Mengintip Urgensi Pendirian BRIDA Gagasan Wahono-Nurul di Bojonegoro

Pasangan Bupati dan Wabup Bojonegoro Terpilih, Setyo Wahono dan Nurul Azizah.
Pasangan Bupati dan Wabup Bojonegoro Terpilih, Setyo Wahono dan Nurul Azizah.

SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari

Bojonegoro — Pasangan Bupati dan Wakil Bupati (Wabup) Bojonegoro Terpilih Setyo Wahono – Nurul Azizah memiliki gagasan serius membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) untuk membangun ekosistem riset di Bojonegoro, Jawa Timur. Demi mengintip seberapa urgen ide tersebut, beberapa tokoh mengemukakan pentingnya pendirian BRIDA.

Dinamisator Sosial Bojonegoro, AW. Saeful Huda menyatakan, dalam konteks Kabupaten Bojonegoro, ada sejumlah alasan terkait betapa pentingnya BRIDA didirikan. Khususnya dalam rangka memberi kontribusi penting bagi pembangunan di sebuah daerah yang kaya akan sumber daya alam seperti Bojonegoro.

“Ada sejumlah alasan pendirian BRIDA di Bojonegoro. Khususnya dalam memberi kontribusi positif arah pembangunan,” katanya kepada Suarabanyuurip.com, Sabtu (28/12/2024).

Pria yang karib disapa Awe ini menjelaskan, seperti halnya BRIN, keberadaan BRIDA mengemban tugas membantu penentuan arah kebijakan pemerintah, tentu berdasar data riset. Mengingat, sudah sepatutnya kebijakan pemerintah didasari riset terlebih dahulu. Sehingga, intervensi program dan bermacam tindakan pemerintah bisa lebih tepat sasaran.

Selain itu, satu hal paling penting dari keberadaan BRIDA adalah kemampuannya meningkatkan Indeks Daya Saing Daerah (IDSD). Tingkat IDSD ditentukan sejumlah variabel. Di antara indikator penilaiannya adalah; ekosistem inovasi: kuantitas riset dan inovasi. Karena jumlah riset di Bojonegoro masih minim, maka tingkat IDSD Bojonegoro masih rendah. Setidaknya jika dibanding kota-kota tetangga.

“BRIDA Bojonegoro wajib punya karya, punya produk riset. Tidak boleh didirikan sekadar seremonial,” bebernya.

Dengan skala provinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bojonegoro tergolong super besar. Namun, Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) Bojonegoro ternyata masih rendah. Khususnya pada pilar ekosistem inovasi. Lebih khusus lagi pada variabel jumlah riset. Hal ini, tentu harus diperbaiki. Dengan cara, mendorong adanya kegiatan riset di berbagai bidang. Dan itu, bisa dipicu melalui keberadaan BRIDA.

Sementara Ketua Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro, Ahmad Supriyanto menyatakan, selain menjadi pembantu dalam intervensi program-program dilakukan pemerintah, keberadaan BRIDA diharap meningkatkan ekosistem riset. Hal ini menjadi penting karena selama ini, diakui atau tidak, Bojonegoro sangat minim kegiatan riset. Karena itu, pendirian BRIDA wajib melibatkan unsur pemerintah dan masyarakat sipil.

Mas Pri, begitu ia karib disapa menambahkan, bahwa pendirian BRIDA idealnya disusun dari sejumlah unsur. Di antaranya unsur pemkab, profesional, dan perwakilan masyarakat sipil. Khususnya mereka yang memang punya keterlibatan di bidang riset. Dan mampu ditarget menghasilkan karya riset sesuai bidangnya. Ini sangat penting agar pendirian BRIDA tak sekadar seremonial belaka.

“Pendirian BRIDA harus melibatkan Pemkab, profesional, dan perwakilan masyarakat sipil,” ujar politikus muda Partai Golkar ini.

Dikonfirmasi terpisah, Direktur Kebijakan Riset dan Inovasi Daerah BRIN, Sri Nuryanti, mengatakan, Kabupaten Bojonegoro memang baru mendapat surat pertimbangan pembentukan BRIDA. Artinya, pendirian BRIDA memang sedang dalam proses penggodokan serius.

Nuryanti menyatakan, BRIDA, sebagaimana amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dibentuk untuk menjadi sumber orkestrasi kebijakan di daerah, sekaligus menjadi think-tank kepala daerah.

“Jadi pembentukan BRIDA memang penting,” tegasnya.

Dijelaskan, BRIDA dibentuk secara formal oleh Pemerintah Daerah. Namun, bukan berarti tanpa keterlibatan masyarakat sipil. Nuryanti mengatakan, format BRIDA tergantung kemauan daerah dan hasil konsultasi dengan Kemendagri.

Lebih jauh ia menyatakan, ada banyak pertimbangan untuk membentuk BRIDA. Baik sebagai organisasi mandiri, maupun organisasi bergabung dengan organisasi perangkat daerah (OPD) Pemda. Mengingat, saat ini sudah memasuki era kolaboratif. Era di mana pembangunan sangat butuh keterlibatan masyarakat.

“Nanti masyarakat sipil terlibat dalam kegiatan multistakeholder yang biasanya dilakukan BRIDA,” tandasnya.(fin)

 

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait