Melipat Zona Nyaman Pelaku Pembelajaran

CSR EMCL di Palang2

Sejatinya CSR adalah memberdayakan masyarakat dari tidak bisa menjadi mandiri. Menjadi berbeda jika pemberdayaan bidang pendidikan, bersentuhan dengan zona aman pelaku pembelajaran.

Terhitung sudah hampir tiga tahun operator lapangan Minyak dan Gas Bumi (Migas) Blok Cepu, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), mendampingi SMPN 1 Tuban, Jawa Timur. Sepanjang waktu itu pula tim perusahaan minyak bersama Putra Sampoerna Foundation (PSF), membedah program pembelajaran di sekolah tepi pantai tersebut.

Rangkaian program Corporate Social Responsibility (CSR) dari anak perusahaan Exxon Mobil berbasis di Amerika Serikat tersebut, lebih mengarah pada pemberdayaan terhadap guru dan tenaga kependidikan, dan siswa. Tentunya dengan bantuan fasilitas pendidikan agar kualitas mutu dari lembaga sekolah tersebut terkatrol.

Jika ditilik perjalanannya program tersebut berperspektif ke depan, sesuai dengan kebutuhan pembelajaran kekinian. Di samping melibatkan secara aktif seluruh komponen di institusi pendidikan, juga melibatkan masyarakat dalam hal ini Komite SMPN 1 Palang yang mewakili 786 orang tua siswa.

“Baru kali ini ada program di sekolah, siswa dilibatkan ikut merencanakan,” kata Muhammad Salim, siswa Kelas 8 sembari tersenyum saat ditemui di ruang Laboratorium Fisika sekolahnya.

Para siswa di sana mulai berubah. Mereka lebih proaktif, dan memiliki rasa percaya diri untuk menentukan sikap dalam Program Belajar Mengajar (PBM). Termasuk pula mewarnai pembuatan branding sekolah yang terdiri dari 30 unit ruang belajar tersebut.

Mereka didampingi membuat video berdurasi tiga menit berisi potensi sekolah. Karya mayoritas siswa dari orang tua berlatar belakang nelayan itu, menjadi berbeda dengan 10 unit SMP/MTs negeri maupun swasta di wilayah Kecamatan Palang.

“Branding sekolah itu penting di era keterbukaan informasi,” ujar  pengawas lapangan dari program School Development Program (SDP), M Syaichon, secara terpisah di Tuban.  “Hal itu termasuk fenomena baru dari dunia pendidikan di Tuban,” tambah mantan Kepala SMAN 3 Tuban itu panjang lebar.

Para pelajar dari kelas 7 hingga kelas 9, ungkap Wakil Kepala SMPN 1 Palang bidang Kurikulum, Edy Friliana, sangat antusias, dan nyaman mengikuti program. Mereka terlibat dalam penyusunan anggaran sekolah, karena sistem pendampingan yang dikembangkan adalah partisipatif.

Dia sadari sekolahnya berbeda dengan lembaga pendidikan setingkat di wilayah kota. Perbedaan kultur, perilaku, dan latar belakang sosial orang tua siswa sangat berpengaruh terhadap dinamika pembelajaran.

Program dari perusahaan yang kini memuntahkan minyak mentah 200.000 barel per hari itu, sangat berpengaruh terhadap dinamika pembelajaran di sekolah tak jauh dari Floating Storage & Offloading (FSO) Gagak Rimang bersandar. 

“Anak-anak merasa nyaman karena ada perubahan suasana belajar, dan dilibatkan dalam program pengembangan sekolah,” tambah guru Mata Pelajaran (Mapel) IPA terpadu itu.

Ranah pendidikan di Bumi Wali memang butuh terobosan. Tak semua sekolah jenjang SMP/MTs mendapatkan bantuan program SDP bernuansa pendidikan karakter. Minus eks sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) SMPN 1, dan SMPN 3 Tuban  masih terdapat 187 unit SMP/MTs berstatus negeri maupun swasta butuh sentuhan program.

“Bantuan program untuk SMPN 1 Palang dan SMAN Soko itu pertama dilakukan di Tuban,” timpal staf Humas EMCL Ukay Subqy di samping juru bicara perusahaan Rexy Mawardijaya secara terpisah.

Program berbasis pilar CSR bidang Pendidikan dari EMCL itu, tambah lelaki ramah yang akrab disapa Malik itu, diharapkan memberikan perubahan terhadap pola pembelajaran. Paling tidak mutu pendidikan pun akan meningkat, seiring perjalanan ranah edukasi di wilayah setempat.

Yang pasti EMCL telah menggulirkan program. Pendampingnya PSF merupakan lembaga profesional, dan berpengalaman di bidangnya. Lembaga ini pula yang meracik program di lembaga Pusat Kegiatan Guru (PKG) Tuban.

Baca Juga :   Berburu Rupiah dengan Beternak Sapi dan Buruh Tani

Keterlibatan guru dan tenaga kependidikan di SMPN yang berdiri tahun 1995 itu, menjadi gantungan dari berhasil tidaknya program. Oleh sebab itu 18 dari 56 guru dan tenaga kependidikan di sana, terlibat secara langsung dalam program fenomenal di sekolahnya.

Memang tak semua guru terlibat secara aktif. Yang terlibat pun terdapat pelbagai kekurangan di sana-sini. Benturan usia dari guru yang sudah di atas 50 tahun, sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan program.

Evaluasi dari sekolah, ungkap Edy Friliana, prosentase guru mempraktikan hasil pelatihan 50:50. Artinya separuh dari mereka yang terlibat yang telah mempraktikan hasil pendidikan dan pelatihan (Diklat) dalam PBM. Terutama dalam penerapan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

“Dari peserta Diklat baru empat orang yang menyelesaikan PTK, sisanya belum menyelesaikan karena mungkin sudah kecapekan,” papar Edy Friliana. “Harus dimaklumi mungkin karena usia, membuat mereka tak seperti jaman muda dulu,” pungkas guru berusia 51 tahun ini.

Kendati demikian, menurut salah satu guru peserta program Haris Setyawan, program SDP sangat membantu para guru di sekolah. Apalagi untuk peningkatan mutu pendidikan. Selama berlangsungnya program dalam bentuk Diklat atau lokakarya itu sangat dinikmatinya.

Rangkaian program tersebut, menurut Fasilitator Program dari PSF Jakarta Gina Gustan Agustina, mengarah pada peningkatan mutu pendidikan di Kabupaten Tuban. Selebihnya peserta program bisa menerapkannya di tempat mengajar. Termasuk dalam mem-branding potensi sekolah kepada publik melalui teknologi informasi yang perkembangannya kian pesat.

“Sudah saatnya cara meningkatkan keunggulan ekstrakulikuler di sekolah melalui media sosial,” tambah Gina Gustan Agustina saat ditemui jurnalis di SMPN 1 Palang.

                                                                ****

“Memang program CSR pendidikan dari EMCL tersebut sangat bagus, sangat dibutuhkan profesionalitas para guru karena mengarah pada peningkatan mutu,” kata Wakil Ketua Dewan Pendidikan Tuban, M Syaichon. “Sekaligus butuh kepedulian Dinas Pendidikan untuk menindaklanjutinya,” tambah praktisi pendidikan yang terlibat langsung dalam program SDP tersebut.

“Setelah program selesai, untuk tindaklanjutnya kami menunggu respon dari Pemkab Tuban,” sergah Malik saat dihubungi lewat telepon seluler.

Yang pasti saat ini masih terdapat 189 unit SMP dan MTs negeri maupun swasta di Bumi Ranggalawe, sebutan lain dari Kabupaten Tuban. Dari jumlah tersebut baru SMPN 1 Palang yang menikmati program SDP. Sisanya merupakan sekolah reguler yang mayoritas masih menganut sistem pembelajaran Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Hanya sebagian kecil yang telah menerapkan Kurikulum 2013 atau K-13.

Sedangkan di jalur pipa minyak milik Pertamina mulai dari Central Processing Area (CPA) di komplek Ladang Migas Mudi di Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, hingga bibir pantai Kecamatan Palang tempat FSO Gagak Rimang beroperasi, terdapat 47 unit SMP/MTs berstatus negeri dan swasta. Lembaga pendidikan yang dihuni ribuan anak tersebut, butuh program sewarna dengan SMPN 1 Palang yang juga mendapatkan bantuan piranti laboratorium, dan Perpustakaan dari EMCL itu.

Konsep CSR bidang pendidikan yang dikembang EMCL, nilai aktifis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Koalisi Perempuan Ranggalawe (KPR) Tuban Suwarti, adalah mendampingi masyarakat atau lembaga agar mandiri dan meningkatkan kualitas di bidangnya. Programnya pun tak bisa dinikmati secara instan karena butuh waktu dalam proses berkelanjutan.

Baca Juga :   Geliat Warung Pangkon di Pasar Agrobis Babat

“Di ranah RTL (Rencana Tindak Lanjut) program CSR pendidikan sangat diperlukan kepedulian dari pemerintah,” tegas alumni Universitas PGRI Ronggolawe (Unirow) itu.

Lebih dari itu sangat butuh sikap proaktif dari peserta program. Apalagi bidang pendidikan memerlukan perubahan mainset  dari para pendidik. Hal itu menjadi perhatian serius dari Dinas Pendidikan Tuban.

“Berhasil tidaknya program dari EMCL untuk SMPN 1 Palang itu, kembali pada perubahan mainset para guru disana,” kata Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Tuban, Sutarno, saat ditemui terpisah di ruang kerjanya.

Apabila guru dan tenaga kependidikan masih berkutat pada zona nyaman tanpa rela merubahnya, maka rangkaian program dengan susah payah dibangun EMCL bakal  sulit ada tindaklanjutnya. Fakta lapangan pun menyebut, dari 18 guru dan tenaga kependidikan di SMPN 1 Palang peserta program, ungkap Wakil Kepala SMPN 1 Palang Edy Friliana, baru empat orang yang telah rampung melakukan PTK. 

Sebenarnya program bantuan bidang pendidikan sebelumnya teah diterima Kabupaten Tuban. Terdata pada medio tahun 2013 Kabupaten Tuban menerima program Decentralized Basic Education (DBE). Bantuan dari United States Agency for International Development (USAID) tersebut, saat ini sudah tak lagi terlacak jejaknya. Bisa jadi lantaran pasca program pesertanya tak menerapkan hasil pelatihan. Tengaranya karena mereka lebih memilih pada zona nyaman, daripada harus memeras peluh untuk menerapkan hasil pelatihan.

Sedangkan Sekretaris Dinas Pendidikan Tuban, Nur Khamid, mencatat ada tiga item penting dari program CSR bidang pendidikan dari EMCL di SMPN 1 Palang, dan SMAN Soko. Pertama soal mutu pendidikan, kedua tentang pengembangan lingkungan belajar mengajar, dan terakhir soal branding potensi sekolah dengan memanfaatkan teknologi informasi.

“Terkait soal mutu pendidikan itu sangat penting, oleh karenanya kami akan mengembangkannya,” tegas mantan Kepala SMAN Soko saat dikonfrontir secara terpisah.

Bagi Wakil Ketua Persatuan Gulat Seluruh Indonesia (PGSI) Jawa Timur ini, mutu pendidikan telah menjadi konsentrasi dari jajaran Dinas Pendidikan Tuban. Program pengembangan mutu yang dilakukan melalui CSR EMCL tersebut, bakal dikembangkan ke sekolah-sekolah lain. Apalagi masih banyak lembaga pendidikan di jalur pipa minyak belum tersentuh.

Jika memungkinkan institusi yang menggawangi ranah belajar mengajar itu, akan menyinergikan program SDP dari EMCL tersebut dengan SMP unggulan,  ataupun SMPN 1 Tuban yang berstatus sekolah rujukan nasional. Apalagi skema program pembelajarannya juga menerapkan K-13.

Di lain sisi Bupati Tuban, H Fathul Huda, telah meminta agar program CSR pendidikan dalam bentuk SDP tersebut dilanjutkan untuk sekolah lain. Paling tidak tanggung jawab sosial dari perusahaan Migas tersebut, bisa dilakukan di sekolah-sekolah terdapak kegiatan operasi perusahaan.

“Warga terdampak beroperasinya perusahaan harus menerima bantuan, ini yang harus dipahami dan dilakukan oleh perusahaan yang berinvestasi di Tuban,” tegas H Fathul Huda di satu kesempatan.

Dalam waktu dekat, ungkap Nur Khamid, pihaknya akan kordinasi dengan EMCL. Dia berharap segera disusun bersama tentang tindak lanjut dari program yang telah dilakukan.

Siapapun yang melek CSR bakal mafhum, bahwa hasil dari program pemberdayaan bidang pendidikan tak bisa langsung dinikmati secara instan. Butuh waktu dan keseriusan untuk merubah kultur. Tentunya termasuk merubah mainset, agar mengikuti perubahan secara kultural. Semuanya tak semudah membalik telapak tangan, jika ingin keluar dari zona nyaman. (teguh budi utomo)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *