Marak Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak, Komisi IX : Ini Seperti Puncak Gunung Es

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher. Foto: Dok/Man.

Suarabanyuurip.com – d suko nugroho

Jakarta – Kasus gagal ginjal akut pada anak mengalami peningkatan sejak akhir Agustus 2022. Catatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sebanyak 206 kasus dari 20 provinsi hingga 18 Oktober 2022, dengan angka kematian mencapai 133 anak (meningkat dari sebelumnya 99 anak).

Kejadian tersebut mengundang perhatian Netty Prasetiyani Aher, anggota Komisi IX DPR RI. Dia menduga data riil kasus gangguan ginjal akut pada anak-anak lebih banyak lagi daripada data yang dilaporkan Kemenkes.

“Ini semacam puncak gunung es. Apalagi dengan sistem surveilans kesehatan Indonesia yang masih harus diperbaiki di sana-sini,” tegas Netty.

Politisi PKS itu mendesak kepada Kemenkes bersama tim yang dibentuk mempercepat penyelidikan untuk mengetahui penyebab pasti, gejala, dan upaya penanganan untuk menghindari semakin banyak korban yang berjatuhan.

“Tim harus bekerja sigap dan ekstra agar hasilnya segera ada. Karena dampai saat ini kita masih belum dapat mengungkap banyak terkait kasus gangguan ginjal misterius ini,” tandasnya.

Menurut Nety, pemerintah harus memberi dukungan maksimal agar tim dapat bekerja menunaikan tugasnya dengan cepat. Selain itu, juga memastikan kesiapan fasilitas kesehatan (faskes) dan ketersediaan alat dan obat yang dibutuhkan dalam menangani kasus ini.

“Ini perkara prioritas yang harus diselesaikan. Cek apakah faskes dan RS mana saja yang siap menangani jika ada anak bergejala yang datang berobat. Bagaimana dengan ketersediaan alat dan obat penunjang,” tuturnya.

Sebelum tim mengungkap penyebab kasus ini, Nety meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan penetapan KLB (Kejadian Luar Biasa) pada kasus gangguan ginjal akut pada anak.

“Sebelum ditetapkan KLB harus dipastikan dulu penyebab utama dari kasus ini,” pungkasnya dikutip dari parlementaria.

Juru Bicara Kemenkes, Syahril sebelumnya menyampaikan, Kemenkes bersama BPOM, ahli epidemiologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), farmakolog, dan Pusat Laboratorium Forensik (Puslatfor) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tengah melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, lanjut dia, sementara ini ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan gangguan ginjal akut atipikal ini.

“Saat ini, Kementerian Kesehatan dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko yang lainnya,” ujarnya.

Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menarik lima produk obat sirup dari pasaran. Penarikan dilakukan karena dalam lima produk obat sirup itu menunjukkan adanya kandungan cemaran
Etilen Glikol (EG) yang melebihi ambang batas.

Ke lima produk yang kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman adalah Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

Kedua, Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

Ketiga, Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.

Keempat Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.

Kelima Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml.

“BPOM telah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirup obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk. Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan,” tulis BPOM dalam penjelasannya dilansir dalam situs resminya pada 20 Oktober 2022 tentang informasi keempat tentang hasil pengawasan BPOM terhadap sirup obat yang diduga mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan deitilen glikol (DEG).(suko)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *