Oleh: Hj. Khozanah Hidayati, SP
Posisi tenaga kerja (angkatan kerja) dalam struktur demografis di suatu wilayah tertentu harus dilihat inter-relasinya dengan variable lain yang turut mempengaruhi iklim ekonomi dan dunia usaha/industri. Asumsinya, angkatan kerja yang tersedia akan terserap lebih mudah jika struktur makro ekonomi dapat mendukung iklim usaha/industri di sebuah wilayah itu kondusif. Sebaliknya jika pertumbuhan (dan pemerataan) ekonomi bermasalah, maka iklim industri/usaha di wilayah tersebut tidak akan kondusif. Konsekuensinya, jumlah angkatan kerja yang tersedia tidak akan terserap maksimal, sehinga berdampak pada angka pengangguran dan kemiskinan.
Karena itu, membahas persoalan kesejahteraan tenaga kerja, tidak terlepas dari persoalan struktur makro ekonomi di wilayah tersebut. Maka, sebelum lebih detail masuk dalam pembahasan tentang tema ini, lebih dulu akan dipaprkan mengenai gambaran umum struktur ekonomi Provinsi Jawa Timur beserta konsekuensinya terhadap kesejahteraan tenaga kerja di Jawa Timur.
Beberapa tahun terakhir, Jawa Timur mengalami pertumbuhan ekonomi (PDRB) yang pesat. Capaian PDRB Jawa Timur selalu di atas rata-rata pertumbuhan PDB nasional.
Namun, capaian tersebut diikuti juga dengan pergeseran struktur PDRB Jawa Timur. Yakni bergesernya Pertanian sebagai sektor primer sebagai sektor dominan dalam PDRB Jatim, digantikan oleh sektor perdagangan dan jasa serta sektor industri manufaktur. Hal ini tentu akan membawa dampak serius terhadap konfigurasi struktur tenaga kerja dan penyerapan angkatan kerja di Jawa Timur.
Merujuk pada data statistik, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Sebagai sektor basis, pertanian terus menunjukkan kontribusi yang negatif terhadap ekonomi Jawa Timur, dimana pada tahun 2013, kontribusi sektor pertanian mencapai 15,36 persen, menurun pada tahun 2014 menjadi 14,90 persen dan tahun 2015 turun lagi menjadi 13,75 persen.
Kontradiksi Sektor Pertanian dan Industri dalam Penyerapan Tenaga Kerja
Apabila membandingkan besarnya tenaga kerja di sektor pertanian dengan kontribusi pertanian terhadap PDRB di Jawa Timur, maka seakan tidak sebanding. Mayoritas penduduk Jawa Timur bekerja di sektor pertanian tetapi kontribusinya terhadap PDRB masih relatif kecil. Kondisi ini menunjukkan bahwa struktur ekonomi Provinsi Jawa Timur ternyata dualistik, dikarenakan dari segi penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian hingga saat ini masih merupakan sektor utama dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber kehidupan masyarakat Jawa Timur akan tetapi kontribusinya sektor pertanian terhadap PDRB tidak sebesar sektor industri.
Lesunya sektor pertanian dapat berimplikasi pada peningkatan angka pengangguran di Jawa Timur. Sebab tahun 2016, penyerapan tenaga kerja dari sektor pertanian sebanyak 35,66 persen. Bandingkan dengan pertumbuhan sektor industri manufaktur yang memberi sumbangsih PDRB Jatim sebesar 29,18 persen, padahal serapan tenaga kerjanya hanya 15,00 persen.
Dengan kata lain, mayoritas angkatan kerja di Jawa Timur banyak berkiprah dalam dunia pertanian. Akan tetapi, ironisnya sirkulasi modal/capital dalam dunia pertanian bukan yang terbesar. Sebaliknya, sirkulasi modal/capital terbanyak justru ada dalam sektor industri pengolahan (industri manufaktur), akan tetapi justru tidak begitu banyak angkatan kerja yang terserap di dalamnya. Analoginya, dalam sektor pertanian, kue yang tersaji tidak besar namun diperebutkan oleh banyak orang. Sedangkan dalam sektor industri, kue yang tersaji besar namun hanya sedikit orang yang memperebutkannya.
Konsekuensinya, banyak angkatan kerja di perdesaan (masyarakat rural-agraris), tidak lagi memandang pertanian sebagai entitas yang menarik untuk dijadikan mata pencaharian. Mereka lebih memilih untuk mengadu nasib di kota yang menjadi pusat industrialisasi. Padahal, ironisnya, justru saat ini tren industri generasi 4.0 malah tidak banyak membutuhkan tenaga kerja karena mayoritas pekerjaan di dunia industri sudah digantikan teknologi.
Political Will (Ikhtiar Politik) Legislatif (DPRD Prov. Jawa Timur)
Bertolak dari kondisi objektif di atas, maka sesungguhnya dibutuhkan beberapa terobosan kebijakan politik dari pemerintah (eksekutif, cq. Gubernur Jatim) untuk merumuskan dan memformulasikan kebijakan public yang dapat terus meredusir angka pengangguran di Jawa Timur.
Namun sejauh ini, political will dari pemerintah eksekutif masih relatif lemah. Indikasinya, beberapa Perda yang terkait dengan revitalisasi sektor pertanian, penguatan kebijakan ketenagakerjaan maupun penguatan pembiayaan UMKM untuk menjadi alternatif pasar kerja bagi angkatan kerja di Jawa Timur merupakan hasil inisiatif dari DPRD Provinsi Jawa Timur. Sepanjang tahun 2015-2018, setidaknya ada tiga (2) Perda Inisiatif DPRD Jawa Timur yang ditujukan untuk pembangunan ekonomi inklusif dan reduksi pengangguran. Yakni (1) Perda Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Nelayan; (2) Perda tentang Perlindungan Tenaga Kerja di Jawa Timur.
Kenapa perlu ada Perda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Nelayan di Jawa Timur? Karena kami merasa bahwa sektor pertanian dan kelauatan (sektor agraria dan maritim) di Jawa Timur ini perlu mendapatkan intervensi kebijakan berupa formulasi kebijakan yang dapat merevitalisasi posisi para petani dan nelayan di Jawa Timur agar semakin berdaya saing tinggi. Mengingat, sebagaimana dijelaskan di atas, pertanian merupakan sector penyerap tenaga kerja terbanyak di Jawa Timur. Maka, salah satu bentuk formulasi kebijakan tersebut adalah penyusunan Perda tentang Pelrindungan Petani dan Nelayan di Jawa Timur. Tujuannya agar Pemprov Jatim mempunyai instrumen regulatif dalam menyusu kebijakan yang pro petani dan pro nelayan.
Sedangkan urgensi penyusunan Perda tentang Ketenagakerjaan di Jawa Timur, adalah agar Pemprov Jatim punya instrumen kebijakan yang tepat agar keberadaan tenaga kerja Jawa Timur tetap menjadi “tuan rumah†di tanah airnya sendiri di tengah arus globalisasi dan liberalisasi perdagangan dan jasa dewasa ini. Tujuannya agar potensi sumber daya manusia di Jawa Timur dapat dioptimalkan untuk mengisi peluang lapangan kerja di Jawa Timur dan mempunyai skill yang kompetitif untuk bersaing dalam pasar kerja regional maupun global.
Kesimpulan
Persoalan ketenagakerjaan tidak bisa dibahas semata-mata dalam kacamata ekonomi. Melainkan harus melibatkan berbagai disiplin ilmu dan lintas perspektif. Hal itu disebabkan kompleksitas permasalahan yang melingkupi persoalan ketenagakerjaan. Termasuk membenahi problem ketenagakerjaan melalui jalur lintas sectoral.
Selain itu, problem ketenagakerjaan harus diatasi dengan political will yang baik oleh pemerintah. Baik eksekutif maupun legislatif.Â