SuaraBanyuurip.com – Ali Imron
Tuban– Â Kepolisian Resor (Polres) Tuban, Jawa Timur, menghimbau kepada seluruh masyarakat di wilayahnya untuk tidak terlibat dalam aksi demonstrasi pada 2 Desember 2016 mendatang. Tak ubahnya dengan aksi tanggal 4 November lalu, unjuk rasa lanjutan tersebut dinilai banyak kepentingan yang tidak memihak kemaslahatan publik.
“Aksi 2 Desember bukan perkara wajib, jadi ketika sudah ada yang mewakili lainnya tidak harus ikut memadati Ibu Kota,” tegas Kapolres Tuban, AKBP Fadly Samad, kepada suarabanyuurip.com, Rabu (23/11/2016).
Pria kelahiran Makassar tersebut berpesan supaya masyarakat lebih cerdas memahami esensi setiap gerakan. Jangan sampai derasnya isu yang dilontarkan di Media Sosial (Medsos) oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, menjadikan persatuan Indonesia terpecah belah.
Patut dipahami jika Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) “harga mati”, dan siapapun harus mengakui Pancasila sebagai dasar negara. Apabila ada oknum yang tidak sepakat akan hal tersebut, idealnya tidak patut diikuti.
“Derasnya arus politik di Ibu Kota jangan sampai memecah belah kerukuran di daerah,” imbuhnya.
Mulai pekan ketiga bulan November 2016, Polres bersama Kodim 0811, dan Dishub telah berkoordinasi mengamankan aksi 2 Desember di wilayahnya. Pertama pihaknya menghimbau siapapun yang memiliki kendaraan umum, baik truk maupun bus dilarang mengangkut massa aksi.
Apabila masih nekat, terpaksa surat ijin jalan akan diajukan ke Dishub supaya dicabut. Tindakan tegas ini diambil karena sesuai instruksi Kapolri Jenderal Tito Karnavian, sekaligus mengganggu ketertiban umum.
“Kami sudah menghimbau setiap sopir kendaraan untuk tidak mengangkut massa aksi 2 Desember mendatang,” tambahnya.
Diketahui, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mencium adanya agenda makar dalam rencana demonstrasi lanjutan yang digelar pada 2 Desember mendatang. Tito melarang aksi 2 Desember itu agar ketertiban umum tidak terganggu.
Dalam pernyataannya di Lobi Gedung Utama Mabes Polri, Jl Trunjoyo, Kebayoran Baru, Senin (21/11/2016) lalu, Kapolri menyebut, aksi 2 Desember ada upaya tersembunyi dari beberapa kelompok yang ingin masuk dan menguasai gedung DPR. Aksi tersebut dalam regulasi jelas melanggar hukum, dan jika bermaksud menggulingkan pemerintahan akan dikenakan pasal makar.
Selain itu, ada sejumlah elemen melakukan penyebaran pers rilis mengajak Bela Islam ketiga. Dalam bentuk Shalat Jumat di Jalam MH Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, serta Bundaran HI. Kapolri menegaskan jika kegiatan itu diatur dalam UU Nomor 9 tahun 1998, bahwa penyampaian pendapat dimuka umum merupakan hak warga, namun tidak bersifat absolut.
Perlu dipahami ada empat batasan dalam UU yang tidak boleh, yakni tidak boleh mengganggu hak asasi orang lain, tidak mengganggu ketertiban umum, jika masih berlangsung akan dibubarkan, dan jika melawan akan diancam hukuman pasal 221, 211 KUHP, sampai 218 KUHP. (aim)