Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Seorang petani asal Desa Kunci, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Mujianto berhasil meraup hasil panen padi Rp32 juta. Capaian ini berkat penerapan tekonologi ramah lingkungan disebut biosaka yang mampu menekan pemakaian pupuk kimia hingga 50 persen dan memulihkan tingkat kesuburan tanah.
“Dulu waktu masih bertani menggunakan bahan kimia, hasil panen padi saya biasanya tebasan mentok dapatnya Rp21 juta dari 5 ton. Setelah memakai bahan organik dari teknik biosaka mampu panen senilai Rp32 juta yang saya timbang sendiri sekira lebih 6 ton,” kata Mujianto kepada SuaraBanyuurip.com, Senin (29/05/2023).
Pria yang juga menjabat Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sumber Rejeki ini mengaku, memiliki lahan seluas 0,75 Hektar yang ditanami padi. Dengan teknologi biosaka, Marjianto menyebut hal itu mampu mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 50 persen pada praktek yang pertama.
“Karena ongkos produksi turun, dan hasilnya meningkat, sekarang saya lanjutkan lagi gunakan biosaka ke periode tanam kedua, sudah hampir panen,” ujarnya.
Selain itu, pada tanaman padi jenis Inpari 48 yang dia tanam juga sama sekali tidak menggunakan insektisida. Namun, untuk menanggulangi penyakit jamur pada tanaman, dia masih menggunakan fungisida berbahan kimia. Mujianto beralasan masih grogi, sebab melihat bercak daun dikhawatirkan sebagai ciri penyakit potong leher.
“Tapi untuk kacang tanah, saya terapkan full biosaka di ladang seluas 0,5 hektar. Hasilnya juga luar biasa. Bandingannya jauh. Dulu saya pakai ponska 1 kwintal. Sekarang tidak lagi pakai pupuk kimia, tanpa insektisida, dan tanpa fungisida kimia,” bebernya.
Pengetahuan teknik pembuatan biosaka didapat Marjianto melalui studi banding ke Blitar yang difasilitasi oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bojonegoro. Usai mendapatkan pelatihan, langsung dia praktekan di lahan sendiri dan puas dengan hasilnya.
“Setelah itu banyak pengurus dan anggota Gapoktan minta. Banyak sekarang yang ngikuti. Karena pengalaman menunjukkan, misalnya tanaman sakit asem-asemen bisa sembuh. Bahkan tanaman di bawah naungan pun hasilnya sama bagus dengan yang di tempat terbuka,” imbuhnya.
Terpisah, Ahli Muda Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan, DKPP Kabupaten Bojonegoro, Susana membenarkan, Mujianto adalah salah satu Gapoktan yang telah menerapkan biosaka tersebut. Biosaka adalah teknologi baru di bidang pertanian yang saat ini sedang gencar disosialisasikan.
“Biosaka ini bukan pupuk, bukan pula pestisida. Kategorinya adalah elisitor. Fungsinya adalah pengantar signal atau gelombang-gelombang yang baik pada tanaman untuk tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik. Bisa juga menarik musuh alami untuk melindungi tanaman sendiri,” terangnya.
Dengan penggunaan biosaka, disebut mampu menekan biaya produksi lebih rendah. Selain biaya bertani menjadi lebih murah, pertanian menggunakan biosaka juga lebih ramah lingkungan. Karena biosaka secara makna yaitu bio bermakna hayati, sedangkan saka merupakan singkatakan dari Selamatkan Alam Kembali ke Alam.
“Bahan elisitor biosaka ini kan dari rumput-rumputan kriteria tertentu yang diremas-remas secara memutar. Maka tentu ramah lingkungan. Kebetulan kami memang mendapat amanah untuk elisitor biosaka ini,” ungkap Susana.(fin)