SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Pemerintah pusat berencana membangun pabrik bio etanol dan metanol di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur dengan nilai investasi sebesar Rp 19 Triliun. Pengamat Energi Universitas Bojonegoro (Unigoro), Erwanto, M.Si., menyebut industri tersebut bakal menciptakan aktivitas pertanian di sektor hulu maupun hilir yang dapat menggerakkan ekonomi masyarakat.
Menurut Erwan, Kabupaten Bojonegoro memiliki komoditas pertanian yang bisa menjadi bahan baku utama bio etanol. Potensi tanaman yang bisa dijadikan bahan baku bio etanol adalah jagung dan tebu.
“Tanaman itu mengandung glukosa atau karbohidrat bisa difermentasi dan menghasilkan bio etanol,” ucapnya, Rabu (4/12/24).
Erwanto menerangkan, bio etanol adalah bahan bakar yang bisa diperbarui dan bersumber dari nabati atau tanaman. Bahan bakar ini pernah diciptakan kelompok mahasiswa prodi kimia Unigoro pada 2022. Mereka menciptakan bio etanol berbahan dasar bonggol jagung yang memiliki kandungan selulosa dalam bentuk padatan.
“Tapi tentu lebih susah karena bentuknya padatan. Tapi kalau tanaman itu mengandung karbohidrat dalam bentuk cair lebih mudah dikonversi menjadi bahan bakar dibanding bentuk padatan,” terangnya.
Dosen Kimia Unigoro ini melanjutkan, jika pembangunan pabrik metanol dan bio etanol terlaksana di Bojonegoro, akan ada potensi aktivitas di sektor hulu maupun hilir. Di sektor hulu, petani bisa memprioritaskan menanam tanaman tertentu untuk menjadi bahan baku utama bio etanol. Selain itu, masyarakat setempat juga akan terlibat dalam proses distribusi dan menggerakkan perekonomian warga yang tinggal di sekitar pabrik.
“Misalnya bahan baku bio etanol di sini nanti adalah jagung, berarti petani akan memrioritaskan menanam jagung. Tapi kita kan belum tahu kepastian bahan baku yang akan dipakai seperti apa. Masih mentah atau sudah dimurnikan, lalu di Bojonegoro tinggal produksi. Jika petani difasilitasi untuk menanam bahan bakunya, kemudian crude (bahan mentah, Red) langsung dikirim ke industri, artinya petani terlibat langsung. Sehingga aktivitas di sektor hulunya hidup. Hilirnya juga bisa dihidupkan,” paparnya.
Erwanto menilai, bio etanol menjadi solusi untuk menciptakan bahan bakar yang ramah lingkungan dan sustainability (berkelanjutan, Red). Mengingat bahan bakar fosil tidak bisa diperbarui lagi ke depannya.
“Trial (percobaan, Red) pemerintah untuk menciptakan BBM juga dari campuran-campuran bio etanol maupun bio diesel untuk meningkatkan kadar oktannya,” tandas pria yang juga Kepala Biro Kemahasiswaan dan Kerja Sama Unigoro.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia sebelumnya menyampaikan, pembangunan pabrik etanol dan metanol di Bojonegoro akan menelan investasi US$ 1,2 miliar atau setara Rp 19 triliun. Proyek ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan impor solar yang mencapai 80% dari kebutuhan dalam negeri.
“Pak Presiden memerintahkan untuk segera membangun industri etanol dan metanol. Sebab, 80% metanol sebagai campuran biodiesel masih kita impor,” ujar Bahlil di Jakarta, belum lama ini.(jk)