Diversi Kekerasan SMAN 4 Mencederai UU SPPA

Tunjukan surat diversi

SuaraBanyuurip.com - Ali Imron

Tuban – Orang tua dan pendamping korban dugaan kasus kekerasan siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 4 Tuban, Jawa Timur, WR (17) yang melibatkan oknum kepala sekolahnya sendiri, Suparlin (54) tak habis pikir Kepolisian Resort (Polres) Tuban justru mengirimkan surat perihal undangan membahas diversi perkara penganiayaan terhadap anak. Hal ini tentu mencederai UU SPPA.

Karena dalam Undang-Undang (UU) Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Nomor 11 tahun 2012, diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Setelah menerima surat Nomor B/208/V/2017/Satreskrim tertanggal 15 Mei 2017, Ayah WR, Eko Hendro Purnomo langsung menunjukannya kepada pendamping anaknya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR).

Dalam pertemuan singkat inilah, mulai terkuak bahwa Satreskrim Polres Tuban kurang memahami substansi dan maksud diversi yang tertera dalam UU SPPA. Oleh karena itu, Eko Hendro tidak menghadiri undangan pertemuan tersebut tanggal 18 Mei 2017, di ruang UPPA Satrekrim Polres Tuban.

“Klien kami hanya ingin kasus ini diselesaikan di pengadilan,” ujar Direktur KPR Tuban, Nunuk Fauziyah, kepada suarabanyuurip.com di kantornya Kelurahan Latsari, Kecamatan Tuban, Kamis (18/5/2017).

Nunuk sangat heran dengan surat undangan tersebut. Padahal diversi hanya bisa digunakan dalam kasus kekerasan yang melibatkan anak-anak di bawah usia 18 tahun. Sedangkan kasus dugaan kekerasan yang diduga dilakukan Suparlin usianya 54 tahun, dan WR sebagai korban usianya 17 tahun.

“Tentu ini kurang pas dilakukan Polres, karena yang berwenang memutuskan Diversi hanya Pengadilan Negeri (PN),” terang mantan Aktivis PMII Tuban ini.

Selain perihal undangan diversi, baik ayah WR maupun KPR menilai isi surat tersebut salah kaprah. Ditunjukkan langsung kepada wartawan suarabanyuurip.com, bahwa isi pemanggilan itu terkait kasus pencurian yang dilakukan Suparlin Kepsek SMPN 4 Tuban.

Kurang tertibnya dalam administrasi ini jelas sangat memalukan, khususnya lembaga korps berbaju cokelat tersebut. Meski ada bubuhan tanda tangan Kasatreskrim AKP Wahyudin Latif, tapi kekeliruan ini sangat disayangkan.

“Kenapa hal ini terjadi seolah suratnya copy paste,” jelas aktivis yang getol menyoroti isu kekerasan perempuan dan anak di Tuban.

Dikonfirmasi terpisah, Kasatreskim AKP Wahyudin Latif, bakal menanyakan terlebih dahulu ke stafnya. “Owh sebentar saya nanya ya, Mas,” singkatnya.

Kasubag Humas Polres Tuban, AKP Elis Suendayati, juga belum berkenan menjelaskan detail alasan undangan diversi tersebut.

“Hem..kita ketemu saja,” pintanya.

Hanya saja ketika ditanya ketemu dimana dan kapan waktunya, mantan Kapolsek Kerek ini belum merespon.

Kapolres Tuban, AKBP Fadly Samad, juga serupa belum merespon pesan yang dikirimkan suarabanyuurip.com sejak pukul 15:19 WIB.

Saat berada di kantor KPR, WR (17) mengaku sangat cemas, tertekan dan sedih dengan hari-harinya selama di sekolah. Dihadapan Nunuk, WR menceritakan apa adanya apa yang dirasakanya selama di kelas.

“Bagi guru yang tidak suka saya, menjelek-jelekan di kelas lain,” tegasnya tanpa basa basi.

Menurut cerita teman-temannya, ada oknum guru yang suka dan tidak suka dengan kasus dugaan kekerasaan yang diderita WR. Bagi yang tidak suka mengancam tidak menambah nilai siswa satu kelas WR.

Bahkan kalau Suparlin lolos dari hukum, WR akan dituntut balik oleh sekolah karena sudah mencemarkan nama baiknya. Mendengar cerita ini Nunuk sangat iba dan kasihan.

“Mulai sekarang jangan bersikap baik dan patuh jangan sampai melanggar aturan yang berakibat adanya skorsing,” tandasnya.

Diketahui, dugaan kasus pemukulan itu berawal saat korban WR (17) bersama 11 temannya, terlambat masuk sekolah lima menit dari jam masuk pukul 06:30 WIB. Saat dikumpulkan, awalnya kepsek hanya menasehati anak didiknya supaya tidak telat. Setelah itu, korban bertanya ke kepsek, kenapa kalau siswa terlambat dihukum sedangkan guru tidak?.

Mendengar pertanyaan tersebut Suparlin langsung menjawab, bahwa guru terlambat langsung ditangani olehnya. Sambil memukul bagian pelipis kepala korban. (Aim)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *