SuaraBanyuurip.com – Paijan Sukmadikrama
Tuban – Hasil Survey Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menyebut, angka prevalensi stunting di Kabupaten Tuban, Jawa Timur (Jatim) mengalahkan wilayah Provinsi Jatim. Prevelensi stunting Jatim sebesar 17,7 persen, sedangkan kabupaten yang dipimpin Bupati Aditya Halindra Faridzky ini sebanyak 17,8 persen. Secara nasional angka prevelensi kondisi yang juga disebut gizi buruk tersebut berada pada angka 21,5 persen.
Menekan angka gizi buruk tersebut, telah dilakukan oleh jajaran Pemkab Tuban. Sejak tiga tahun terakhir terjadi penurunan cukup signifikan. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2021 prevelensi stunting di Tuban sebesar 25,1 persen, tahun 2022 sebesar 24,9 persen, 2023 turun lagi menjadi 17,8 persen.
“Sesuai arahan Bupati, meskipun di tahun 2024 target prevalensi stunting nasional sebesar 14 persen, kita upayakan untuk menekan angka stunting lebih rendah lagi hingga satu digit,” ujar Sekda Tuban Dr Budi Wiyana, dalam satu acara di Pendapa Kridho Manunggal Tuban, paruh bulan Mei 2014 lalu.
Pemkab dari Bumi Ranggalawe ini mengakui, keberhasilan menekan angka prevelansi stunting merupakan kerja bersama seluruh stakeholder di 328 desa/kelurahan yang tersebar di 20 wilayah kecamatan. Menurut Budi Wiyana kolaburasi tersebut memberikan konstribusi signifikan dalam mengurangi prevelensi stunting.
“Kunci keberhasilan dari penurunan angka stunting terletak pada upaya kolaborasi antara pemerintah, dan berbagai stakeholders terkait lainnya. Ini perlu dipertahankan serta ditingkatkan kembali di tahun ini,” ujar mantan Kepala Bappeda Tuban tersebut.
Sepadasan sesurau disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes PPKB) Tuban, Esti Surahmi. Kolaburasi riil dari Dinkes yang telah dilakukan, menurut alumni SMAN 1 Tuban itu, melibatkan Dinas PUPR, Dinsos, Dinas Pertanian, Dinas Pendidikan, Kantor Kemenag, KUA, TNI/Polri, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.
“Kita melakukan intervensi spesifik khususnya yang menyangkut kesehatan, dan intervensi sensitif yang diperankan lintas sektor lainnya,” papar Esti Surahmi saat dikonfirmasi tengah menjalankan ibadah Haji di tanah suci tersebut.
Perempuan ramah ini menyatakan, banyak factor yang mempengaruhi terjadinya stunting. Mulai dari kesehatan balita, tinggi badan dan berat badan, imunisasi yang sudah didapat, serta tumbuh kembang dan kecerdasan sesuai umur.
Upaya yang telah dilakukan, diantaranya, melalui penguatan warga mulai dari usia remaja. “Remaja harus sehat, tidak terkena anemia,” ujar Esti, demikian ia akrab disapa. “Calon pengantin juga harus sudah cukup umur, dan kesehatannya dicek sehingga terpenuhi standar siap nikah dan siap hamil. Pasangan usia subur juga harus sehat.”
Selain itu, ibu hamil juga dijaga jangan sampai kurang energi kronis. Dinkes juga telah menyiapkan pemeriksaan kesehatan oleh dokter SpOG, dan USG harus sudah dilakukan. Perkembangan kehamilan tersebut tercatat di buku KIA.
Dilain sisi faktor lingkungan, berupa sanitasi, dan air bersih, serta pola asuh yang benar juga ditekankan kepada masyarakat. “Kita berusaha dulu mengejar di bawah 10 persen prevalensi stunting tahun 2024 ini, dan semangat kita semua menuju zero stunting,” pungkas Esti Surahmi. (pay)