Surabaya – Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur menyampaikan media massa menghadapi tantangan serius. Jumlah pembaca, pendengar, dan pemirsa media pers mengalami penurunan, sementara disrupsi media semakin tinggi, terutama menjelang Pemilu 2024.
“Ini terjadi karena generasi Z dan milenial cenderung tidak menjadi pembaca media pers karena mereka memiliki stereotipe bahwa informasi dan berita seharusnya gratis,” kata Machmud yang juga dosen jurnalistik di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa AWS) saat menjadi narasumber di Seminar Nasional Politik dan Penyiaran Media secara hybrid dengan tema ‘Kontribusi Media Penyiaran Dalam Meningkatkan Pemahaman Para Pemilih Muda’.
Untuk itu Machmud menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menyebarkan konten terkait Pemilu 2024 di media sosial, mengingat suasana politik yang intens.
Seminar nasioal Adiadakan secara offline di Ruang Multimedia Stikosa AWS dan secara online melalui kanal YouTube Stikosa AWS pada Sabtu (13/1/2024).
Selain Machmud Suhermono, seminar nasional menampilkan dua narasumber utama, yaitu Immanuel Yoshua Tjiptosoewarno, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur; dan Yasin Al Raviri, pewarta Jawa Pos TV dan alumni Stikosa AWS.
Turut hadir secara langsung dalam seminar offline Dwi Prasetyo (Wakil Ketua 2 Stikosa AWS Bidang Operasional), M. Arkansyah (Kepala Prodi), Kiky Wulandari (Kepala DMPR – Digital Marketing dan Public Relations), dan Riesta Oktarina (Kepala BAA – Biro Administrasi Akademik), serta puluhan mahasiswa Stikosa AWS dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Timur yang mengikuti seminar secara daring.
Sementara Immanuel Yoshua Tjiptosoewarno, Ketua KPID Jawa Timur, menguraikan bahwa proses produksi media penyiaran memerlukan investasi besar.
Media penyiaran memiliki tanggung jawab untuk menaati regulasi dan perundang-undangan yang mengaturnya, terutama dalam menyiarkan berita politik menjelang Pemilu 2024.
Yosua menggarisbawahi bahwa pemilih muda memiliki peran penting, dan media penyiaran harus tetap menjaga idealisme jurnalistik dan berperan sebagai penyebar informasi yang netral dan berimbang.
Yasin Al Raviri, pewarta Jawa Pos TV, menyoroti perubahan perilaku pemirsa muda yang beralih dari menonton media penyiaran tradisional ke media sosial.
Menurutnya, media penyiaran harus berinovasi dalam menyajikan konten yang menarik untuk mendekati generasi muda. Yasin mengingatkan akan pentingnya keseimbangan dalam pemberitaan, terutama menjelang Pemilu 2024.
“Juga perlunya media pers mematuhi kode etik dan regulasi yang berlaku,” tegasnya.
Seminar ini menjadi wadah bagi peserta, terutama generasi Z dan milenial, untuk memahami peran media dalam konteks politik menjelang Pemilu 2024 dan mendorong pemahaman yang lebih baik terkait sumber informasi yang dikonsumsi di era digital saat ini.(red)