Kiat Agar Santri Betah di Pondok Pesantren

ILUSTRASI : Santri Pondok Pesantren Al-Inayah ketika diantar orang tua ke pondok pesantren.

SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari

Bojonegoro – Perkembangan Pondok Pesantren harus diakui kini semakin pesat. Musababnya, karena salah satu pendidikan non formal ini sekarang dibarengi dengan satuan pendidikan formal. Mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang setingkat Sekolah Dasar sampai Madarasah Aliyah (MA) yang sederajat Sekolah Menengah Atas (SMA).

Oleh karena itu banyak orang tua kini memilih anaknya tinggal dan belajar di pesantren. Karena selain dinilai lebih mantab dalam mempelajari Agama Islam, tersedia pula materi pendidikan lainnya seperti matematika, fisika, kimia, biologi, dan lainnya melalui satuan pendidikan formal dalam satu lingkungan.

Meski begitu, ternyata agar bisa betah atau kerasan tinggal di pesantren tidaklah mudah. Untuk itu SuaraBanyuurip menghimpun tips agar santri betah tinggal di pesantren. Yakni bersumber dari Pengasuh Ponpes Abu Dzarrin Al – Ridlwan K.H. Jauharul Mawahib, Sumbertlaseh, Bojonegoro dan Ustadz Syarif Abdurrahman dari Ponpes Al Inayah di Desa Perintis Jaya, Rimbo Bujang, Jambi.

“Kiat agar santri kerasan mondok, pertama ialah niatnya harus benar. Karena segala sesuatu tergantung niatnya. Niat mencari ilmu di Ponpes adalah ‘Li ‘ilai kalimatillah’, yakni meluhurkan agama Allah. Kalau niatnya benar akan termotivasi,” kata K.H. Jauharul Mawahib, Senin (07/08/2023).

Pengasuh Ponpes Al-Ridlwan, Sumbertlaseh, Dander, Bojonegoro, K.H. Jauharul Mawahib.

Hal ke dua, adalah adanya cita-cita luhur bahwa santri ingin memahami ilmu agama. Ini dapat menahan santri betah di pesantren. Karena menurut pria yang akrab disapa Gus Wahib ini, mondok di pesantren memang berat. Tanpa motivasi yang kuat bisa segera minta pulang.

Baca Juga :   Pj Bupati Bojonegoro : Jangan Sampai Ada Anak Bojonegoro Tidak Sekolah

“Segera bergaul, segera mencari teman yang sefrekuensi. Santri baru harus menyadari beragam karakter di pesantren,” bebernya.

Ke tiga, tidak terlepas peranan orang tua. Dukungan moral disebut sangat penting. Sebab santri baru biasanya sering menangis ketika berada di lingkungan baru. Saat orang tua menjenguk, terkadang orang tua malah ikut menangis, ikut menuruti anak untuk pulang.

“Seharusnya orang tua menunjukkan ketegarannya. Ditambah doa kedua orang tua. Terutama doa ibu. Insyaallah kerasan. Tak kalah penting dukungan finansial,” ujar Gus Wahib.

Terpisah, Ustadz Syarif Abdurrahman, memberikan 7 tips kepada para santri agar betah tinggal di pondok. Yang pertama, dia menyarankan agar santri mengikuti arahan dari Pengasuh Pondok Pesantren, pengurus pesantren atau ketentuan dan aturan yang dibuat untuk kenyamanan santri.

“Jangan sering telfon dengan orang tua jika masih baru berada di pesantren. Jika sudah lama di pesantren, berikan waktu tertentu untuk telfon, tidak setiap hari,” ungkapnya sebagai tips yang ke dua.

Ke tiga, saat dijenguk orang tua atau saat telfonan, seorang santri tidak hanya minta uang bulanan dan jajan. Namun, sebaiknya juga mendoakan orang tua dan menceritakan proses belajar dan prestasi. Namun perlu diingat, tidak perlu menceritakan hal-hal berkaitan dengan makan tidak enak, antri mandi, ngaji hingga malam, karena bisa membuat orang tua khawatir, khususnya ibu.

Baca Juga :   Inspirasi Kemah Literasi 1 di Gondang, Jadi Ruang Edukasi Berbagai Komunitas

“Begitu juga bagi orang tua, jangan telfon dan menjenguk anak terlalu sering. Karena bisa membuat anak tidak mandiri. Padahal tujuan pendidikan pesantren yaitu kemandirian dalam belajar dan hidup. Selain itu, orang tua jangan juga menceritakan masalah di rumah, apalagi tidak ada kaitannya dengan anak. Karena membebani pikiran anak,” ucapnya.

Selanjutnya hal ke empat, santri agar memiliki kepribadian terbuka, aktif dalam kegiatan dan ibadah. Tidak menyendiri, karena bisa membuat ingat rumah dan akhirnya tidak betah.

Selain jam belajar wajib, lanjut Ustad Syarid untuk tips nomor 5, ialah sibukkan diri dengan membaca dan menulis. Membaca kitab dan buku pelajaran lalu kemudian membuat ringkasan. Bisa juga menulis kisah perjalanan hidup di pondok. Karena tulisan akan terus abadi. Kisah yang ditulis itu akan membuat seorang anak menghargai proses hidup.

Kemudian, santri dianjurkan tidak malu bertanya kepada guru, pengurus pesantren, dan kakak tingkat ketika bingung tentang sesuatu. Baik dalam pendidikan maupun kebutuhan sehari-hari.

“Yang ke tujuh, santri hendaknya memiliki pola pikir positif, meyakini bahwa kesengsaraan dalam proses belajar merupakan proses ibadah yang dicintai Tuhan, memiliki pemikiran bahwa setiap orang hebat sesuai kemampuan masing-masing,” pungkasnya.(fin)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *