Suarabanyuurip.com – Ahmad Sampurno
Blora – Presiden Jokowidodo atau Jokowi direncanakan akan menyerahkan sertifikat tanah hak guna bangunan (HGB) dan hak pakai kepada warga di kawasan Wonorejo, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Jumat (10/3/2023). Konflik agraria di kawasan Wonorejo ini sebelumnya telah berlangsung selama puluhan tahun.
Pemerintah Kabupaten Blora, bekerja secara maraton untuk menyelesaikan konflik tanah Kawasan Wonorejo, Kecamatan Cepu. Dalam waktu tujuh hari, sebanyak 1.069 berkas pemanfaatan lahan hak guna bangunan (HGB) maupun hak pakai telah tercetak.
Pendaftaran sertifikat tanah HGB dan hak pakai tanah kawasan Wonorejo dimulai pada 28 Februari 2023 di Pendapa Kecamatan Cepu. Pemkab Blora mengerahkan sumber Daya Manusia (SDM) dan piranti pendukung untuk menyelesaikan pemberkasan.
Tercatat hingga 6 Maret 2023, tercetak 1.069 berkas pemanfaatan lahan HGB maupun hak pakai, di atas hak pengelolaan Pemkab Blora.
“Sampai malam ini sudah tercetak 1.069 berkas perjanjian. Selanjutnya proses di notaris dan proses sertifikat di BPN,” kata Asisten 1 Sekda Blora, Irfan Agustian Iswandaru.
Jumlah tersebut hasil akhir dari proses pendaftaran tahap pertama. Tercatat 1.104 orang pendaftar. Setelah dilakukan verifikasi dan validasi data di lapangan, menyisakan 1.069 orang pendaftar.
“Pendaftar lain ada yang minta ditunda pada bulan berikutnya,” jelas Irfan.
Dia mengaku bersyukur proses pemberkasan telah diselesaikan. Setelah kerja maraton dari pagi hingga malam hari melibatkan sumber daya dari sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) yang ada di lingkungan Pemkab Blora.
Bagi warga yang belum bisa mengikuti pelayanan tahap pertama ini, lanjut Irfan, bisa ikut pada tahap berikutnya sampai dengan bulan Desember 2023.
Sekretaris Daerah Blora, Komang Gede Irawadi sebelumnya menyampaikan, HGB tanah kawasan Wonorejo berlaku hingga 30 tahun dan bisa diperpanjang lagi hingga 80 tahun.
“Mudah-mudahan, siapa tahu ke depan ada aturan yang bisa menjadikan SHM. Tapi, saat ini HGB menjadi solusi terbaik,” ungkapnya.
Dia menambahkan, rencananya sertifikat tersebut akan diserahkan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo pada 10 Maret 2023. Pemkab Blora bersama kementerian terkait sekarang ini sedang mempersiapkan penyambutan kedatangan Presiden Joko Widodo di Kawasan Wonorejo.
“Bu Menteri KLHK hari Sabtu nanti akan datang ke Blora. Karena akan ada kegiatan kehutanan,” pungkasnya.
Sejarah Panjang Sengketa Tanah Wonorejo
Perdebatan mengenai masalah tanah di Kawasan Wonorejo sudah terjadi sejak lama. Dimana beberapa lokasi di kawasan Wonorejo terdapat warga yang menempati tanah tersebut.
Tanah tersebut adalah kawasan hutan petak 36 (3026 lama) dan petak 38 (3027 lama) RPH Gardusapi BKPH Kendilan BH Kedinding seluas kuarang lebih 81,835 Hektar. Dan tanah tersebut sebetulnya dibawah pengelolaan Perusahaan Umum Perhutani selaku pihak yang diberi tugas dan wewenang sebagai pengelola kawasan hutan oleh Kementrian Kehutanan.
Menurut Ketua Dewan Riset Daerah (DRD) Blora, Djati Walujastono, Pemkab Blora telah melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi persoalan tersebut. Mulai dari mengajukan permohonan kepada Direksi Perum Perhutani unit 1 Jawa Tengah melalui surat nomor : 593/2969 tanggal 30 Agustus 1986 Perihal : Permohonan Tukar Menukar Tanah Perum Perhutani seluas ± 83,10 Hektar Lingkungan Wonorejo, Kelurahan Karangboyo, Kabupaten Blora Petak 3026 dan 3027. Ini bertujuan untuk membantu warga Wonorejo agar tidak menjadi masalah di kemudian hari dengan Perusahaan Umum Perhutani.
Kemudian surat tersebut dibalas oleh Menteri Kehutanan melalui surat Nomor: 49/Menhut-11/87 tanggal 5 Maret 1987 Perihal Permohonan Tukar Menukar tanah Perum Perhutani di Wonorejo-KPH Cepu, menegaskan bahwa pada prinsipnya dapat menyetujui permohonan Pemerintah Kabupaten Blora untuk menggunakan tanah kawasan hutan dengan ketentuan :
1. Rasio Tukat Menukar minimal 1:1 (satu tanah hutan berbanding satu tanag pengganti).
2. Pemerintah Kabupaten Blora selaku pemohon wajib membantu pelaksanaan reboisasi calon lahan penggantinya;
3. Pemerintah Kabupaten Blora selaku pemohon dibebani biaya pengukuran, pemetaan, serta biaya lainnya sehubungan dengan proses tukar menukar tanah kawasan hutan tersebut.
Tetapi ada persoalan dalam mengatasi permasalahan tersebut di atas yaitu sebenarnya Pemerintah Kabupaten Blora tidak mampu atau tidak cukup anggaran dalam APBDnya untuk membiayai kegiatan tukar menukar. Maka, Pemerintah Kabupaten Blora bekerjasama dengan investor pihak ketiga (Singgih Hartono, Waluyo, dan Suyanto). Kerjasama tersebut dituangkan dalam surat Perjanjian Kerjasama Pengelolaan atas penguasaan Tanah Kawasan Hutan Wonorejo petak 3026 dan 3207 dalam rangka pelaksanaan tukar menukar tanah dengan Departemen Kehutanan CQ. Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah, tanggal 9 April 1994. Pada tanggal 7 Oktober 1994 telah ditandatangani Surat Pernjanjian Tukar Menukar antara Perum Perhutani dengan Pemerintah Kabupaten Blora nomor: 10/Perj.TM/1994.
Setelah Pemerintah Kabupaten Blora melalui pihak ketiga mendapatkan tanah pengganti, kemudian tanah tersebut diserahkan kepada Kementrian Kehutanan dan disetujui dengan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 117/Kpts-11/1997 tanggal 25 Pebruari 1997 tentang Penunjukkan Tanah Pengganti seluas 81,4565 yang terletak di desa Ngapus Kecamatan Japah, desa Karangjong Kecamatan Ngawen, desa Kedungrejo Kecamatan Tunjungan dan desa Sendangharjo Kecamatan Blora sebagai Kawasan Hutan.
Selanjutnya melalui Keputusan Manteri Kehutanan dan Perkebunan nomor: 583/Kpts-11/1998 tanggal 5 Agustus 1998, Tanah Pengganti seluas 81,4565 Hektar yang terletak di wilayah Kecamatan, Japah, Ngawen, Tunjungan, dan Blora ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Tetap dengan fungsi Hutan Produksi.
Berdasarkan Tanah pengganti tersebut diatas, Kementrian Kehutanan dan Perkebunan melalui surat nomor: 410/Kpts/1999 tanggal 14 Juni 1999 menetapkan mengeluarkan kawasan hutan bagian hutan kedinding seluas 81,835 Hektar yang terletak di KPH Cepu, Kecamatan Cepu Kabupaten Blora untuk Pemerintah Kabupaten Blora.
Kemudian dalam rangka membantu warga tanah Wonorejo untuk memiliki dengan ganti rugi atau membeli dengan harga yang lumayan rendah maka usaha-usaha telah dilakukan oleh baik pihak eksekutif maupun legislatif Blora. Dimana DPRD Kabupaten melalui surat Keputusan Nomor: 172/Kpts.19/DPRD/1999 tanggal 20 Juli 1999, menyatakan persetujuan pelepasan tanah Kawasan Wonorejo Kecamatan Cepu Asset Pemerintah Kabupaten Blora. Kemudian tanggal 10 Mei 2000, Bupati Blora mengajukan permohonan ijin/persetujuan prinsip pelepasan tanah seluas 81,8350 Hektar kepada Menteri Dalam Negeri melalui surat Nomor: 593.8/1351.
Selanjutnya pada tanggal 27 Juni 2000, Gubernur Jawa Tengah mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada Menteri Dalam Negeri, perihal pelepasan tanah milik/dibawah penguasaan Pemerintah Kabupaten Blora kepada Pemerintah masyarakat dangan pembayaran ganti rugi melalui surat Nomor : 593/12406.
Menteri Dalam Negeri melalui surat Direktur Jendral Pemerintah Umum Nomor: 593.3/1061/PUMDA tanggal 24 Juli 2000, menyampaikan kepada Gubernur Jawa Tengah bahwa pada prinsipnya setuju pelepasan tanah milik/dibawah penguasaan Pemerintah kabupaten Blora kepada masyarakat/penduduk dengan pembayaran ganti rugi.
Berikutnya pada tanggal 30 September 2000, Bupati menerbitkan surat keputusan Nomor: 593/946/2000 tentang Pembentukan Tim Penaksir Harga Tanah Penguasaan Pemerintah Kabupaten Blora di kawasan Wonorejo Kelurahan Karangboyo, Ngelo dan Cepu.
Kemudian proses tanah kawasan Wonorejo kepada masyarakat dengan pembayaran ganti rugi tidak bisa dilaksanakan karena ketidakcocokan besaran ganti rugi.
Pemerintah Kabupaten Blora membagi 4 kelas dengan harga terendah yaitu kelas 4 dengan harga sebesar Rp. 2.000/meter, dan kelas 1 dengan harga tertinggi sebesar Rp. 40.000/meter, sedangkan warga hanya mau membeli kelas 1 dengan harga tertinggi sebesar Rp. 6.000/meter.
Kemudian juga pernah dilakukan rapat fasilitasi dan koordinasi penyelesaian masalah tanah di Kawasan Wonorejo baik dilakukan di Pemkab Blora, maupun di Provinsi Jawa Tengah dan Pusat. Seperti yang dilakukan di Jakarta pada tanggal 16 Mei tahun 2019 yang dihadiri oleh :
Pejabat Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri; Pejabat Kementerian Agraria dan tata ruang/BPN; Pejabat Dijen Bina Keuda, Kemendagri ; Pejabat Pemerintah Provinsi Jawa Tengah; Pejabat Kanwil ATR/BPN Provinsi Jawa Tengah; Wakil Bupati Blora;
Pejabat Pemerintah Kabupaten Blora; Pejabat Kantor Pertahanan Kabupaten Blora; Perwakilan Warga Wonorejo; Perwakilan JPKP.
Dengan memperhatikan pendapat dan saran dari peserta rapat sebagaimana diatas, disimpulkan bahwa:
Terkait dengan permohonan warga untuk pelepasan asset Hak Pakai Pemerintah KabupatenBlora :
a. Hak pakai nomor 101 seluas 36.966 m2 dan 102 seluas 118.118 m2 berlokasi di Kelurahan Karangboyo.
b. Hak pakai nomor 25 seluas 50.157 m2 berlokasi di Kelurahan Ngelo.
c. Hak pakai nomor 73 seluas 42.608 m2 dan 74 seluas 285.091 m2 berlokasi di Kelurahan Cepu.
Akan dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah Daerah Kabupaten Blora akan mendukung proses penyelesaiansesuai dewngan kewenangan, prosedur dan substansi.
Kemudian yang baru saja dilakukan pada hari Jumat, 18 September 2020, di Dukuh Wonorejo Kelurahan Cepu yaitu silahturahmi dan penyelasan solusi sengketa tanah kawasan Wonorejo antara Forum Komunikasi Masyarakat Kawasan Wonorejo dengan Bupati Blora dan diikuti oleh Camat Cepu dan Bagian Hukum Setda Kab. Blora. Dengan memperhatikan pendapat dan saran dari peserta Silahturahim dan Penjelasan Solusi sengketa tanah Wonorejo sebagaimana diatas, disimpukan bahwa :
Warga yang menempati kawasan Wonorejo (melalui perwakilan Sdr. Rori, pak Harpono dan lainya) meminta penjelasan dan solusi terbaik penyelesaian sengketa tanah di Wonorejo.
Bupati Blora menyampaikan bahwa secara yuridis tanah Wonorejo adalah asset daerah berupa hak pakai sehingga tidak bisa dilepas kepada masyarakat.(ams)