Suarabanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Kurban merupakan ibadah sunnah yang dilaksanakan umat Islam pada Hari Raya Idul Adha. Namun, umat muslim yang menunaikannya harus memperhatikan sejumlah larangan saat berkurban salah satunya menjual kulit hewan kurban.
Wakil Ketua (PD) Muhammadiyah Bojonegoro, Bagian Kebijakan Publik, Solikin Jamik mengatakan, banyak ulama yang berpendapat bahwa tidak diperbolehkan menjual sedikit pun bagian tubuh hewan kurban, baik itu kulit, bulu, maupun bagian tubuh lainnya.
“Beberapa pendapat ulama telah sepakat untuk melarang penjualan daging hewan kurban. Apalagi digunakan untuk makan bersama panitia kurban,” katanya, Kamis (29/6/2023).
Larangan tersebut, lanjut Solikin, menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Misalnya kulit kurban dijual dan hasilnya dibelikan kambing untuk disembelih dan dagingnya dimakan bersama panitia.
“Hal demikian ada yang menentangnya karena adanya larangan menjual kulit kambing,” katanya kepada suarabantuurip.com.
Menurutnya, persepsi itu bisa dijelaskan dengan narasi bahwa larangan menjual kulit kurban itu kalau uangnya dikembalikan atau diambil oleh pemilik kurban, karena kulit termasuk yang dikurbankan untuk dibagikan kepada masyarakat. Namun, menjual kulit kurban diperbolehkan asalkan hasil penjualan itu kemudian dibelikan daging atau dibelikan kambing dan dibagikan kepada yang memerlukan.
“Hanya saja kalau kulit kurban dijual kemudian dimakan bersama oleh panitia, rasanya kurang etis,” katanya.
Sebaiknya, lanjut Solikin, anggota panitia secara perorangan ataupun sebagian salah satu shahibul qurban boleh saja menerima daging kurban dari hasil penjualan kulit kurban. Selain itu, daging kurban dari hasil penjualan kulit oleh yang berhak menerimanya diserahkan untuk makan bersama.
“Jadi lembaga panitia tidak mendapatkan bagian sebagaimana dalam “amil zakat”, panitia zakat fitrah yang tidak dapat menerima bagian fitrah kecuali perorangan anggota panitia itu secara pribadi berhak menerima,” katanya.(jk)