SuaraBanyuurip.com – Ahmad Sampurno
Blora -Â Memasuki semester dua tahun 2018 ini, Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Blora, Jawa Tengah, temukan 142 penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV). Tiga puluh empat diantaranya penderita baru di bulan September tahun ini. Penderita baru ditemukan saat melakukan volentary counseling and testing (VCT).
Pertama saat melakukan VCT di Kecamatan Kunduran, dari 19 orang yang dilakukan test, tiga orang diantaranya positif HIV. Lalu di Kecamatan Todanan dari 20 yang dites dua diantaranya positif.
Adapun di Kampungbaru, Kecamatan Jepon, dari 37 dilakukan tes enam diantaranya positif. Lokalisasi Nglebok, Kecamatan Cepu, dari 55 yang dilakukan tes 14 diantaranya positif. Di Lokalisasi Sumberagung, Kecamatan Cepu, dari 41 yang dites tujuh diantaranya positif. Terakhir dari Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II Blora dari 95 narapidana yang dites dua diantaranya juga positif HIV.
Kepala Seksi (Kasi) Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit DKK Blora, Sutik, mengatakan, total keseluruhan selama 2018 sampai September ini jumlah penderita HIV ada 142 penderita.
“Kemungkinan juga akan bertambah lagi,” ujarnya, kepada Suarabanyuurip.com, Senin (24/9/2018).
Terkait penemuan sejumlah penderita baru itu, Sutik menhimbau masyarakat untuk semakin berhati-hati atas penyebarannya. Sebab, HIV ini bisa menular siapa saja. Bahkan bayi pun bisa tertular.
Seperti halnya pada tahun 2016 lalu, satu bayi tertular dari ibunya. Selama ini penderita rata-rata adalah mereka yang memiliki usia produktif antara 20 sampai 40 tahun.
Tingginya angka penderita HIV di Blora tahun ini, sebenarnya bukan semua dari tempat prostitusi. Melainkan lebih banyak terdeteksi dari rumah sakit.
“Diketahui menjadi penderita HIV itu, karena mereka disinyalir memeriksakan diri dirumah sakit,” kata pria humanis ini.
Meski penderita di Blora tinggi, menurut Pria berkacamata ini, penderita sebenarnya banyak dari luar Blora. Sebab, mereka memeriksakan dirinya bukan hanya di satu tempat saja. Misalnya warga Blora yang terjangkit HIV biasanya tidak mau memeriksakan dirinya di kota asal.
Justru memeriksakan dirinya ditempat lain. Begitu juga yang ada di tempat prostitusi, mereka rata-rata dari luar Blora. Oleh sebab itu, Sutik meminta masyarakat yang masih suka di tempat prostitusi untuk berhati-hati.
Karena penderita HIV masa awal atau masa jendela atau masuk sebelum tiga bulan hingga enam bulan penderita HIV itu masih belum bisa terdeteksi. Meski demikian, sudah bisa menyebarkan virus.
Kalaupun sudah terkena HIV/AIDS maka harus melakukan pengobatan anti retro viral. Meskipun tidak mengobati tetapi bisa untuk menekan virus tersebut agar tidak lagi berbahaya.
Untuk diketahui, jumlah penderita HIV/AIDS di Blora cenderung menunjukkan kenaikan setiap tahunnya. Adapun tahun 2013 terdapat 30 penderita, tahun 2014 sebanyak 60 penderita, naik pada tahun 2015 sebanyak 81 penderita dan turun kembali pada 2016 ini hanya 78 penderita dan pada tahun 2017 melonjak menjadi 139 penderita. (Ams)