Berikut Jawaban Komisi VII DPR

SuaraBanyuurip.com D Suko Nugroho

Bojonegoro – Bupati Bojonegoro, Jawa Timur, Suyoto tengah mempersiapkan konsep dana abadi yang diambilkan dari pendapatan migas. Saat ini, kebijakan tersebut sedang dalam tahap penyiapan peraturan daerah (Perda) sebagai payung hukum.

Untuk menyempurnakan regulasi Dana Abadi tersebut, Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu meminta masukan sejumlah pihak, termasuk Komisi VII DPR RI.

Berikut transcript telewicara Bupati Bojonegoro, Suyoto bersama Wakil Komisi VII, Satya W. Yudha Komisi, Pada 20 Januari 2016 lalu.

Kang Yoto: Bagaimana soal dana abadi bojonegoro menurut  Mas Satya?

Satya : Saya sangat menyambut baik gagsan daripada Pemkab Bojonegoro untuk menyisihkan sebagian dari pendapatan minyak kita atau gas kita, karna itu sebagai fossil fuel yang dari waktu ke waktu akan habis, untuk disishkan dana itu untuk digunakan sebagai kelanjutan daripada pembangunan ataupun memberikan kontribusi untuk anak cucu kita kedepan. Karna sifat daripada resources kita yang aktif karena fossil fuel. Dan itu ditingkat nasional kita sedang rumuskan dengan Menteri ESDM dengan menggunakan istilah ketahanan energi yang sesuai dengan isi dari Undang-undang Energi Nomor 30 Tahun 2007 Pasal 29 Dan 30.

Di pasal itu disebutkan bahwa hasil daripada fossil fuel yang akan habis dari waktu ke waktu itu harus disisihkan sebagian untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan. Maksudnya adalah untuk sustainability daripada energy kita kedepan. Ini adalah amanat daripada UU, maka Kabupaten Bojonegoro sudah melangkah lebih maju, karena sudah memikirkan bagaimana hasil daripada sumber daya alam ini untuk digunakan pembangunan berikutnya atau digunakan untuk anak cucu kita kedepan. memang karena sifat dari resources yang akan habis dari waktu ke waktu.

Kang Yoto: Ada selalu kekhawatiran kawan-kawan didaerah itu, misalnya nanti nomenklatur tidak ada di Kepmendagri.

Satya: Justru itu yang nanti bisa kita upayakan, karena ada perintah undang-undangnya walaupun bukan di undang-undang Pemda tetapi di UU Energi, hanya kebetulan implementasinya di tingkat regional. Maksudnya ditingkat Distrik atau Kabupaten. Itu tinggal kita nanti bagaimana caranya utk memberikan koneksi atau sambungan daripada perintah UU Energi itu. Jadi sudah ada cantolan, cantolan  hukumnya sudah ada dan pusat juga memikirkan itu. Selama ini hasil daripada migas kita itu tercampur menjadi satu masuk didalam Menteri Keuangan sebagai bendahara umum negara, lantas didistribusikan begtu saja untuk kepentingan nasional. Yang masuk kepada sektor untuk memelihara supaya sektor itu sustainable  karena flowbacknya sangat kecil dari penghasilan migas kita. Maka amanat UU Energi itu mensyaratkan untuk mendanai sebagian untuk pembangunan energi baru dan terbarukan supaya ada satu kelanjutan.

Kang Yoto: Boleh gak misalnya bahwa dalam konteks Bojonegoro karena saat ini pendapatan utama nya dari migas, begitu migas habis sebenarnya akan habis pembangunan. Maka dananya itu akan kita fokuskan utk pembangunan manusia Bojonegoro kedepan?

Satya: Bisa! yang jelas kita memanfaatkan hasil daripada fossil feul yang secara natural dia akan habis dari waktu ke waktu, sehingga kita memikirkan hasil ini akan dipergunakan untuk kelangsungan kehidupan kedepan  kan begitu. Di dalam UU Energi kita filosofi nya sama, karena fossil fuel habis disaat kita mempunyai penghasilan dri fossil fuel sehingga sebagian dananya untuk mengembangkan energi-energi baru yang relatiif bukan sebagai energi fossil fuel. Jadi yang new and renewable. Itu ide dasarnya sebetulnya kan sama dan senapas yang tertera dalam UU nya.

Kang Yoto: Waktu kemarin di Economic Chellenges kebetulan Mas Satya bersama Mas Pramu orang Bojonegoro. Jadi kita semua orang appreciete karena cocok dan sejalan dengan keinginan kita untuk membuat dana abadi. Kira-kira jika Mas Satya diperlukan lebih lanjut untuk memberikan masukan buat Raperda kita, boleh kan?

Satya: Boleh…boleh..saya sangat senang. Karena memang itu di tingkat pusat juga lagi kita diskusikan. Malah kemarin pemerintah walaupun tidak secara payung hukum belum siap dan mencoba dengan membebankan pada masyarakat pengguna BBM besarnya perliter 200 rupaih itu menjadi masalah besar, karena mekanisme daripada pemungutnya belum ada payung hukum. Bahkan sudah saya sampaikan ke Wapres dan Menteri ESDM untuk ditahan dulu karena inti dasarnya sudah betul tapi kita harus benahi payung hukumnya supaya dimasukan dalam PNBP dengan mekanisme-mekanisme  APBN. Sehingga pada waktu kita memungut pada masyarakat hasilnya ada, itu harus direncanakan mau dibelanjakan apa?  Nanti setiap tahun akan kita cek apakah serapannya sesuai harapan atau tidak, kena sasaran atau tidak  karena membelanjakannya itu perlu dipertanggung jawabkan apa benar dia mengutip itu dibelanjakan utk mememlihara kehidupan energi kita kedeapan.
Nah..kira kira seperti itu. Itu kan mekanisme yang sama cuma pak Bupati mencoba untuk kehidupan manusia, mengembangkan kehidupan manusia kedepan.  Jadi saya pikir ide dasarnya sama, jadi kalo Bojonegoro memulai bisa menjadi pioner untuk tempat tempat lain.

Kang Yoto: Terimakasah, karena itu mohon betul betul supportnya nih Mas Satya.

Satya: INSHAALLOH…saya pasti akan di depan.


»Follow Suarabanyuurip.com di
» Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *