PWYP : Bojonegoro Harus Kelola Pendapatan Migas Secara Efisien

Bojonegoro Harus Kelola Pendapatan Migas Secara Efisien

SuaraBanyuurip.com - Ririn Wedia

Bojonegoro - Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, harus bisa mengantisipasi volatilitas harga minyak di dalam perecanaan pembangunan dan penganggaran setiap tahunnya. Apalagi sekarang ini Lapangan Minyak Banyu Urip, Blok Cepu telah mencapai produksi puncak 220.000 barel per hari (bph).

Demikian disampaikan Koordinator Koalisi masyarakat sipil, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah dalam diskusi publik berteme pentingnya pengelolaan pendapatan yang efektif dari sektor migas untuk pembangiunan berkelanjutan yang pro poor atau mengatasi  kemiskinan, kemudian kontekstual pada situasi daerah dengan meningkatkan potensi yang ada kemudian menghindari jebakan-jebakan daerah kaya SDA. 

Diskusi publik melibatkan Pemkab Bojonegoro, Kepala Desa ring 1 Migas, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan Mahasiswa dilaksanakan di Hotel Aston Bojonegoro, Kamis (14/2/2019) lalu. 

Maryati menjelaskan, diskusi publik dilaksanakan karena merupakan tahun pertama dari pemerintahan baru kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Anna Muawanah-Budi Irawanto.

Blok Cepu sudah mencapai puncak. Saat ini adalah waktu yang sangat efektif untuk mengelola pendapatan migas secara efisien dan mencapai indikator pembangunan yang jelas. Seperti penurunan angka kemiskinan berapa.     

“Saya melihat, Bojonegoro ini menjadi sorotan nasional maupun internasional karena beberapa tahun terakhir memiliki inovasi tata kelola pemerintahan yang baik.  Jangan sampai itu hilang,” lanjutnya. 

Sekarang ini masyarakat Bojonegoro makin kritis dan terbuka. Daerah industri ekstraktif harus memiliki pemimpin yang kuat, memiliki visi, dan juga terbuka secara partisipatif. 

“Nah di situ, dalam diskusi publik tersebut dibahas, bagaimana partisipatif itu dapat akuntabel dan transparan,” lanjut wanita ramah ini. 

Dengan begitu masyarakat bisa berpartisipasi. Jika ada situasi yang tidak dapat dihadapi oleh pemda, masyarakat bisa memahami sehingga timbul trust. 

“Kepemimpinan pemerintahan modern sekarang ini sudah tidak jamannya tertutup. Jika pemerintahannya tertutup, sudah pasti tidak akan dipilih lagi,” tegasnya.

Di tempat yang sama, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bojonegoro, I Nyoman Sudana mengatakan, APBD Bojonegoro 2019 disepakati Rp4,6 triliun. Tahun 2020 diestimasi sebesar Rp4,6 triliun, dan naik menjadi Rp4,7 triliun di tahun 2021. Tahun 2022 sebesar Rp4,78 triliun, dan diestimasi meningkat menjadi Rp4,8 triliun pada tahun 2023.

“Dapat dana bagi hasil migas itu ada enaknya, ada tidaknya,” sambunh Nyoman.

Keuntungannya, kata Nyoman, pendapatan daerah besar. Kerugiannya adalah, jika terjadi gagal bayar seperti tahun 2017 yang akhirnya mempengaruhi keuangan daerah. 

“Adanya gagal bayar membuat prediksi p endapatan kita meleset, akhirnya semua kgiatan OPD disesuaikan kembali,” tuturnya. 

Dari data yang didapat, proyeksi pendapatan DBH Migas tahun 2019 ini adalah sebesar Rp1,867 miliar, tahun 2020 sebesar Rp1,873 miliar, tahun 2021 sebesar Rp1,890 miliar, 2022 sebesar Rp1,953 miliar dan tahun 2023 sebesar Rp1,9 miliar. 

“Kita tidak bisa memprediksi adanya gagal bayar dan itu menjadi kendala selama ini,” pungkas Nyoman.(rien)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *