Hermeneutika Feminisme dalam Islam: Gagasan Amina Wadud Muhsin tentang Keadilan Gender

Fitria Yuliani.
Fitria Yuliani.

                Oleh : Fitria Yuliani

Amina Wadud Muhsin merupakan salah satu tokoh sentral dalam wacana tafsir Al-Qur’an berkeadilan gender. Ia dikenal luas karena keberaniannya mengkritik dan merekonstruksi penafsiran klasik yang bias patriarki, serta memperjuangkan hak-hak perempuan dalam Islam. Melalui pendekatan hermeneutik feminis, Wadud menawarkan paradigma baru yang menekankan pentingnya kesetaraan dan keadilan gender dalam memahami ajaran Al-Qur’an

Kritik terhadap Tafsir Klasik dan Budaya Patriarki

Wadud menyoroti bahwa banyak penafsiran klasik terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tentang perempuan dipengaruhi oleh budaya patriarki dan subjektivitas mufasir laki-laki. Akibatnya, perempuan kerap disubordinasikan dan dimarginalkan, baik dalam ranah domestik maupun publik. Ia menegaskan bahwa Al-Qur’an sejatinya tidak mendukung pengsubordinasian perempuan di bawah laki-laki, melainkan membawa pesan keadilan dan kesetaraan yang universal.

Metode Hermeneutika Tauhid: Pendekatan Holistik dan Kontekstual

Dalam menafsirkan Al-Qur’an, Amina Wadud mengembangkan metode hermeneutika tauhid, yang diadaptasi dari pemikiran Fazlur Rahman. Metode ini menekankan pentingnya membaca teks secara holistik, memperhatikan konteks ruang, waktu, budaya, serta komposisi gramatikal dan pandangan dunia Al-Qur’an itu sendiri.

Ia menawarkan empat pendekatan utama:
1. Analisis filologis (kajian linguistik kata-kata dalam Al-Qur’an).
2. Penafsiran tematik (mengumpulkan ayat-ayat berdasarkan tema).
3. Penafsiran kontekstual (memahami ayat sesuai situasi sosial dan historis).
4. Analisis dari perspektif perempuan.

Melalui pendekatan ini, Wadud berupaya mengungkap prinsip-prinsip fundamental Al-Qur’an, seperti keadilan dan kesetaraan, yang selama ini sering terabaikan dalam tafsir klasik.

Relevansi dan Kontroversi

Amina Wadud menegaskan bahwa penafsiran Al-Qur’an harus selalu relevan dengan konteks kehidupan modern. Ia tidak hanya berhenti pada tataran teori, tetapi juga mempraktikkan gagasannya, misalnya dengan menjadi imam shalat Jumat bagi laki-laki dan perempuan. Tindakannya ini menuai kontroversi, namun sekaligus menegaskan komitmennya terhadap prinsip persamaan hak dalam Islam.

Kontribusi Pemikiran Amina Wadud

Pemikiran Wadud memberikan kontribusi penting dalam wacana keislaman kontemporer:
– Menawarkan tafsir yang lebih adil dan setara bagi perempuan
– Menghidupkan kembali semangat ijtihad dan kreatifitas dalam penafsiran
– Membuka ruang partisipasi perempuan dalam kehidupan keagamaan dan sosial
– Menantang dominasi patriarki yang mengakar dalam tradisi tafsir klasik

Amina Wadud Muhsin telah membuka arah baru dalam tafsir Al-Qur’an dengan mengedepankan hermeneutika feminis dan pendekatan holistik. Ia membuktikan bahwa Al-Qur’an dapat ditafsirkan secara adil dan setara, tanpa bias gender, serta tetap relevan dengan tantangan zaman. Melalui kritik, reinterpretasi, dan aksi nyata, Wadud mendorong transformasi sosial dan keagamaan yang lebih berkeadilan gender dalam Islam.

Penulis adalah Wakil Ketua V Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan PC IPPNU Kabupaten Bojonegoro.

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait