Gairah Industri Kreatif Lokal Bojonegoro

Santoso Dalang wayang

SuaraBanyuurip.com - 

Meski perkembangan zaman seakan mampu meredupkan pamor kesenian peninggalan nenek moyang seperti kesenian wayang. Tak membuat Santoso patah arang. Semangat menguri-uri melalui kerajinan agar tak punah ditelan zaman dan sekaligus sebagai penopang ekonominya tetap dilakukan dengan penuh keikhlasan dan sabar.

Senyum tipis pria tua saat Suarabanyuurip.com menghampiri stand berisi beberapa kerajinan hasil tarian jemari keriputnya. Dia adalah Santoso, warga Desa Padangan, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, langsung menawarkan beberapa kerajinan berupa Wayang Thengul dan bermacam miniatur kendaraan yang terbuat dari bambu.

“Silakan dilihat dan dipilih mana yang Mbak suka untuk dibeli buat pajangan di rumah,” kata Santoso menawarkan hasil karyanya.

Pria lanjut usia tersebut membuka cerita kesukaannya membuat kerajinan baik wayang thengul, wayang kulit dan kerajinan lainnya sejak usia muda.

“Saya membuat wayang sejak tahun 1968,” ujar pria berusia 73 tahun ini.

Sebelum handal membuat wayang, Santoso mengaku mengawalinya dari profesi sebagai Dalang. Berlatar belakang dari dalang itulah membuat ia semakin lama semakin kuat keinginannya untuk membuat wayang sendiri.

Sehingga, tak membuatnya kesulitan memahat dan pewarnaan berbagai macam tokoh wayang baik thengul, kulit, krucil atau klithik dan lain sebagainya.

“Saya buat wayang itu otodidak,” tukasnya.

Sambil melayani pengunjung yang datang, Santoso mengaku, selama bertahun-tahun saat pagelaran wayang yang merupakan salah satu kesenian menggambarkan kehidupan di alam semesta ini masih menjadi favorit masyarakat Indonesia mampu meningkatkan omsetnya puluhan juta rupiah.

Kala itu Santoso masih usia muda banyak order pembuatan wayang membanjirinya. Bahkan, pernah mendapat pesanan dari Presiden Soeharto sebanyak satu kotak wayang kulit.

“Kala itu saya pernah pegang uang laba dari jual wayang Rp53 juta. Jumlah itu tergolong besar,” imbuhnya.

Namun, berkembangnya zaman apalagi di era milenial sekarang ini kesenian wayang kulit tidak lagi sebanyak dulu. Justru kesenian tradisional peninggalan nenek moyang ini semakin tahun semakin meredup. Karena minimnya masyarakat yang menguri-urinya.

Redupnya minat masyarakat ini membuat omset yang didapat menurun drastis. Satu bulan terkadang laba yang diperoleh tak sebanding dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkannya. Yakni hanya memperoleh laba antara Rp1.500.000 sampai Rp3.000.000.

“Berapapun rezeki yang saya dapat tetap saya syukuri,” tandasnya.

Meski berat diusianya yang tak lagi muda. Namun tak membuatnya patah arang. Semangat juang dalam menguri-uri kesenian jawa tak pernah pudar tetap bergairah memproduksi industri kreatif Bojonegoro

Untuk meningkatkan penghasilannya, dia bersama anaknya mencari inovasi baru membuat kerajinan. Selain wayang juga membuat miniatur kendaraan yang bahan bakunya dari bambu.

Di pilihnya bambu, selain mudah didapat juga modal yang dikeluarkan tak begitu banyak. Namun laba yang diperoleh lumayan besar.

“Ini saja, saya bawa sepuluh ke pameran sudah laku semua,” lanjutnya.

Melalui pameran yang digelar IKKON Bekraf bersama Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, Santoso dan beberapa  pengrajin lokal lainnya bisa belajar mempromosikan produknya melalui sistem online.

“Saya sangat terbantu dengan pameran kali ini, selain mendapat ilmu dari tim IKKON Bekraf yang mengajari memodifikasi hasil kerajinan juga membantu cara penjualan ke seluruh negeri,” pungkasnya.

Poppy Savitri dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mengapresiasi Pemkab Bojonegoro serta respon positif dari para pengrajin. 

Selain memiliki semangat luar biasa diharapkan ekonomi kreatif mampu menambah nilai jual dan nilai tambah.

“Kami berharap, pendampingan selama empat bulan kepada para pengrajin di Bojonegoro menjadi nilai ekonomi yang akan meningkatkan nilai kesejahteraan,” pungkasnya.

Untuk diketahui, dalam gelaran Jonegoroan Creative Fair yang diselenggaraan selama tiga hari Sabtu (21/10/2017) sampai Senin (23/10/2017) transaksi yang dilakukan para pengrajin melalui Google, Qlapa, dan Tokopedia mencapai Rp77 juta.

Artinya, 57 pengrajin dari berbagai wilayah di Bojonegoro seperti pengrajin batik, onix, gerabah, telah berhasil menjual produknya melalui situs online.(Ririn Wedia)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *