SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro — Petani sekitar ladang migas Banyu Urip, Blok Cepu, hingga kini masih melestarikan tradisi “Gumbregan” sebagai ritual ampuh untuk mengusir gangguan hama tikus di persawahan. Masyarakat Desa Begadon, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur salah satu yang menjaga adat istiadat syukuran yang lekat dengan makanan jenis ketupat ini.
Lasmito, salah satu petani Desa Begadon menuturkan, gumbregan merupakan tradisi peninggalan nenek moyang. Sejatinya perjamuan budaya di sini berupa tasyakuran dengan membawa hidangan sederhana yang tak banyak macamnya. Yakni, kupat, lontong, dan sayur berkuah santan dengan lauk ala kadarnya.
“Tujuan utamanya untuk mengusir hama tikus yang menyerang tanaman padi,” kata Lasmito kepada Suarabanyuurip.com di sela acara, Kamis (10/10/2024) sore.
Menurut kebiasaan, sebelum sesepuh desa memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa, terlebih dahulu ketupat yang dibawa warga dikumpulkan menjadi satu. Selanjutnya ketupat dan lauk tersebut ditukar dengan ketupat warga lain.
“Ada pula ketupat untuk nantinya dikubur disetiap sudut pematang sawah,” tutur Lasmito.
Kearifan lokal yang digelar di pematang sawah ini masih tetap kental diyakini sebagai ritual yang ampuh menanggulangi hama tikus. Bahkan, dipercaya jika gumbregan ini ditinggalkan maka banyak hama tikus maupun yang lainnya menyerang pada tanaman.
Kepercayaan ini diperkuat dengan berbagai kejadian. Yaitu ketika tikus sawah jumlahnya membludak, setelah diadakan upacara selamatan gumbregan tiba-tiba jumlah tikus yang menyerang menurun secara drastis.
“Memang sepertinya tidak masuk akal, tapi percaya tidak percaya kenyataanya jika tradisi ini ditinggalkan banyak tikus serta hama lainnya menyerang tanaman kami,” timpal Warijan, petani yang memiliki petak sawah bersebelahan dengan Lasmito.
“Ketepakan (kebetulan) kami ada kesepakatan dan diberitahu oleh petugas irigasi, acaranya saat ini jatuh pada hari Kamis kliwon malem Jum’at Legi,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Desa Begadon, Priyono membenarkan, bahwa gumbregan rutin dilakukan dengan mendapat jadwal dari pihak pengelola pengairan. Warga biasanya hanya mendapatkan pengumuman berantai secara manual.
Dijelaskan, tujuan gumbregan adalah doa bersama agar segala macam jenis hama baik tikus, wereng, dan hama lainnya tidak menyerang tanaman padi, serta sebagai bentuk rasa syukur karena tanaman padi selamat dari segala penyakit.
“Setelah dilakukan prosesi gumbregan, padi yang sekarang berumur mulai dari 30 sampai 45 hari bulan itu teriring asa dapat tumbuh dengan normal, dan harga padi nantinya juga bisa sesuai harapan dari petani,” terangnya.(fin)