SuaraBanyuurip.com -Â Totok Martono
Tuban- Para kandidat kepala desa di Kabupaten Tuban, Jawa Timur harus merogoh kocek lebih untuk mengikuti pemilihan kepala desa (Pilkades) yang serentak akan dilaksanakan, Senin (15/7/2013) mendatang. Pasalnya pelaksanaan pesta demokrasi di tingkat desa di Bumi Wali -sebutan lain Tuban- tersebut pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan bertepatan dengan bulan ramadan dimana harga komoditi di pasar melonjak tajam.
Karena sudah menjadi tradisi dimanampun pelaksanaan Pilkades selalu disertai dengan pemberian jamuan oleh para calon. Mulai dari makan, rokok, makanan ringan, bahkan tak jarang yang memberikan uang. Pemberian jamuan atau biasa disebut buka warung untuk warga itu dilakukan para calon jauh hari sebelum pencoblosan digelar. Kondisi itulah yang mengharuskan para calon mengeluarkan biaya besar demi menarik simpati masyarakat untuk menjadi petinggi desa.
Sebab, selain para calon kades juga harus membayar biaya pendaftaran yang nilainya mencapai puluhan juta. Belum lagi biaya laiannya seperti memesan benner dan spanduk. Padahal harga barang-barang kebutuhan pokok pasca kenaikan harga BBM dan bulan ramadan kali ini terasa mencekik leher.
Beberapa calon kades yang ditemui SuaraBanyuurip.com mengaku, karena Pilkades di Tuban berlangsung pasca kenaikan harga BBM dan jatuh pada bulan ramadan, mereka harus mengeluarkan biaya jauh lebih besar dibanding lima tahun lalu saat mereka mencalonkan.
“Contoh kecil untuk biaya bener. Ukuran 3 X 1 meter dulunya Cuma Rp20 ribu, sekarang naik Rp35 ribu mas,” kata calon kades Mrutuk, Kecamatan Widang Sunarto.
Walau dia maju sebagai calon tunggal, calon incumbent ini mengaku biaya yang dikeluarkan lebih besar karena semua harga-harga barang semua naik.
“Biaya yang terlihat kecil namun kenyataannya cukup besar yaitu buka warung. Kita harus menjamu warga dengan makanan, minuman dan rokok. Biaya membengkak karena semua barang naik,” ungkap Sunarto.
Keluhan sama juga disampaikan calon kades Senori, Kecamatan Merakurak Turnudji. Dari kalkulasinya, biaya yang dikeluarkan untuk pilkades membengkak hingga 30 persen. “Mau seadanya atau sederhana jelas tidak mungkin mas. Karena saya punya satu rival. Harus pandai-pandai mengambil hati warga,” sambung calon kades incumbent yang memiliki rival kades incumbent juga.
Calon Kades Sambongrejo, Kecamatan Semanding, Sulasim, mengaku hal yang sama. Dia yang mencalonkan diri bersama istri, juga merasakan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat kembali menjadi orang nomersatu di desanya.
“Mau gimana lagi mas. Sudah diniati. Yang penting bisa jadi kades lagi,” tandas Sulasim.
Biaya paling besar yang harus dikeluaran para calon kades yaitu saat pencoblosan dimana para calon kades harus memberikan uang kepada warga yang akan menggunakan hak pilihnya. Para calon tidak bisa mengabaikan peraturan tidak tertulis ini karena takut warga akan memboikot.
“Kalau dulu saya kasih perhak pilih Rp30 ribu. Sekarang naik Rp50 ribu mas. Kalau nggak gitu kuatir nggak mau mencoblos saya,” pungkas seorang kades di Kecamatan Rengel yang keberatan namanya ditulis. (tok)