Oleh : Diyah Ayu Sekar Langit
KABUPATEN Bojonegoro, Jawa Timur adalah salah satu kota minyak terbesar di Asia Tenggara. Konon, sesuai hasil studi yang sudah dilakukan, kandungan minyak di Sumur Banyu Urip, Blok Cepu yang dikelola Mobil Cepu Ltd. (MCL), anak perusahaan migas ExxonMobil dari Amerika Serikat itu mencapai 350 juta barel. Ditargetkan produksi puncak minyak Blok Cepu bisa mencapai 165 ribu barel hingga 185 ribu barel per hari (Bph) pada September 2014 mendatang. Tempat penambangan migas di Kabupaten Bojonegoro itu terdapat di Wilayah Kecamatan Gayam, kecamatan baru di Bojonegoro, yang meliputi Desa Gayam, Mojodelik, Brabowan, Bonorejo.
Dalam mengembangkan migas Blok Cepu ini operator telah membebaskan lahan sekira 600 hektar lebih untuk membangun fasilitas produksi minyak. Mulai fasilitas pemrosesan minyak, jaringan distribusi (pipa), tempat penampungan minyak ditengah laut, hingga fasilitas perkantoran. Ratusan hektar lahan itu berada dienam desa yakni selain empat desa diatas, ada dua desa lainnya yakni Desa Sudu dan Ngraho. Sebuah angka yang tak sedikit. Apalagi sebagian besar lahan yang dibebaskan itu adalah lahan pertanian yang menjadi gantungan hidup masyarakat di wilayah Gayam. Meskipun itu lahan tadah hujan.
Menyikapi hal tersebut, penulis selaku Mahasiswi Jurusan Ilmu Pemerintahan, ingin menganalisis pengoboran migas Blok Cepu yang berlangsung di Kabupaten Bojonegoro melalui perspektif ekonomi, Sosial, dan Lingkungan.
Proyek Migas dan Peningkatan Perekonomian
Setelah adanya proses penambangan minyak bumi dan gas alam di Bojonegoro, perekonomian di Bojonegoro mengalami peningkatan. Terlihat sekali selama tiga tahun terakhir ini mengalami peningkatan ekonomi yang sangat luar biasa. Kemajuan signifikan itu dapat dilihat dibidang pendidikan, kesehatan maupun infrastruktur. Hal itu tentu saja karena adanya kenaikan APBD Bojonegoro setelah dareahnya menjadi daerah penghasil migas. Perlu diakui, proyek Migas sangat memberikan sumbangsih banyak untuk pemasukan daerah. Contohnya di Desa Gayam, di desa itu akan dibangun program pembangunan dari dana APBD karena menjadi desa penghasil. Selain itu, banyak kemajuan yang nampak pada kehidupan masyarakat disana. Seperti, jarang sekali warga yang menggunakan sepeda pancal tapi sepeda motor. Baik itu ke sawah atau melakukan aktifitas lain.
Selain itu sepanjang jalan yang dulunya hanya selebar 3 – 4 meter, kini menjadi 7 – 8 meter dan tinggal. Bahkan jalan-jalan poros desa dan lingkungan disekitar pemboran telah banyak yang tersentuh program paving. Hal ini menunjukkan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro berhasil membuat program yang memberikan kesejahteraan masyarakat. Saya berharap, jika nantinya akan banyak investor yang masuk ke Bojonegoro dapat semakin memajukan perekonomian masyarakat. Penulis juga berkeyakinan kondisi itu pasti akan merembet pada masyarakat di desa/kecamatan lain.
Terjadi Perubahan Sosial dan Budaya
Disisi lain, penulis juga mencermati, masuknya industri migas di Kecamatan Gayam juga memberikan dampak sosial budaya. Sebab mayoritas masyarakat disekitar pengeboran migas Blok Cepu adalah petani. Mereka hanya menggantungkan hidup dari lahan pertanian. Namun sekarang ini masyarakat petani itu harus kehilangan lahan pertanian akibat adanya pembebasan lahan yang dilakukan oleh pihak pertambangan.
