SuaraBanyuurip.com – Ririn Wedia
Bojonegoro – Sebanyak enam petani di Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, mendatangi Komisi A, DPRD setempat untuk mengadukan permasalahan yang membelitnya, Senin (12/1/2015). Mereka adalah Antok, Jayus, Marwat, Parmi, Supini ahli waris Marsih, dan Sri Rahayu ahli waris Lasmi.
Sri Rahayu (35), salah satu perwakilan pemilik tanah, menyampaikan, permasalahan tersebut bermula saat lahan milik ibunya atas nama Lasmi (55) dan kelima petani lainnya akan dibebaskan untuk kebutuhan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Desa Bandungrejo oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Bojonegoro.
“Pada pertengahan 2014 lalu, Kepala DKP, Bu Nurul dan Camat Nagsem Suwignyo mendatangi satu persatu pemilik tanah dan mensurvei lokasi yang akan dibebaskan,†kata Sri dihadapan Komisi A DPRD Bojonegoro.
Dia melanjutkan, kedua pejabat pemerintah kabupaten (Pemkab) tersebut lalu menawarkan harga sejumlah Rp45 ribu per meter (M2), lalu diturunkan lagi menjadi Rp40 ribu/meter, dan akhirnya mentok pada harga Rp30 ribu/M2.
“Lalu kepala dusun atas nama Wanuri mengatakan, jika Bu Nurul dan Pak Camat batal membeli tanah sebesar itu karena dinilai terlalu rendah, akhirnya pembayaran akan dilakukan oleh investor dari Surabaya,” ujar Sri, mengungkapkan.
Â
Setelah itu, kata Sri, Wanuri bersama Gito, yang juga sebagai Kasun di Bandungrejo melakukan pembayaran uang muka kepada 6 pemilik tanah termasuk ibunya dengan nilai yang berbeda-beda. Dua orang yang dilunasi adalah Lamsi dan Marwak yang diberi uang untuk pengganti lahannya sejumlah Rp30 juta. Sedangkan lainnya ada yang baru Rp20 juta, Rp37 juta, dan ada juga Rp77 Juta, tergantung luas lahannya.
“Uangnya masih utuh, dan kami siap mengembalikan jika diminta,†tegas Sri.
Â
Kemudian, masih kata Sri, pada bulan September 2014 diadakan sosialisasi mengenai pembebasan lahan tersebut secara gamblang dengan total luas lahan yang dibebaskan 3,5 hektar (Ha). Dari sosialisasi itulah, lanjut dia, para pemilik tanah mengetahui harga yang ditentukan oleh pemeirntah untuk tanah bagian depan senilai Rp95.000/M2, sementara bagian belakang senilaiRp 90.000/M2.
“Dari sosialisasi itulah kami tahu, jika pembelian tanah dilakukan oleh Pemkab, bukan investor seperti yang dikatakan Wanuri selaku Kasun,†lanjutnya.
Dia melanjutkan, pada Jumat (9/1/2015) kemarin, semua pemilik tanah mendapatkan pembayaran dari Bagian Perlengkapan Pdemkab Bojonegoro sesuai luas lahan dan harga yang ditentukan. Akan tetapi, Wanuri dan Gito mengatasnamakan pemerintah desa meminta uang yang sudah ditransfer tersebut karena dinilai berlebihan.
“Mereka bilang, hak kami hanya Rp30 ribu per meter, tidak lebih dari itu. Sehingga sisa uang harus diberikan kepada desa,†ujar Sri, mengungkapkan.
Â
Ia mengatakan, salah satu pemilik lahan atas nama Antok yang memiliki lahan seluas 4200 M2Â yang mendapatkan uang senilai Rp587.500.000 dipaksa oleh Wanuri dan Gito untuk menyerahkan sebagian uang tersebut ke desa.
“Karena diancam dilaporkan polisi, akhirnya Antok menuruti permintaan wanuri untuk menyerahkan buku rekening dan menandatangi slip penarikan. Dari total Rp 587.500.000 itu hanya disisakan Rp 100.000.000 saja,” ujarnya.
Sri dan ke empat petani lainnya mengaku takut dengan ancaman tersebut karena itu mereka mendatangi dewan untuk menyampaikan permasalahan sekaligus meminta perlindungan.
Menanggapi permasalahan itu, Wakil Ketua Komisi A, Anam Warsito, berjanji segera memanggil semua pihak terkait untuk meluruskan permasalahan ini. Jika kedua kasun tersebut terbukti meminta uang kelebihan pembayaran, bisa dipastikan hal itu adalah perampasan.
“Kita pastikan dulu, apa benar seperti itu jalan ceritanya dan segera mungkin kita agendakan pertemuan tersebut,†sambung Anam.
Sementara itu, Kasun Bandungrejo, Wanuri, masih berusaha diklarifikasi mengenai hal ini. Pesan pendek yang dikirm kepada yang bersangkutan belum ada balasan hingga berita ini diterbitkan.(rien)