SuaraBanyuurip.com -Â Ali Imron
Tuban -Â Sebanyak 12 pembatik asal Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, binaan LSM Ademos kerjasama ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) belajar membatik menggunakan pewarna alam di salah satu hotel Jalan Teuku Umar Kabupaten Tuban. Kegiatan yang diprakarsai Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jatim selama dua hari ini, bertujuan meningkatkan kualitas produk UMKM di wilayahnya.
“Sejak tanggal 28-29 November belasan pembatik mengikuti bimtek pengembangan usaha,” ujar Pengurus Asosiasi batik Jatim, Siti Zunaiyah Budiarty, kepada suarabanyuurip.com, di sela-sela praktik mewarnai batik, Rabu (29/11/2017).
Kegiatan ini lebih fokus pada pemantapan dan penambahan ilmu membatik. Diharapkan setelah kegiatan ini, muncul inovasi supaya batik Bojonegoroan juga menggunakan pewarna alam.
Batik sendiri ada dua macam, yakni menggunakan pewarna alam dan sistetis (buatan). Sebenarnya pewarna alam banyak ditemukan di sekitar, karena peninggalan nenek moyang.
Di era penjajahan Belanda, Sumber Daya Alam (SDA) pewarna alam banyak yang dibawa ke Eropa. Sedangkan di Indonesia sendiri justru distok pewarna sintetis.Â
“Padahal pasar di Eropa sekarang hanya mau menerima batik pewarna alam,” imbuhnya.
Beberapa bahan pewarna alam di sekitar kita, mulai kulit mangga, kulit Mahoni, kulit Nangka, kulit Rambutan, dan taman perdu sebagai warna indigo biru. Bahan tersebut memiliki nilai ekonomis, dan tidak merusak lingkungan.
Untuk membuat batik pewarna alam sendiri, membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) lebih banyak. Setiap tahapan membutuhkan waktu lebih, dibanding mewarnai batik sistetis.
“Sebagai UKM harus kreatif, inovatif, berani, aktif, terampil, dan jangan takut gagal,” pintanya.
Perwakilan LSM Ademos, Muhammad Saiful Huda, menjelaskan, program pengembangan industri kreatif batik Bojonegoroan 2017 ini digelar oleh Pemprov Jatim. Selain mendapatkan pengarahan mengenai kebijakan pemberdayaan koperasi dan UKM, peserta juga berkesempatan praktik membuat batik pewarna alam.
“Dalam praktiknya langsung dipandu oleh pengurus Asosiasi Perajin Batik Jawa Timur (APBJ),” sergahnya.
Semua pembatik yang terlibat merupakan binaan Ademos sejak bulan Juli 2017. Meraka berasal dari 12 desa di Kecamatan Gayam, diantaranya Desa Mojodelik, gayam, Ringintunggal, Begadon, Cenglungklung, dan Ngraho.
“Sesuai informasi APBJ harga batik pewarna alami dua kali lipatnya pewarna sintetis,” terangnya.
Salah seorang pembatik binaan Ademos, Ngasiroh, mengaku banyak mendapatkan pengalaman dari kegiatan ini. Perempuan difabel yang telah menggeluti batik ini, bakal mengembangkan pewarna alami pada produknya.
“Selain teori marketing kita juga belajar langsung cara membuat batik,” pungkasnya.(Aim)