TWU Dongkrak PAD Bojonegoro

SuaraBanyuurip.comRirin Wedia

Bojonegoro – Keberadaan kilang mini yang dikelola PT Tri wahana Universal (TWU) di Dusun Clangap, Desa Sumengko, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, telah memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan asli daerah (PAD) melalui sektor pajak dan restribusi. Yakni pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB P2) dan pemanfaatan air bawah tanah.

Namun dengan rencana penutupan operasi TWU akibat kebijakan SKK Migas yang mengharuskan pembelian minyak mentah dari Lapangan Banyuurip, Blok Cepu, di Floating Storage Offloading (FSO) Gagak Rimang, menjadikan Bojonegoro kehilangan pendapatan ratusan milyar rupiah.

Sesuai data di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Bojonegoro, jumlah pajak yang dibayarkan TWU kepada daerah mulai tahun 2013 adalah Nilai PBB P2 sejumlah Rp131.000.000, dan pajak pemanfaatan air bawah tanah sejumlah Rp 19.000.000. Sementara di tahun 2014 dan 2015 ini, nilai PBB P2 yang dibayarkan mengalami kenaikan sejumlah Rp 179.935.260, pajak pemanfaatan genset sejumlah Rp 17.209.503 dan pajak air bawah tanah sejumlah Rp 1.451.520.

Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Bojonegoro, Herry Sudjarwo, mengatakan, PT TWU merupakan salah satu perusahaan besar yang bergerak di industri hilir migas dengan catatan wajib pajak terbaik.

“Karena mereka selalu membayar pajak tepat waktu. Bahkan membayarnya sebelum jatuh tempo,” kata Herry kepada suarabanyuurip.com, Kamis (14/1/2016).

Sejak melakukan aktifitas di Bojonegoro, TWU senantiasa mentaati aturan dan memenuhi kewajiban salah satunya pembayaran pajak. Sehingga pada tahun 2012 dan 2013 silam, TWU mendapatkan penghargaan dari Bupati Suyoto sebagai wajib pajak berprestasi dan menjadi urutan nomer satu dari wajib pajak lainnya di Bojonegoro.

“Kalau PT TWU kami tidak perlu susah-susah menagih, karena sudah konsisten sejak beroperasi,” tandas Herry.

Setiap tahun, nilai PBB P2 ada kenaikan tergantung dengan luas bangunan. Apabila bangunan di dalam lokasi kilang mini bertambah, otomatis nilai pajak juga bertambah. Begitu pula dengan pemanfaatan air bawah tanah.

“Pajak itu mulai dibayarkan tahun 2013 lalu,” ujarnya.

Sebenarnya, selain dua pajak tersebut, ada pajak lainnya yang bisa dipungut Bojonegoro dari keberadaan kilang mini tersebut. Yakni Pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPn), dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. Ketiga pajak itu sempat dibayarkan TWU ke daerah pada 2012 silam.

Rinciannya, PPh senilai Rp1 milyar per bulan, PPN Rp22 miliyar per bulan dan PBBKB senilai Rp40 juta per bulan. Khususnya jenis PBBKB sangat berpotensi meningkat dari pembelian bahan bakar minyak (BBM) kendaraan bermotor dari solar yang diproduksi TWU. Sebab PBBKB yang dibayarkan berdasarkan jumlah kendaraan yang menggunakan solar dari TWU.

Namun dengan munculnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-28/PJ/2012 tentang tempat pendaftaran dan atau tempat pelaporan usaha bagi wajib pajak ada kantor palayanan pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak Madya, membuat Bojonegoro kehilangan pendapatan yang cukup besar.

Sebab sejak peraturan tersebut diberlakukan mulai bulan Januari 2013 lalu, Bojonegoro tidak mendapatkan haknya sebagai penerima PPh, PPn dan PBBKB dari PT TWU. Padahal, Pemkab telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) No 25 tahun 2011 tentang pendaftaran wajib pajak cabang atau lokasi. Namun dengan munculnya aturan tersebut, perda tersebut gugur.

Saat ini, Bupati Suyoto terus berupaya untuk mendapatkan pajak penghasilan tersebut dengan mengirimkan surat permohonan pengembalian pajak kepada Dirjen Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan RI di Jakarta, Dirjen Pajak Kementrian Keuangan, Guberbur Jawa Timur, Kakanwil Pajak II Jawa Timur dan Kepala KPP Pratama di Bojonegoro.

“Tapi sampai sekarang belum mendapatkan jawaban dari mereka,” ujar Herry.

Menurut Herry, dengan diberlakukannya Peraturan Dirjen Pajak tersebut telah merugikan daerah. Hal itu karena dana bagi hasil PPh pasal 21, pasal 25, dan pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) akan masuk di DKI Jakarta karena pengukuhannya di Jakarta. Serta, yang terkena dampak dari kegiatan yang dilakukan PT TWU adalah Kabupaten Bojonegoro, bukan di DKI Jakarta

“Dampaknya bagi masyarakat Bojonegoro antara lain kerusakan infrastruktur jalan, dampak polusi, dan potensi adanya demonstrasi dan permasalahan sosial lainnya,” kata Herry, mengungkapkan.

Dispenda berharap pemerintah pusat segera menanggapi surat permohonan Bupati yang dikirimkan sejak tahun 2013 lalu tersebut. Sehingga Bojonegoro bisa mendapatkan kembali hak masyarakatnya yang kini berada di tangan DKI Jakarta.(rien)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *