SuaraBanyuurip.com -Â Edy Purnomo
Tuban – Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) menilai banyak hal yang mesti dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Tuban, Jawa Timur untuk memperbaiki layanan penanganan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA).
Salah satu hal yang paling mendesak, adalah keberadaan produk hukum dan standart dalam pelayanan penanganan ODHA. Dua hal ini yang harus dipersiapkan Dinkes Tuban.
“Mestinya SOP dan juga Perda untuk pelayanan penanganan ODHA yang didahulukan,” kata aktivis KPR, Nunuk Fauziyah, kepada Suarabanyuurip.com, Selasa (22/09/2015).
HIV/AIDS di Tuban, menurut Nunuk, merupakan salah satu permasalahan besar yang patut mendapatkan perhatian. Aktivis yang konsen di isu anak dan perempuan ini justru mempunyai catatan sendiri, yaitu jumlah ODHA di Tuban telah mencapai 200 orang pada tahun 2013-2014. Jumlah ini berbeda dibandingkan data dari Dinkes Tuban yang mencatat pengidap ODHA berkisar 50 orang.
“Banyak pengidap penyakit khusus ini enggan melaporkan, sehingga mereka harus kita datangi bukan sekedar menunggu laporan masuk,” kata Nunuk, menjelaskan data yang lebih banyak dibanding Dinkes Tuban.
Dia justru mengkritik langkah Dinkes Tuban menginisiasi Perda Kawasan Rokok. Menurutnya ada beberapa produk hukum yang semestinya didahulukan, salah satunya terkait penanganan ODHA.
“Kenapa justru Perda Merokok ini didahulukan? Padahal ada beberapa permasalahan yang perlu segera didahulukan termasuk penanganan dan pelayanan penyakit khusus ini,” kata Nunuk.
Selain ODHA, permasalahan yang perlu didahulukan Dinkes Tuban adalah layanan tentang kesehatan gizi untuk anak-anak dan kesehatan reproduksi.
“Bukan Perda itu (Perda terkait Rokok) yang didahulukan, tetapi keseriusan penanganan HIV/AIDS, layanan kesehatan dan gizi anak-anak, maupun kesehatan reproduksi,” kata Nunuk.
Beberapa hal yang juga perlu dilakukan Dinkes Tuban adalah peningkatan kapasitas intelektual masyarakat sekaligus petugas yang melayani masyarakat, supaya bidan ataupun Puskesmas bisa memberi pelayanan kepada masyarakat dengan ramah.
“Bidan dan Puskesmas yang menjadi tempat pertama kali yang dituju masyarakat, hendaknya bisa melayani dengan ramah dan bersahabat. Termasuk ketika menangani penyakit khusus (HIV/AIDS) maupun korban-korban kekerasan seksual,” jelasnya.
Selain itu juga perlu digalakkan pendidikan seks untuk remaja. Sex Education, dinilai perlu untuk membendung perilaku menyimpang remaja yang kerap berujung pada sex bebas.
“Sex Education ini kan tidak terakomodir dalam kurikulum pendidikan kita, semestinya Dinkes yang mempunyai wewenang untuk melakukan hal ini di luar kurikulum pendidikan,” kata Nunuk.
Sebelumnya, selama kurun waktu Januari sampai Juli 2019, Dinkes Tuban mengaku mendapatkan laporan ada 9 ODHA meninggal dunia. ODHA yang meninggal dunia berusia produktif, sekitar 35 sampai 50 tahun. (edp)