Masril Koto : Bojonegoro Bak Perawan Jadi Rebutan

masril koto

SuaraBanyuurip.comRirin Wedia

Bojonegoro – Pendiri Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Sumatera Barat, Masril Koto, mengatakan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan investasinya karena keberadaan sumber migas.

“Bojonegoro seperti perawan kembang desa yang menjadi rebutan para jejaka se antero jagad,” kata Maril Koto saat menghadiri dialog publik rutin saban Jum’at yang di gelar di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro di Pendapa Malwopati .

Namun pria yang mengaku memiliki 540 bank tani itu menyarankan, agar Pemkab Bojonegoro membuat regulasi daerah untuk melindungi lahan pertanian. Hal itu penting dilakukan karena keberadaan industry migas itu akan mengundang investor untuk mengembangkan usahanya sehingga dapat menggerus lahan pertanian.

“Kalau itu tidak segera disikapi dari sekarang lahan pertanian disini ya habis semua,” tandas dia.

Masril mencontohkan, pulau Bali, misalnya. Disana lahan pertanian bukan sebagai lumbung padi, melainkan sekedar tontonan karena letaknya di tengah kota yang ramai. Begitu juga Bojonegoro, suatu saat banyak gedung dan bangunan yang megah berdiri seiring tumbuhnya perekonomian.

“Itu akan terjadi sepuluh hingga dua puluh tahun lagi,” sergah dia.

Karena itu, Masril kembali menegaskan, agar Pemkab dan DPRD Bojonegoro segera mengukuhkan sebuah peraturan daerah (perda) untuk melindngi lahan pertanian. “Apabila ada pejabat pemerintahan yang tidak selaras dengan perda tersebut sebaiknya diganti saja,” saran dia.

“Carilah investor yang berperikemanusiaan,jangan sampai membiarkan investor menggunakan lahan pertanian yang masih produktif untuk pembangunan gedung,” lanjut Masril.

Masril mengaku, memiliki keinginan besar untuk ikut andil dalam pertanian di Bojonegoro. Meskipun dia asli dari Padang, namun dirinya milik Indonesia. Karena itu dengan segala daya upaya dan pemikiran yang dimiliki dirinya akan mempertahankan lahan pertanian Bojonegoro yang terancam habis.

“Saya akan membentuk kominitas komunitas kecil dan menggalang mereka untuk mengembalikan kesadaran sosial para petani arti lahan pertanian,” tuturnya.

Dia berharap, jangan sampai para petani menjual sawah yang menghasilkan padi demi segepok uang yang habis untuk kebutuhan konsumtif. Seperti membangun rumah, sepeda motor dan kekayaan yang tidak abadi sehingga akhirnya mengorbankan sandang pangannya sendiri.

“Pokoknya, jangan sampai Bojonegoro nantinya mendapatkan padi dari daerah lain. Ini harus dipertahankan,” tandasnya.(rien)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *