Jelang Habis Kontrak ExxonMobil di Blok Cepu, Sebut Banyak Berikan Kontribusi dan Pengangguran Masih Tinggi

Muhammad Roqib.
Dosen Hukum Sumber Daya dan Energi pada Universitas Muhammadiyah Gresik, Muhammad Roqib.(arifin jauhari)

SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari

Bojonegoro — Kontrak ExxonMobil dalam mengelola Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Blok Cepu yang dijalankan oleh anak perusahaannya, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) akan berakhir dalam masa 10 tahun ke depan. EMCL telah mengelola Lapangan Migas Banyu Urip yang berpusat di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, selama 20 tahun.

‎EMCL tercatat telah banyak memberikan kontribusi sejak mengelola Lapangan Minyak dan Gas Bumi (Migas) Blok Cepu, yang telah memproduksi minyak lebih dari 1 miliar barel. Produksi minyak dari lapangan migas ini juga sempat tembus hingga 30 persen dari produksi minyak secara nasional.

‎”Sayangnya, ini acapkali terjadi anomali, di sekitar lapangan migas justru pengangguran masih banyak dan kemiskinan masih tinggi, termasuk di sekitar Blok Cepu ya,” kata Dosen dari Universitas Muhammadiyah Gresik, Muhammad Roqib kepada Suarabanyuurip.com, Rabu (5/11/2025).

‎Kendati, ia melihat banyak pemuda sekitar WKP Blok Cepu masih kesulitan mencari pekerjaan, akademikus yang mengajar mata kuliah Hukum Sumber Daya dan Energi ini melihat ironi. Sebab pada lapangan migas merupakan jenis pekerjaan berisiko tinggi (high risk) yang menggunakan modal besar (high capital) dan banyak menggunakan teknologi maju (high tech).

‎”Sehingga penyerapan tenaga kerja di sekitar lapangan Banyu Urip tentu juga tidak bisa banyak, karena tiga hal tadi,” ujar pria kelahiran Bojonegoro ini.

‎Untuk itu, kata Roqib, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang ikut serta dalam kepentingan modal di Blok Cepu berupa Participating Interest (PI) perlu lebih mengarahkan anggaran Corporate Social Repsponsibility (CSR)-nya supaya lebih kongkret dan lebih menyentuh akar rumput.

‎Begitu pula tata kelola keuangan oleh pemerintah daerah yang mendapat dana bagi hasil (DBH) Migas. Bagi Roqib, tata kelola keuangannya harus baik, memenuhi good governance, perencanaan, dan evaluasi yang baik, agar tidak menimbulkan banyak persoalan.

‎”Sebab di masa sekarang ada otonomi daerah yang diatur dengan UU Otonomi Daerah. Pemerintah daerah dengan otonomi itu diberikan keleluasaan untuk mengatur urusan rumah tangganya,” ungkap mantan jurnalis media nasional ini.

‎Ia mengambil contoh Bojonegoro yang masih banyak pengangguran. Tetapi menurut Menteri Keuangan ada dana ngendon Rp3 triliun di bank. Ia merasa risau atas informasi tersebut dan mempertanyakan kenapa bertahun tahun selalu seperti itu. Anggaran ngendon dan tidak terserap.

‎”Ini kan meresahkan. Kenapa dana itu tidak terserap atau tidak digunakan untuk membangun UMKM dan sebagainya yang sifatnya mendasar. Meskipun tidak boleh meninggalkan kehati-hatian dalam percepatan pembangunan,” lanjut Roqib.

‎”Karena kalau orientasinya hanya untuk memperbanyak uang di bank tentu tidak sesuai dengan amanat konsitusi yang mestinya memakmurkan rakyat, sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945,” tandasnya.

‎Terpisah, Ketua Karang Taruna Desa Brabowan, Kecamatan Gayam, Julia Shavira Ika Maharani mengatakan, berdasarkan data terbaru jumlah pemuda Brabowan yang menganggur mencapai sekitar 46 orang.

‎“Angka ini tergolong cukup memprihatinkan dan menjadi prioritas bagi Karang Taruna,” kata Julia kepada Suarabanyuurip.com pada bulan lalu, Kamis (22/5/2025).

‎Ia menjelaskan, rerata pendidikan pemuda pengangguran di Desa Brabowan adalah lulusan SMA/SMK. Namun, ada juga beberapa yang lulusan SMP, bahkan ada yang tidak menyelesaikan pendidikan sampai jenjang tersebut.

‎“Ini mengindikasikan bahwa mayoritas penganggur di sini memiliki latar belakang pendidikan menengah,” tegasnya.

‎Senada, Ketua Karang Taruna Desa Mojodelik, Bayu Ali Syahbana mengatakan, jumlah pemuda Mojodelik yang menganggur mencapai 216 orang. Mereka rerata lulusan SMA/SMK.

‎Menurut Bayu, pemuda Mojodelik sebagian besar telah memiliki keterampilan, karena sebelumnya mereka pernah bekerja di proyek konstruksi lapangan minyak Banyu Urip, lapangan unitisasi gas Jambaran-Tiung Biru (JTB) dan pabrik. Namun setelah proyek konstruksi selesai, mereka banyak yang tidak bekerja.

‎“Saya rasa masih banyaknya pengangguran ini karena minimnya lapangan pekerjaan khususnya di Bojonegoro,” katanya kepada Suarabanyuurip.com, Rabu (4/6/2025) lalu.(fin)

Pos terkait