Imbas Konflik Rusia-Ukraina, Harga Batubara Turun 7,39 Persen

HBA di awal November 2022 mengalami penurunan sebesar USD 22,77 per ton atau 7,39 persen.

Suarabanyuurip.com – Joko Kuncoro

Jakarta – Kementerian ESDM mencatat harga batubara acuan (HBA) di awal November 2022 mengalami penurunan sebesar USD 22,77 per ton atau 7,39 persen. Turunnya HBA dipengaruhi karena meningkatnya pasokan gas Eropa yang membuat harga gas melandai.

“Meningkatnya pasokan gas di Eropa membuat harga gas melandai, kondisi ini berdampak juga pada harga batubara yang ikut merosot,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Kamis (3/11/2022).

Dia mengatakan, faktor lain yang mempengaruhi penurunan HBA adalah produksi batubara Tiongkok dan kondisi perekonomiannya. Selain itu, peningkatan produksi batubara dan perlambatan ekonomi Tiongkok juga menjadi salah satu penyebab menurunnya harga batubara secara global.

“Sehingga menyebabkan HBA di awal November 2022 ini mengalami penurunan sebesar USD 22,77 per ton atau 7,39 persen. Dibandingkan HBA Oktober, menjadi USD 308,2 per ton,” kata Agung.

Pergerakan HBA sejak awal tahun 2022 sempat menyentuh nilai tertinggi pada bulan Oktober, dimana HBA terkerek hingga menyentuh level USD 330,97 per ton. Dia mengatakan, faktor kondisi geopolitik Eropa imbas konflik Rusia-Ukraina yang menyebabkan fluktuasi harga gas Eropa menjadi faktor pengerek utama.

Baca Juga :   Pastikan Tambang Pasir Darat di Cepu Berhenti Operasi

Agung menjelaskan, produksi batubara Tiongkok mengalami peningkatan, namun perlambatan perekonomiannya menjadi faktor lain menurunnya HBA bulan ini. Terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA yaitu, supply dan demand.

“Pada faktor turunan suplai dipengaruhi oleh season (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal,” katanya.

Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.(jk)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *