SuaraBanyuurip.com – Isu pembangunan lingkungan dan adaptasi perubahan iklim santer dibicarakan di Bojonegoro. Kabupaten penghasil migas ini kerap mengalami kekeringan dan peningkatan suhu panas. Masalah ini menjadi perhatian serius paslon bupati dan wakil bupati nomor 02, Setyo Wahono-Nurul Aziah untuk menggagas pengembangan teknologi rendah emisi dan perlindungan sumber mata air.
Suhu panas di Bojonegoro terkenal tinggi. Pantauan alat pengukur suhu di smartphone, Sabtu (12/10/2024), suhu udara Bojonegoro tembus 39 derajat celsius dengan kelembaban 30 persen. Bahkan, terdapat kecamatan yang mencapai 40 derajat, khususnya siang hari pada pukul 11.00 – 15.00 WIB.
Ahmad Dhofir, seorang warga Bojonegoro mengatakan, panas Bojonegoro memang soal alam. Namun, bukan berarti pemerintah tak melakukan apapun. Dia berharap, ada langkah-langkah penghijauan secara masif di Bojonegoro untuk mengurangi suhu panas. .
“Yang ada malah program pangkas pohon besar secara masif. Ini tentu kurang tepat,” kata Dhofir.
Terpisah, Ketua DPC Partai Demokrat Bojonegoro, Sukur Priyanto mengatakan, pembangunan kota sudah tidak waktunya berporos pada pembangunan fisik. Menurut dia, pembangunan lingkungan sebagai dampak perubahan iklim juga harus diperhatikan karena berhubungan dengan sumber daya alam (SDA).
“Seperti kita ketahui bersama, sebagai penghasil Migas, Bojonegoro termasuk daerah yang mengalami peningkatan suhu cukup signifikan,” kata Sukur.
Sukur menjelaskan, pembangunan lingkungan berbasis kenyamanan dan kesejukan harus diprioritaskan. Pemerintahan Bojonegoro sebelumnya alpa melakukannya, sehingga paradigma pembangunan harus diubah.
Dia menambahkan, Bojonegoro tiap tahun menerima bagi hasil minyak sebesar Rp 2 sampai Rp 3 Triliun. Namun, suasana hidup di Bojonegoro tidak nyaman. Panas dan berdebu.
‘Ini karena selama ini, pembangunan hanya berfokus pada fisik. Padahal, harusnya mempertimbangkan lingkungan dan kenyamanan,” pungkas Sukur.
Menanggapi problema tersebut, paslon bupati dan wakil bupati Bojonegoro nomor 02, Setyo Wahono-Nurul Azizah dalam program unggulannya mencanangkan pelestarian dan perlindungan sumber-sumber mata air. Perihal yang dianggap sederhana ini, memiliki dampak besar bagi proses minimalisasi suhu panas yang ada di Bojonegoro. Peningkatan ruang terbuka hijau harus dibarengi dengan perlindungan sumber mata air.
Duet profesional muda dan birokrat (Setyo Wahono-Nurul Azizah) ini juga menyiapkan program pengelolaan sampah berbasis komunitas. Program ini penting sebagai antisipasi perubahan iklim ekstrim. Pengelolaan sampah tak boleh dikelola secara sukarela. Untuk memaksimalkannya, harus menerapkan insentif berbasis kinerja.
“Pengelolaan sampah yang diberi insentif, tentu danpaknya berbeda jika dibanding yang sukarela,” tegas Cabup Setyo Wahono.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga mencanangkan program pengembangan ekonomi rendah emisi.
“Ini penting dilakukan karena pembangunan dan peningkatan ekonomi yang tak mempertimbangkan kondisi lingkungan, bakal menambah permasalahan baru,” tegas adik Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno ini.(red)