SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Bojonegoro – Sudah empat bulan lebih segel bertuliskan “Tanah Urug EPC-5 Belum Dilengkapi Dengan Pambayaran Pajak†masih menancap kokoh di sebelah timur fly over (jembatan layang), pintu masuk fasilitas produksi minyak Lapangan Banyuurip dan perkantoran Operator Blok Cepu, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL). Banner tersebut sengaja dipasang Dinas Pendapatan (Dispenda) Bojonegoro, Jawa Timur, sejak awal September 2016 lalu.
Bagi masyarakat yang melintas jalan Bojonegoro – Padangan, tepatnya di Desa Ngraho, Kecamatan Gayam, pasti dapat melihat dengan jelas segel tersebut. Karena banner itu ditancapkan di pinggir jalan raya.   Â
Segel tersebut sengaja belum dicabut Dispenda Bojonegoro karena sampai sekarang Konsorsium PT Rekayasa Industri (Rekind) – Hutama Karya (HK), pelaksana proyek rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (engineering, procurement and construction/EPC) – 5 Banyuurip, Blok Cepu, belum membayar kewajibannya.
Padahal pekerjaan yang dilaksanakan Rekind – HK telah selesai lima bulan lalu. Bahkan sebagian besar karyawan kontraktor yang digandeng raksasa migas Amerika Serikat itu telah angkat kaki dari Bojonegoro.
Namun kepergian Rekind dari Bumi Angling Dharma – sebutan lain Bojonegoro-masih meninggalkan tanggungan kewajiban. Yakni pembayaran pajak mineral bukan logam dan batuan senilai Rp800 juta.
Pembayaran pajak itu sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) No. 15 tahun 2010 tentang Pajak Daerah untuk tanah urug bagi perusahaan. Selain itu dikuatkan dengan Peraturan Bupati (Perbup) Bojonegoro No. 8 tahun 2013 yang mengatur besarnya tarif pajak tanah uruk.Â
Berdasarkan hasil penghitungan yang dilakukan Dispenda Bojonegoro, Konsorsium Rekind – HK melakukan pengurukan sebanyak 445 ribu meter kubik pada medio 2014 – 2015. Sesuai ketentuan dalam regulasi besarnya tarif pajak tanah uruk Rp7.200 per meter kubik.
Beberapa kali surat dilayangkan Dispenda kepada Rekind – HK untuk segera membayar kewajibannya. Namun baik Rekind maupun HK bersikukuh tidak mau membayar dengan alasan pajak tersebut telah dibayarkan kepada subkontraktornya yang melakukan pekerjaan pengurukan.
Merasa dipimpong, akhirnya Dispenda melayangkan surat kepada EMCL pada awal Desember lalu. Di alamatkan surat tersebut ke EMCL karena sebagai pemberi pekerjaan.
“EMCL telah lalai mengendalikan pajak rekanannya yang diberi pekerjaan,” kata Kepala Bidang Pemungutan dan Penagihan Dispenda Bojonegoro, Dilli Tri Wibowo kepada suarabanyuurip.com di sela-sela melakukan pengundian kupon kuliner berhadiah di gedung baru pemkab setempat, Kamis (15/12/2016).Â
Dilli berharap baik EMCL maupun Rekind – HK segera membayar kewajiban tersebut. Karena hal ini telah melanggar Perda No.15/2010 dan Perbup No. 8/2013.
“Ini sama saja memberi contoh tidak baik. Proyek ini kan proyek negara seharusnya mereka taat bayar pajak,” tegas Dilli.
Dikonfirmasi terpisah, juru bicara EMCL, Rexy Mawardijaya membenarkan telah memperoleh surat dari Dispenda Bojonegoro. Hanya saja surat yang diterima berupa tembusan, sedangkan surat penagihan ditujukan kepada Rekind – HK.
Saat ini, menurut Rexy, pihaknya sedang menindak lanjuti dan konfirmasikan hal ini dengan kontraktor EPC- 5 Banyuurip, dan juga berkoordinasi dengan Pemkab Bojonegoro. Karena dari hasil koordinasi yang dilakukan EMCL kepada Rekind – HK, pajak tersebut telah dibayarkan kepada subkontraktornya.
“Perbedaan inilah yang sedang kita fasilitasi,” ucapnya.
Yang pasti, menurut Rexy, EMCL mengikuti ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam kegiatan operasinya.(suko)