Perlunya Berbuat Baik dan Berprasangka Baik

Sutopo
Sutopo.

Oleh : Sutopo, S.H.I

Sifat iri, dengki, itu merupakan hak anak adam (Sunatullah). Menurut seorang ustad Subandi (Ustad di Desa Tulung, Kecamatan Saradan, Madiun), jika sifat iri, dengki susah (tidak) bisa hilang dari diri manusia. Tetapi, bisa diminimalisir. Atau bahasa sederhananya kita sebagai manusia wajib memerangi nafsu yang mengajak pada sifat iri, dengki kepada manusia lain.

Menurut wikipedia iri, dengki, atau hasad (bahasa Inggris: envy) adalah emosi yang terjadi ketika seseorang tidak memiliki kualitas superior, prestasi, atau kepemilikan dan baik menginginkannya atau berharap bahwa yang lain tidak memilikinya. Sederhananya menurut saya iri adalah sifat seseorang yang tidak menginginkan orang lain memiliki sesuatu yang lebih baik dari pada dirinya. Atau bisa juga, orang lain memiliki kelebihan dari pada dirinya.

Kembali ke masalah sifat manusia. Terkadang kita, sebagai manusia sering kali menghitung apa yang menjadi milik orang lain. Artinya, kita sering kali membanding-bandingkan apa yang menjadi milik kita dengan apa yang menjadi milik orang lain. Bahkan, ada sebagian orang yang melihat rejeki (pemberian Allah) lebih banyak orang lain dari pada dirinya.

Parahnya, ada sebagian manusia yang tidak bisa mengendalikan sifat iri, dengki dengan capaian yang didapat oleh orang lain. Bahkan, saking irinya membuat sebagian orang itu gelap mata bahkan hati gelap (hati nurani tertutup). Hal itu, membuat sebagian orang nekat melakukan berbagai cara agar dapat mengungguli orang lain.

Seperti ada yang nekat memfitnah orang gara-gara iri, menjelekan orang gara gara iri. Bahkan, sampai melukai hati hingga fisik orang lain hanya gara-gara iri.

Sebenarnya, sifat iri, dengki dalam agama Islam juga dilarang. Seperti yang ada dalam kitab suci Al Quran. Yaitu, dan janganlah kalian iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Surat An-Nisa’ ayat 32).

Baca Juga :   PI Blok Cepu : Belenggu Dosa Masa Lalu

Bahkan, salah satu ustad saya pernah mengatakan, jika orang yang hasud atau dengki itu hidupnya tidak akan pernah di atas. Artinya tidak akan mulia di sisi manusia bahkan di sisi Tuhan yaitu Allah SWT.

Oleh karenanya, kita diperintahkan selalu berbuat baik. Di manapun, kapanpun, kepada siapapun. Kerena pada hakekatnya perbuatan baik yang kita lakukan akan berimbas baik pula kepada kita. Hal ini sudah sering saya rasakan. Ketika saya berniat baik dan berbuat baik kepada orang dikemudian hari saya juga mendapat kebaikan juga.

Hal itu dijuga dipertegas di dalam Al Qur’an. Yang artinya tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula), (Surat Ar-Rahman ayat 60). Dari sini jelas bahwa selain mendapat pahala di akhirat nanti. Berbuat baik juga akan dirasakan juga hasil kebaikan itu di dunia.

Kemudian, tetang sifat berprasangka baik atau husnudzon. Menurut saya prasangka baik adalah selalu menganggap setiap kejadian akan mengarah pada hal yang baik. Intinya, di dalam pikiran kita harus selalu diisi dengan hal baik. Baik itu doa baik, cita-cita atau keinginan yang baik dan percaya bahwa keinginan itu akan dikabulkan oleh Allah SWT. Kita diharuskan berprasangka baik kepada manusia dan Allah SWT.

Baca Juga :   Mencari "Kue" yang Tersisa

Dalam sebuah hadis qudsi, Allah ta’ala berfirman yang artinya aku ‘mengikuti’ prasangka hamba-Ku kepada-Ku, maka silakan berprasangka apa saja terhadap-Ku, (Hadis Riwayat Ahmad).

Ada juga terkadang menurut kita atau menurut pandangan manusia ketika ditimpa ujian jelek kadang sebagian orang menganggap itu sebuah keburukan. Tapi, bisa jadi sesuatu yang kita anggap jelek tapi malah membawa kebaikan bagi kita.

Dalam Al Qur’an diterangkan yang artinya, boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui, (Surat Al-Baqarah ayat 216).

Suatu ketika, saya pada saat itu setelah menikah belum punya rumah dan kondisi ekonomi masih pas-pasan. Tetapi, saya menanamkan prasangka baik dan yakin suatu saat Allah akan memberikan saya rejeki berupa rumah. Dan ternyata beberpaa tahun kemudian alhamdulillah terwujud. Oleh karena itu, hingga saat ini saya selalu menanamkan siafat positif yaitu berprasangka baik.

Ada lagi, contoh waktu itu, ada orang yang mendaftar menjadi pegawai negeri yang sedikit jauh dari rumahnya beberapa kali tidak lolos dan bahkan sampai menangis. Tetapi, setelah bertahun-tahun ia mencoba dengan selalu menanamkan prasangka baik kepada Allah. Akhirnya, orang tersebut bisa diterima menjadi pegawai pemerintah yang lokasi kerjanya dekat dengan rumahnya.

Ternyata, berprasangka baik itu juga mempengaruhi energi positif di dalam diri manusia. Oleh karenanya mari kita selalu berprasangka baik. (*)

Penulis adalah Alumni Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *