Meski perkembangan zaman semakin modern, namun peninggalan nenek moyang hadap rumah hingga kini masih melekat dan terus dilestarikan oleh warga masyarakat, Dusun Geneng, Desa Clebung, Kecamatan Bubulan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
TERIK matahari siang itu cukup menyengat ketika awak media ini menyusuri jalan poros Kecamatan Bubulan-Temayang menuju Desa Clebung.
Awan putih dilangit biru berjalan beriringan digendong angin. Seakan mencambuk semangat untuk tidak menghentikan langkah meski bercucuran keringat akibat sengatan terik sang bagas kara.
Demi untuk menggali sebuah cerita tentang kepercayaan yang diyakini hingga turun temurun di Dusun Geneng, Desa Clebung, Kecamatan Bubulan, telah membentuk tradisi unik. Di dusun yang terletak di pinggiran hutan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro itu tidak ada satupun rumah yang menghadap ke arah barat maupun utara.
Sesampainya di Desa Clebung, awak media ini bertemu Parwi, warga setempat. Setelah berbincang sebentar, sambil mengusap keringat di wajahnya Parwi membuka cerita bahwa saat ini tak kurang dari 50 rumah di Dusun Geneng yang kesemuanya menghadap ke arah timur dan selatan.
Hal ini didasari oleh adanya suatu peristiwa. Dimana konon pada zaman dahulu pernah ada warga menghadapkan rumah ke arah barat dan utara. Alih-alih mendapatkan ketentraman, warga itu justru sakit-sakitan, rumah tangganya sering cek cok, dan akhirnya meninggal di usia muda.
Dari banyaknya kejadian serupa, para sesepuh dusun saat itu kemudian mengeluarkan maklumat lisan agar para warga mendirikan rumah dan dihadapkan ke arah timur dan selatan saja. Lantaran diketahui, letak Dusun Geneng berada di sisi sebelah timur dan selatan makam leluhur yang sangat disakralkan.
Yakni Raden Bagus Lancing Kusumo, salah satu tokoh penyebar agama Islam. Konon Lancing Kusumo ini semasa hidupnya menjaka atau membujang.
Warga setempat tidak ada satupun yang berani melanggar norma tidak tertulis itu. Karena terbukti jika melanggar akan berakibat fatal atau mendatangkan segala hal yang tidak baik bagi penghuni rumah.
Petuah yang dikeluarkan sejak zaman nenek moyangnya di Dusun Geneng ini dipegang teguh hingga sekarang.
“Bukan hanya saya, seluruh warga di sini tidak ada yang berani menghadap ke barat dan utara,” tuturnya.
Segendang seirama dikatakan sesepuh Dusun Geneng, Watimo. Pria berkulit sawo matang ini membenarkan adanya kepercayaan itu. Berbagai peristiwa yang tidak baik kerap timbul karena arah rumah menghadap makam tokoh leluhur yang sangat dihormati.
“Oleh sebab itu sejak pinisepuh terdahulu sampai hari ini, warga sini hanya membuat rumah menghadap ke timur dan selatan saja,” katanya kepada SuaraBanyuurip.com, Kamis (05/05/2022).
Selain itu, keunikan lain di dusun yang rata-rata warganya sebagai peteni ini, yaitu tidak ada satupun warga berani mengadakan kegiatan berbau minum-minuman keras. Karena jika sampai dilakukan, harimau yang dipercayai sebagai simbol makam Raden Bagus Lancing Kusumo secara tiba-tiba akan muncul dan berkeliaran ke dalam dusun.
“Jika diperhatikan betul, macan (harimau) itu lalu menghilang. Wong macan Mbah Lancing situ. Itu artinya berlaku semacam teguran. Jadi lebih baik jangan dilakukan minum minuman keras daripada tertimpa hal yang tidak diinginkan,” tandasnya.(Arifin Jauhari)