Optimis Yang (tak) Realistis

SuaraBanyuurip.com - 

Oleh : Athok Moch Nur Rozaqy

TAHUN 2015 memasuki penghujung tahun. Perjalanan mega proyek andalan nasional di sektor migas ini diwarnai beragam dinamika. Dari tahun ke tahun, proyek Lapangan Banyuurip, Blok Cepu, yang berpusat di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, kerap menjadi sorotan. Sepanjang tahun 2015 beberapa momen menarik menjadi torehan sejarah pengerjaan konstruksi proyek di Lapangan Banyuurip. Keterlibatan konten lokal, indisen amuk massa hingga pengurangan tenaga proyek dalam jumlah besar. 

Dalam konteks pelaksanaan proyek konstruksi Lapangan Banyuurip, bisa dikatakan tahun 2015 ini adalah massa tenggang atas kegagalan tahun 2014 lalu. Di tengah upaya percepatan, di luar dugaan sebuah “tragedi” berupa insiden amuk massa membuat gempar. Tragedi itu terjadi pada 1 Agustus lalu. Dimana ribuan pekerja proyek di EPC-1 mengamuk secara masif. Ironisnya, pemicunya diduga hanya karena soal tekhnis dan toleransi. Maka tak salah jika muncul pertanyaan antara tragedi atau konspirasi. Insiden itu sepertinya menjadi catatan kelam sepanjang tahun 2015. Atau bahkan dalam sejarah pengerjaan proyek Banyuurip. Tragedi amuk massa sudah pasti berpengaruh terhadap pelaksanaan proyek.

Semangat proyek Lapangan Banyuurip adalah agar bagaimana muntahan minyak dapat menutup kekurangan produksi minyak secara nasional. Dari alasan itu pula pemerintahan pada rezim Soesilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla (SBY-JK) mempercayakan ExxonMobil sebagai operatorship Blok Cepu. Namun sayang, sejak kebutuhan energi minyak nasional sebanyak 1,1 juta barel dari tiga tahun lalu, hingga mendekati tahun ini naik menjadi 1,5 juta barel, puncak produksi dari Lapangan Banyuurip tak kunjung ada kepastian. Dibentuknya tim khusus Unit Percepatan Proyek Banyuurip sepertinya juga tidak membuahkan hasil signifikan. Uniknya, proyek Banyuurip telah lebih dulu diresmikan bertepatan jelang lengsernya pemerintahan presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2014 lalu.

Progres kekinian, jumlah produksi baru dikisaran 130.000 barel per hari (BPH). Tentu, jumlah itu belum dikatakan berhasil menembus angka 165.000 bph. Apalagi hingga mencapai angka 205.000 bph sebagaimana yang kerap dioptimiskan. SKK Migas pun seakan telah mengibarkan bendera putih lebih dulu terkait capaian produksi puncak Banyuurip di tahun 2015. Dengan kata lain, jumlah produksi yang ada di Lapangan Banyuurip belum bisa mencapai puncak produksi di tahun 2015.

Baca Juga :   Menunggu Ketegasan Sikap Bojonegoro

Disisi lain, harga minyak dunia sedang berada dimasa sulit. Fluktuasi harga tak tentu arah akibat konstelasi politik skala global. Tidak ada yang bisa memprediksi stabilitas harga minyak mentah dunia. Bahkan cenderung menurun. Terakhir harga minyak masih di bawah 50 US $ per barel.

Meski di bawah tekanan globalisasi kekurangan produksi minyak nasional harus dipenuhi. Memasuki akhir bulan Desember, SKK Migas menyebut angka produksi minyak mentah dikisaran 790.000 bph. Angka itu masih di bawah target lifting yang telah ditetapkan ditahun 2015 sebesar 825.000 bph. Ekspektasi peningkatan jumlah produksi masih terbuka. Setidaknya dalam kurun waktu kurang lebih dua minggu ke depan. Optimisme capaian puncak produksi harus realistis.

Dampak Bagi Daerah

Gejala tidak tercapainya produksi puncak lebih dini telah dirasakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojoengoro sebagai daerah penghasil. Dampak paling terasa adalah dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas.  Sebab, terundanya puncak produksi bersamaan fluktuasi harga minyak dunia berdampak pada stabilitas pendapatan Bojonegoro. Data dari berita suarabanyuurip, Pemkab Bojonegoro harus melakukan perubahan dalam draft Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) APBD Perubahan 2015 dikarenakan adanya penurunan pendapatan. Satu di antaranya karena alokasi DBH Migas. Yakni  Rp943 miliar turun menjadi Rp812,7 miliar. Penyebab penurunan DBH Migas ini, salah satunya karena harga minyak mentah dunia turun, dari asumsi awal US $ 60 per barel menjadi US $ 40 per barel.

Sesuai laporan dari Kementerian Keuangan (Kemenkue) yang diterima Pemkab Bojonegoro, penerimaan DBH migas pada 2016 diproyeksikan sebesar Rp1,068 triliun. Dari estimasi APBD 2016 Bojonegoro sejumlah Rp 3,5 trilun, pengurangan anggaran dapat dilakukan pada belanja langsung yang nilainya mencapai Rp1,75 triliun. Sementara pengurangan dilakukan sekitar 30 persen atau jika dihitung, maka alokasi belanja langsung akan berkurang sekitar Rp500 miliar. Akibatnya, Bojonegoro harus merevisi alokasi anggaran. Berkurangnya target perolehan DBH migas 2016 ini, secara otomatis mempengaruhi alokasi anggaran yang sudah ditetapkan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pemkab di dalam APBD 2016.

Ancaman Pengangguran

Dari sisi sosial, tahun 2015 ini juga menjadi ujian bagi ribuan pekerja proyek di rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (engineering, procurement and constructions/EPC) 1 dan 5 yang masih tersisa. Kegelisahan mulai menghinggapi para pekerja. Mau tidak mau mereka harus menerima nasib untuk disurplus. Catatan suarabanyuurip jumlah tenaga kerja di EPC-1 per akhir bulan Nopember tersisa 2500 orang. Sedangkan EPC – 5 tidak lebih dari 300 orang.

Baca Juga :   Menakar Dampak Positif Negatif Industri Migas Blok Cepu

Pun jasa lainnya juga tak luput dari imbas berakhirnya mega proyek ini. Sebut saja jasa parkir, kateringa, kos-kosan, perhotelan warung makanan dan minuman. Usaha ikutan yang sebelumnya menjamur bak jamur di musim penghujan itu dipastikan akan meredup. Mereka tak akan lagi dapat mengais rezeki dari tetesan keringat pekerja.

Namun, perlu disadari, industri hulu migas bukanlah industri padat karya yang terus menerus membutuhkan tenaga manusia. Persoalan ini tak bisa dikesampingkan begitu saja. Masalah sosial hendaknya mendapat prioritas untuk segera disiapkan solusi. Insiden amuk massa pekerja EPC-1 tak ubahnya people power yang mungkin akibat kurangnya perhatian.

Bahwasanya telah banyak yang dikorbankan demi kepentingan industri hulu migas di proyek Lapangan Banyuurip, Blok Cepu. Apresiasi dan penghargaan khusus patut kita berikan kepada masyarakat pemilik lahan yang telah merelakan lahannya terbeli. Para pekerja yang mempertaruhkan jiwa dan raganya sekalipun hak dan kesejahteraan terkebiri.  

Lain itu, di sisi lain, masyarakat Bojonegoro, khususnya warga sekitar proyek juga merasakan imbas harga kebutuhan hidup yang melonjak drastis seiring kedatangan pekerja dari luar daerah. Meski proyek telah selesai, namun mereka masih akan terlanjur merasakan dampak itu. Belum lagi, para pemuda yang enggan untuk kembali berladang setelah bertahun-tahun mereka memakai seragam proyek.  

Demikian kaleidoskop atau catatan akhir tahun dalam perspektif Suarabanyuurip Media. Kiranya dapat menjadi instropeksi sebagai bentuk resolusi memasuki tahun baru. Segenap redaksi Suarabanyuurip Media mengucapkan selamat tahun 2016. Semoga banyak cinta dan penuh damai di tahun baru. Resolusi tahun baru penuh semangat  baru, doakan mimpi pun tercapai di tahun baru.   

Penulis adalah Wartawan Suara Banyuurip

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *