30 Daerah di Jatim Masih Tutup Akses Informasi Publik

SuaraBanyuurip.com – Teguh Budi Utomo

Surabaya – Mayoritas daerah kota/kabupaten di Jawa Timur (Jatim) mengambil kebijakan menutup akses informasi publik kepada mayarakat. Dari 38 kota/kabupaten di Jatim baru delapan kota/kabupaten yang memiliki akses keterbukaan akses informasi kepada publik.

Komisioner Keterbukaan Informasi (KI) Provinsi Jatim, Didiek Prasetiyono, mengatakan, pemerintah daerah kabupaten/kota di Jatim yang memberikan akses keterbukaan informasi publik secara cukup baik baru delapan daerah yang relatif cepat. Daerah tersebut diantaranya Surabaya, Pasuruan, Malang, dan Blitar.

“Sementara mayoritas kota maupun kabupaten di Jatim lainnya belum sepenuhnya memberikan akses keterbukaan informasi publik yang dibutuhkan masyarakat,” kata Didiek pada Pelatihan Paralegal Jurnalis Hukum Pers-Keterbukaan Informasi-Ketenagakerjaan di Hotel Sahid Surabaya, Minggu (5/8/2012).

Akses keterbukaan informasi tersebut, menurut dia, diantaranya meliputi titik-titik reklame yang ada di kota/kabupaten, rencana tata ruang wilayah (RTRW), pelaksanaan tender yang dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda), pengumuman lelang, penggunaan anggaran untuk bahan bakar minyak (BBM) non subsidi yakni Pertamax, hingga biaya ongkos naik haji (ONH).

Padahal sesuai Undang-undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), masyarakat memiliki hak terhadap akses informasi yang berhubungan dengan income terhadap pendapatan asli daeah (PAD). Selanjutnya akan dipakai untuk memberi pelayanan kpada masyarakat.  

Akan tetapi, menurut Didiek, pada praktiknya aparat pemerintahan seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) kerap menghalangi-halangi masyarakat dalam mendapatkan akses informasi terkait titik-titik reklame tersebut. Mereka beralasan ada alasan-alsan tertentu yang harus dilindungi kerahasiaannya.

Sementara informasi publik yang tidak bisa diakses karena sudah diatur dalam undang-undang (UU) dan masuk kategori lex spesialis, lanjut dia, diantaranya adalah data perbankan.

“Pada intinya, pejabat publik tidak bisa menghindar kewajibannya mengarsipkan setiap dokumen penting sesuai dengan UU. No14/2008,” jelas Didiek Prasetiyono. (tbu)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *