SuaraBanyuurip.com – Ririn Wedia
Bojonegoro – Pemkan Bojonegoro, Jawa Timur masih menunggu hasil revisi dari pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan bersama Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral,Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) pada Desember 2013 lalu di Surabaya.
Kepala Sumber Daya Alam (SDA) BOjonegoro, Fajar Yudhi, menyampaikan, hasil FGD masih dalam revisi. Dari beberapa poin yang dibahas diantaranya masalah perizinan yang selama ini dikeluhkan sulit dan lambat. Oleh sebab itu di dalam FGD merekomendasikan perlunya dibentuk taskforce dengan person in charge (PIC).
Kementrian Kordinator Perekonomian yang melibatkan semua pemangku kepentingan melalui rapat koordinasi berkata harus memfasilitasi, mengkoordinasi dan mengevaluasi perizinan dan atau perkembangan proyek secara umum. Sekaligus mengeksekusi permasalahan yang ditemukan.
“Ini direkomendasikan karena sejak Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2012 pada Januari 2012 belum pernah dilakukan upaya duduk bersama seluruh pemangku kepentingan, sehingga bila terjadi kendala di lapangan narasi yang dipergunakan adalah melempar kesalahan pada daerah,” ungkap Fajar, Jumat (10/1/2014).
Dia memaparkan, selain itu perlu dilakukan cluster perizinan sehingga menjadi semacam perizinan satu pintu (one stop service) pada setiap level kewenangan, baik pusat propinsi maupun kabupaten atau kota. Semua aspek perizinan diselesaikan dalam satu paket, sehingga pihak pemohon tidak perlu berhadapan dengan banyak instansi.
” Dengan target waktu dan intensitas komunikasi maka diharapkan semua perizinan cepat terselesaikan,” tandasnya.
Pria berkacamata minus ini menyatakan, adanya usulan revisi Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001, khususnya Pasal 21 ayat (1) yaitu dengan penegasan melibatkan kabupaten dalam rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja (Plan of Development).
Sementara latar belakang pengajuan revisi adalah dalam rangka sinkronisasi RTRW Kabupaten dengan Plan of Development (PoD) migas. Karena RTRW adalah dasar bagi setiap penerbitan IMB dan ketidaksesuaiannya berkonsekuensi (sanksi) hukum
“Kementerian ESDM sebaiknya menerbitan keputusan terkait penetapan lokasi eksplorasi dan eksploitasi data dan peta geologis migas sebagai data primer kabupaten dalam menyusun RTRW agar sejalan dengan program percepatan produksi migas nasional,” tandasnya. (rien)