hasil  panennya cukup baik, dan sampai tiga kali panen.

Bahkan sekarang tidak hanya tanam padi saja, tapi juga sudah bertanam berbagai jenis palawija. Seperti bawang merah, kacang, kedelai, serta palawija lainnya.

“Dari 100% lahan garapan pertanian bisa saya katakan 75% masih produktif meski musim kemarau. Karena didukung pengairan dari sungai melalui pipa-pipa yang ditanam di bawah tanah menuju persawahan,” ujar kades tiga periode ini.(fin)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *