SuaraBanyuurip.com – Ririn Wedia
Bojonegoro – Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, I Nyoman Sudana, menyampaikan, kontribusi sektor minyak dan gas bumi (migas) sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bojonegoro. Dimana Dana Bagi Hasi (DBH) Migas tahun 2018 saja realisasinya mencapai Rp2,2 Triliun. Sedangkan sisa lebih anggaran (silpa) dari keseluruhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bojonegoro mencapai Rp2,1 Triliun.
“Hal ini karena perhitungan realisasi DBH Migas baru dilakukan rekonsiliasi di triwulan-IV yang mana kenaikan DBH juga didukung oleh kenaikan harga minyak di triwulan IV, akhir tahun,” ujarnya saat Diskusi Publik Tentang Pengelolaan Pendapatan Migas dalam Arah dan Strategi Pembangunan Daerah bersama PWYP Indonesia di Aston, beberapa waktu lalu.
I Nyoman menyebutkan, hampir 50% pertumbuhan ekonomi lokal didorong oleh sektor Migas, namun sayangnya pertumbuhan ekonomi migas belum optimal dinikmati oleh masyarakat Bojonegoro. Pasalnya, sektor ini hanya menyerap 4,6% tenaga kerja lokal di tahun 2018.
“Jumlah yang sangat kecil, jika dibandingkan dengan sektor pertanian yang menyerap tenaga kerja sampai 36%,†ujar pria asal Pulau Dewata ini.
Sedangkan dari aspek pengelolaan pendapatan dalam arah dan strategi perencanaan daerah khususnya jangka menengah (RPJMD). I Nyoman mengatakan, bahwa saat ini RPJMD sedang dimatangkan, yang mana RPJMD menitikberatkan visi untuk menjadikan Bojonegoro sebagai sumber ekonomi kerakyatan, dan sosial budaya lokal untuk terwujudnya masyarakat yang beriman, sejahtera, dan berdaya saing yang mana visi tersebut diturunkan dalam 7 visi pembangunan.
Tujuh visi tersebut diantaranya; Satu mewujudkan tata kehidupan sosial yang berlandaskan nilai-nilai religius dan kearifan lokal. Dua mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan dan bertanggung jawab. Tiga Mewujudkan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkelanjutan. Empat Mewujudkan rasa aman dan keberpihakan bagi perempuan, anak, penyandang disabilitas, serta kaum dhuafa. Lima Mewujudkan peningkatan kesejahteraan berbasis ekonomi kerakyatan dan ekonomi kreatif. Enam mewujudkan daya saing ekonomi daerah berbasis potensi lokal. Tujuh mewujudkan pembangunan infrastruktur yang merata dan ramah lingkungan.
Visi misi tersebut juga dijabarkan dalam arah kebijakan tematik tahunan yang dirumuskan dalam RPJMD tahun 2019 hingga tahun 2023. I Nyoman juga mengemukakan akan sulitnya pemerintah daerah untuk memprediksi pendapatan daerah, antara proyeksi dan realisasi seringkali meleset.
“Akibatnya di akhir tahun terjadi Silpa seperti sekarang ini,†ujarnya.
I nyoman mengatakan, tidak semua informasi yang dibutuhkan diberikan oleh Pusat, seperti misalnya cost recovery. Sehingga Pemkab kesulitan untuk menghitung dan memperkirakan berapa realisasi pendapatan dari produksi yang ada.
Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah menyampaikan tingginya penerimaan daerah dari sektor migas menciptakan ketergantungan yang tinggi terhadap sektor migas. Karenanya, diperlukan kapasitas yang kuat dan perencanaan pembangunan dan anggaran daerah yang matang serta berkelanjutan. Agar dana migas efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Selain itu, diperlukan upaya mitigasi dari resiko volatilitas pendapatan migas. Mmisalnya melalui pengembangan fiskal model yang memperhitungkan berbagai resiko fiskal,” ujar wanita berkacamata ini.
Termasuk variabel fluktuasi harga, produksi biaya capex, opex dan sebagainya. Pengembangan fiskal model ini, selain dapat memproyeksi pendapatan dan saat-saat puncaknya, model ini juga dapat mengantisipasi peluang menurunnya pendapatan akibat berbagai faktor.
Sebagaimana hasil fiskal model yang dikembangkan oleh PWYP Indonesia di area pertambangan tembaga ‘Batu Hijau’ yang dikelola Newmont (sekarang dikelola Amman Mineral) beberapa waktu lalu.
“Melalui pengembangan fiskal model, risiko-risiko volatilitas dapat diantisipasi dan dikelola dengan baik,†imbuhnya.
Agar volatilitas migas tersebut dapat diperhitungkan dan dikelola dengan baik, Maryati menekankan pentingnya proses perencanaan dan penganggaran pembangunan yang baik, dengan kriteria diantaranya perencanaan harus berjalan secara partisipatif, terbuka, dan akuntabel. Memiliki indikator yang bisa dicapai dan terukur, menjawab persoalan dan sesuai dengan konteks daerah berkesinambungan dengan pemimpin sebelumnya memiliki basis data dan berdasarkan fakta, dilaksanakan sesuai dengan kewenangannya, memaksimalkan potensi yang dimiliki, melakukan diversifikasi atau tidak terjebak dengan satu sektor saja.
“Serta adanya keselarasan dan ketepatan kerangka kerja antara tujuan-outcome-output- dan kegiatan,†jelas Maryati.
Tantangan dalam perencanaan pembangunan yang baik adalah ketersediaan data, menentukan indikator capaian yang tepat, serta kepentingan politik yang biasanya menyebabkan adanya tarikan dan ketegangan (constraint).
Maryati berharap, agar Bojonegoro dapat melakukan konsolidasi demokrasi dengan baik dan dapat secara efektif mengelola pendapatan migas untuk sebesar-besarnya kepentingan dan kesejahteraan masyarakat Bojonegoro. Terlebih, dalam situasi saat ini dimana Blok Cepu merupakan penyumbang rata-rata lifting harian terbesar di Indonesia dengan produksi 220 ribu barel minyak per hari.(rien)Â Â