Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro — Analis Muhammad Roqib memberikan tanggapan secara obyektif perihal debat publik pasangan calon (Paslon) bupati dan wakil bupati Bojonegoro yang berlangsung Rabu (13/11/2024) malam kemarin. Dalam catatanya, pasangan calon (paslon) nomor urut 01, Teguh Haryono-Farida Hidayati belum mengelaborasi penyelesaian suatu masalah. Sedangan paslon 02, Setyo Wahono-Nurul Azizah dinilai menonjol dan menguasai tema debat.
“Saya akademikus ya, jadi tidak memiliki pretensi memihak paslon 1 atau paslon 2,” kata Muhammad Roqib kepada suarabanyuurip.com, saat dihubungi Kamis (14/11/2024), di sela mengajar.
Debat bertema memajukan daerah, meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, disebutnya baik untuk melihat gagasan para paslon. Baik ide dari Paslon 01 Teguh Haryono- Farida Hidayati, maupun Paslon 02 Setyo Wahono – Nurul Azizah dalam menanggapi isu-isu dan pertanyaan dari para panelis. Keduanya dianggap memiliki komitmen yang sama dalam hal itu.
Namun, pria asal Desa Wedi, Kecamatan Kapas ini melihat paslon 01 Teguh-Farida merasa menjadi bagian dari penguasa sebelumnya. Maka kemudian ia mengklaim beberapa kebijakan yang dilakukan oleh bupati sebelumnya dianggap berhasil bagi pembangunan di Bojonegoro.
Terlihat dari mereka yang paling mencolok ketika membawa pembangunan infrastruktur, di mana banyak jalan kecamatan yang dikatakan nglenyer setelah dibangun. Selain itu tentang pelayanan kesehatan.
“Saya kira itu wajar ya, jika presiden, gubernur, atau bupati yang programnya melanjutkan penguasa sebelumnya atau menjadi bagian dari mantan petahana tentu akan mengklaim keberhasilan yang sudah dilakukan penguasa sebelumnya,” terang Dosen Fakultas Hukum ini.

Meski dalam hal ini bukan sebagai hubungan murni antara petahana dengan paslon, melainkan lebih kepada hubungan kekerabatan dari calon wakil bupatinya. Tetapi menurut Roqib bahwa itu adalah hal yang wajar.
“Politik itu kan seni segala kemungkinan menjadi mungkin. Celah sekecil apapun akan dimanfaatkan untuk bisa memenangkan pemilu, pilkada, maupun pilpres,” ujarnya.
“Paslon 1 ini kan merasa bahwa dia adalah keberlanjutan dari penguasa sebelumnya,” lanjut pria asli Bojonegoro yang mengajar di Universitas Muhammadiyah (UMM) Gresik ini.
Masalahnya kemudian, apakah program yang ditawarkan inovatif atau tidak. Menurut Roqib tentu saja Paslon 1 kurang inovatif. Karena hanya mempertebal atau berusaha memperbesar kemungkinan untuk menang saja.
“Saya lihat Pak Teguh selama ini tidak banyak berkiprah di Bojonegoro, banyak di luar Bojonegoro, dia yakin dengan pengalamannya akan bisa membawa kemajuan Bojonegoro, apakah bisa? Ya kita lihat apakah dia bisa meyakinkan masyarakat,” tuturnya memandang profil paslon.
Lalu untuk Farida Hidayati, dilihatnya berlatar belakang legislatif, maka ia kemudian banyak bermanuver dalam isu-isu terkait lingkungan, pembangunan daerah, dan banyak mengaitkan programnya dengan program Anna Muawanah.
“Sayangnya, program yang ditawarkan oleh Paslon 1 belum menyentuh akar persoalan, belum realistis. Misalnya mengatasi masalah banjir, kekeringan, itu belum sungguh-sungguh dielaborasi, belum terukur. Kalau menanam pohon nyuruh pengantin, la pengantin jumlahnya berapa?, kan gak banyak juga,” ucap Roqib.

Begitu juga tentang persoalan banjir bandang yang acap berasal dari wilayah Bojonegoro selatan, dan tentang sumber daya alam, minyak dan gas bumi, sekiranya suatu saat habis akan bagaimana, belum tersentuh secara jelas. Misalnya lagi tentang Energi Baru Terbarukan (EBT) juga belum dielaborasi.
“Sedangkan untuk Paslon 2, yang menonjol adalah Bu Nurul, karena beliau memiliki pengalaman yang panjang di birokrasi mulai dari staf sampai Sekda, sehingga cukup memahami isu-isu yang terkait dengan pemerintahan, lingkungan, bank sampah, pelayanan kesehatan, banjir, itu Bu Nurul saya lihst sangat mumpuni, dan menguasai tema debatnya,” tegas Roqib.
Kendati, Setyo Wahono pun tak kalah bagus. Karena lebih banyak melakukan pendekatan yang sifatnya adalah merangkul dan kemudian mengajak untuk berpolitik secara damai, santun, dan adem. Di sini ia berpandangan, Wahono memiliki pengalaman panjang di bidang pengabdian masyarakat di gerakan sosial.
“Saya kira mereka bisa saling melengkapi satu sama lain ya, Pak Wahono dan Bu Nurul ini. Tapi yang terpenting dalam catatan saya, debat publik berlangsung dengan baik,” tandasnya.
Senada disampaikan Akademisi dari Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (Unugiri) Bojonegoro Suudin Aziz. Menururnya, penyampaian materi dari kedua paslon belum menampilkan data secara gamblang. Misalnya pada sesi saling bertanya antaran paslon seharusnya dipakai untuk menanyakan program lawan dan mencocokan dengan fakta.
“Meski kedua paslon memiliki keunggulan masing-masing, namun kesesuaian dengan pertanyaan paslon 02 unggul,” katanya.(fin/jk)