SuaraBanyuurip.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menyelenggarakan Penganugerahan Penghargaan Subroto Tahun 2024 dengan kategori Optimalisasi Pengelolaan Gas Suar pada Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Optimalisasi Pengelolaan Gas Suar pada Kegiatan Usaha Hilir Migas.
Penghargaan ini sebagai bentuk apresiasi Pemerintah kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan Badan Usaha Hilir Migas yang telah mengimplementasikan Environmental, Social, and Governance (ESG) melalui optimalisasi pengelolaan gas suar.
“Penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi kepada KKKS Migas, Badan Usaha Hilir Migas, yang telah menunjukan pratik implementasi Environmental, Social and Governace (ESG) khususnya pada aspek lingkungan, melalui optimalisasi pengelolaan gas suar yang akan berdampak pada penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK),” kata Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi Noor Arifin Muhammad dalam keterangannya.
Penghargaan Optimalisasi Pengelolaan Gas Suar pada Kegiatan Usaha Hulu Migas diberikan kepada KKKS Migas dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan yang melakukan optimalisasi pengelolaan gas suar, baik melalui pemanfaatan gas suar untuk berbagai penggunaan maupun melalui reduksi pembakaran gas suar.
Noor mendorong setiap KKKS dan Badan Usaha untuk dapat mengikuti ajang penghargaan ini.
“Kami mengundang Para Kepala Teknik Migas, Pimpinan KKKS Migas, Pimpinan Badan Usaha Hilir Migas untuk mengikuti ajang penghargaan Optimalisasi Pengelolaan Gas Suar Tahun 2024,” ujarnya.
Bagi KKKS dan Badan Usaha yang ingin mengikuti penghargaan dapat melakukan pendaftaran keikutsertaan penghargaan hingga tanggal 21 Juli 2024. Untuk informasi lebih lanjut dapat mengakses informasi pada tautan https://bit.ly/suratedaransuar.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat saat ini terdapat 370 flare gas stack nasional dengan total volume flare gas sebesar 207 juta standar kaki kubik per hari (Million Standard Cubic Feet per Day/MMSCFD) dengan komposisi Metana (C1) sebesar 72,55% dan impurities CO2 sebesar 7,33%. Beberapa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) memiliki volume flare gas cukup besar seperti Pertamina EP, Pertamina Hulu Mahakam, BP Berau dan Pertamina EP Cepu.
“Ini menjadi tantangan bagi SKK Migas dan KKKS untuk mencapai target zero routine flaring sebelum 2030 maupun optimisasi penggunaan fuel gas yang diantaranya mengganti fuel gas dengan listrik yang berasal dari PLN,” kata Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Wibowo saat rapat kerja (Raker) Produksi, Metering dan Pemeliharaan Fasilitas 2024.
Wahju mengungkapkan, penggunaan gas di industri hulu migas cukup besar, baik fuel gas untuk penggunaan secara langsung (own use) untuk kebutuhan operasional seperti konsumsi peralatan/fasilitas produksi maupun yang dibakar dalam bentuk flare gas karena sebagai impurities.
“Untuk mengurangi zero routine flaring dan meningkatkan nilai tambah produksi gas perlu dilakukan pemanfaatan gas yang memiliki potensi untuk dijadikan produk turunan menjadi LNG dan LPG,” tegasnya.(red)