SuaraBanyuurip.com – Paijan Sukmadikrama
Tuban – Tingginya angka perceraian dan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Kabupaten Tuban, Jawa Timur menjadi perhatian serius Pasangan Calon (Paslon) Bupati-Wabup Tuban, H Riyadi – H Wafi Abdul Rosyid. Apalagi pasca perceraian pihak wanita beralih tugas menjadi Kepala Keluarga yang harus membiayai hidup keluarga, dan anak-anak hasil pernikahan.
Menjadi masalah besar jika perempuan setelah bercerai tak memiliki pekerjaan, ketrampilan, atau bahkan semasa menjadi ibu rumah tangga tak bekerja. Dampak dari perceraian seperti itulah yang harus dicarikan solusi. Termasuk pula menyiapkan program perlindungan kepada kaum perempuan dari kasus kekerasan seksual.
Data dari Pengadilan Agama (PA) Tuban menyebut, angka perceraian yang diputus pengadilan dalam tiga tahun terakhir rata-rata mencapai 2.000 lebih kasus. Pada 2021 sebanyak 2.512 kasus, 2022 sebanyak 2.401 kasus, 2023 sebanyak 2.528, dan hingga bulan Juli 2024 sebanyak 1.072 kasus. Rata-rata umur wanita yang diputus perceraian adalah usia produktif, yakni 40 tahun.
Sedangkan angka kekerasan terhadap istri yang rata-rata berujung pada perceraian, sesuai data dari LBH KP Ronggolawe Tuban, sepanjang tiga tahun terakhir sebanyak 120 kasus. Rinciannya pada tahun 2021 sebanyak 16 kasus, 2022 sebanyak 40 kasus, 2023 terdapat 33 kasus, dan tahun 2024 sebanyak 40 kasus. Jenis kekerasan yang menimpa korban perempuan tersebut diantaranya adalah KDRT dan kekerasan lain dalam berumah tangga.
“Perempuan memiliki peran sangat penting dalam mendidikan anak, mereka harus diberdayakan melalui program khusus,” kata H Riyadi di samping Wafi Abdul Rosyid yang akrab disapa Gus Wafi.
“Program khusus tersebut juga untuk wanita yang telah bercerai, karena banyak dari mereka yang masih berusia muda tak memiliki skill untuk bertahan hidup. Jika tak diperhatikan bakal memunculkan permasalahan baru,” tambah Gus Wafi.
Sisi pemberdayaan perempuan, dan kesetaraan gender tampaknya lekat dengan rencana program yang akan mereka gulirkan. Ada enam pilar program yang diberikan khusus kepada perempuan di Bumi Wali Tuban. Yakni, Penguatan gerakan ekonomi, Desa ramah lingkungan, Pemberdayaan hukum untuk akses keadilan, Penguatan partisipasi publik, Pendidikan peremuan sepanjang hayat, dan program Tanggap berdaya darurat.
Gus Wafi menyatakan, program penguatan ekonomi meliputi pembentukan koperasi, penguatan modal usaha, dan pendidikan pelatihan akses dan jaringan penjualan produk. Sedangkan untuk program desa ramah lingkungan berkelanjutan, mengarah pada mengembangkan bank sampah berjejaring dari tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten.
“Target program ini untuk membangun kesadaran kritis, dan melatih perempuan menjadi tangguh serta mandiri,” urai tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) Tuban yang ramah itu.
Agar perempuan di Tuban pandai dalam bidang hukum, mereka disiapkan program pemberdayaan bidang hukum untuk akses keadilan. Perempuan harus memiliki kesempatan yang sama mengikuti sekolah paralegal, dan pemberdayaan hukum yang berorientasi pada pembentukan pos pengaduan hukum untuk perempuan. “Perempuan harus memiliki pengetahuan tentang hukum, agar tak lagi menjadi kurban kekerasan.”
Program lain khusus perempuan yang disiapkan adalah penguatan partisipasi publik. Wujud dari program ini, diantaranya, pembentukan balai perempuan di setiap desa untuk menguatkan pengetahuan dan pendidikan politik, partisipasi publik, dan perihal jurnalistik.
Termasuk juga skema program pendidikan perempuan sepanjang hayat. Bidang ini cakupannya meliputi, pendidikan non formal berupa kesetaraan fungsional, dan kesetaraan paket A, B, dan paket C. Kemudian dipertebal dengan pendidikan ketrampilan, dan pendidikan kesehatan reproduksi (Kespro).
Program khusus perempuan lainnya, berupa program tanggap dan berdaya darurat. Program ini mengarah pada bidang kebencanaan. Rangkaian kegiatan dari program ini meliputi, pembentkan forum dialog yang focus pada mitigasi bencana, survival ketahanan hidup saat terjadi bencana, dan rehabilitasi bencana. “Program ini diikuti dengan membentuk kader tanggap dan berdaya darurat yang diisi para perempuan di setiap desa,” tegas Gus Wafi.
Rangkaian program khusus untuk perempuan tersebut, tambah Riyadi, merupakan bagian dari komitmen untuk memberi rasa adil kepada wanita. Apalagi untuk perempuan yang menjadi penyintas kekerasan, dan pasca terjadinya perceraian.
“Itu menjadi bagian penting dari konsep pembangunan berkelanjutan, termasuk ikhtiar dalam menekan angka kemiskinan,” pungkasnya. (ad)