Apalagi, selama ini mereka belum disiapkan secara matang untuk menerima perubahan itu. Masyarakat tidak memiliki skill (keterampilan) memadai untuk mengikuti pesatnya laju industri didesanya . Akibatnya mereka sering tercampak dan tercecer dari kegiatan yang sedang berlangsung. Terlebih program pemberdayaan masyarakat (Community Development/CD) maupun tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) yang digulirkan operator maupun kontraktor belum benar-benar membuat mereka berdaya.
Disinilah masyarakat mulai mengalami perubahan dengan masuknya industri pertambangan minyak. Masyarakat mulai mengenal pegawai industri pertambangan minyak sebagai salah satu strata stratifikasi sosial masyarakat, dalam hal gaya hidup masyarakat mulai mengikuti gaya hidup perkotaan. Adat istiadat masyarakat masih dilaksanakan, pola pikir masyarakat menjadi lebih maju. Konflik juga terjadi dalam masyarakat, tetapi konflik tersebut dapat diselesaikan dengan kesepakatan yang terjadi antara kedua belah pihak.
Lingkungan Menjadi Panas
Dampak adanya tambang minyak bumi dan gas alam di Bojonegoro memiliki kesan negatif untuk dinilai. Saya sangat prihatin dengan kondisi yang dirasakan warga desa disekitar pengeboran. Mereka setiap hari merasakan cuaca panas setelah adanya proyek Migas Blok Cepu. Karena itu, sudah sewajarnya jika warga meminta lingkunganya direboisasi. Hal itu disampaikan oleh warga yang rumahnya dekat dengan lokasi pengeboran minyak. Mereka mengeluhkan udara yang panas serta minimya sumber air sejak proyek Migas Banyu Urip dimulai. Penyebabnya adalah pohon-pohon yang semula masih banyak dijumpai di desanya kini sudah dibabat habis untuk kepentingan industri migas.
Beberapa Hal Harus dibenahi
Proyek industri pertambangan minyak bumi dan gas di Kabupaten Bojonegoro memiliki dampak positif dan juga dampak negatif. Namun dampak itu dapat diseimbangkan dengan kebijakan baru agar masyarakat sekitar pengeboran tidak mengalami dampak negatif yang mengganggu. Seperti mengadakan reboisasi agar cuaca tidak panas dan pelestarian lingkungan. Karena terjadi perubahan yang sangat mencolok yaitu cuaca sebelum ada proyek migas dan setelah adanya proyek migas berlangsung.
Dulu saat saya masih kecil, Bojonegoro memiliki kondisi pohon rindang, namun kini tanah yang digunakan untuk proyek telah telah menebangi semua pohon. Saya menilai panasnya cuaca terjadi karena operator belum melakukan penanaman pohon secara maksimal. Melihat kondisi itu, saya juga khawatir jika proyek Migas usai, yang tersisa hanyalah dampak negatifnya saja. Jangan sampai itu terjadi.
Selain itu, perlu adanya pelestarian budaya masyarakat agar tidak tergerus oleh budaya asing yang dibawa pendatang secara tidak langsung telah merasuki warga masyarakat Bojonegoro. Perubahan sosial masyarakat petani setelah masuknya industri pertambangan minyak di wilayah Gayam juga bisa dikaitkan dengan pembelajaran yang ada di sekolah maupun universitas. Saya rasa ini dapat disarankan bahwa, pelaku pembebasan lahan pertanian hendaknya mengganti lahan pertanian masyarakat dengan lahan pertanian. Tidak dengan uang. Karena masyarakat cenderung menghabiskan uangnya untuk keperluan konsumtif saja, tetapi untuk pemenuhan utama tidak diperhatikan.
Demikianlah kesimpulan dan beberapa saran yang dapat saya berikan. Semoga Bojonegoro bisa lebih maju dan membawa kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik lagi.
Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Brawijaya